Sebuah pernikahan yang membawa petaka, hal ini lah yang di alami seorang gadis cantik yang bernama Athena.
Gaun pengantin yang berlumuran darah menjadi saksi atas hancurnya kehidupan Athena. Pria yang sangat di cintai nya dengan tega membatalkan sepihak pernikahan yang selama ini merupakan impiannya.
Tidak hanya itu, ia juga harus kehilangan sosok seorang ayah yang telah merawatnya sedari kecil.
Namun sebuah fakta yang mengejutkan mulai terungkap, sosok ibu yang selama ini telah meninggalkannya, ternyata telah membunuh kedua orang tua dari calon suaminya Delano.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anisa Rmd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Pov Athena~
Tidak tahu malam ke berapa yang aku habiskan di ruangan sempit yang tak jauh berbeda dengan penjara, tidak ada cahaya yang masuk, suasana begitu hening dan beberapa perawat berlalu lalang di depan ruangan ku.
"Selamat pagi", Sapa seorang dokter yang bertugas menangani ku.
"Waktunya minum obat Athena", Ucap dokter itu sembari tersenyum.
"Bukankah aku sudah mulai membaik, kapan aku bisa keluar dari sini", Tanyaku dengan raut wajah sedih berharap di kasihani.
"Kamu ingin jalan-jalan keluar bersamaku?", Tanyanya yang langsung aku angguki.
"Iya, aku ingin menghirup udara bebas", Jawabku.
"Baiklah kamu minum obat dulu, habis ini aku akan membawamu jalan-jalan keluar", Ucap dokter itu.
Setelah meminum beberapa pil, aku meneguk air putih yang baru saja di bawakannya.
Dokter itu mengambil kursi roda dan membantuku untuk menaikinya.
"Bagaimana dengan pemandangannya, apakah kamu suka?", Tanya dokter itu meminta pendapatku.
"Pemandangannya sangat indah", Jawabku jujur.
Dari sini aku dapat melihat gunung yang terbentang luas, deburan ombak yang memekakkan telinga serta anak-anak yang sedang bermain di tepi pantai.
Angin bertiup sepoi-sepoi membuat rambutku yang panjang terurai menutupi wajahku.
Melihat wajahku yang tertutup rambut, dokter itu langsung membantu mengikat rambutku yang panjang.
"Begini kelihatan lebih cantik", Ucapnya sambil tersenyum ke arahku.
"Terima kasih dokter", Jawabku yang juga membalasnya dengan senyuman.
Saat dokter itu duduk tepat di hadapanku, tanpa sengaja aku melihat sebuah nama yang tertulis di jas yang ia pakai.
'Alvino Mahata Ardiningrat'
"Nama dokter Alvin?", Tanyaku.
"Iya", Jawabnya.
"Aku harus memanggilmu dokter Alvin?", Tanyaku lagi.
"Kamu bisa memanggilku dengan sebutan kakak"
"Loh gak bisa gitu dong"
"Aku temen kakakmu", Ucapnya sambil menatapku dengan raut wajah yang sedih.
"Aku dan kakakmu sangat dekat", Sambungnya.
"Apa dokter tahu di mana kakakku saat ini?", Tanyaku yang begitu penasaran.
"Aku tahu", Jawabnya.
"Aku akan membawamu menemuinya nanti"
"Bukankah dia yang seharusnya menemuiku?"
"Dia tidak bisa melakukannya!"
"Kenapa?", Tanyaku menatapnya dengan sedikit curiga.
"Aku tidak bisa menjelaskannya saat ini!", Ucapnya.
"Apa kakakku berada di penjara?", Tebakku membuatnya terdiam.
"Aku akan sangat senang dan bersyukur jika dia berada di penjara"
"Kenapa dokter berkata seperti itu, bukankah dokter mengatakan bahwa dokter sangat dekat dengan kakakku? Apa dokter membenci kakakku?"
"Ya... Aku sangat membencinya!!!", Tekannya sambil menatapku.
"Apa yang sudah kakakku lakukan sampai dokter begitu membencinya?", Tanyaku lagi.
"Kamu tidak akan mengerti walaupun aku jelaskan!"
"Tapi dokter... Aku masih penasaran dengan apa yang sudah di lakukan kakakku sampai dokter membencinya"
"Nanti kamu akan tahu sendiri"
"Walaupun dokter membenci kakakku, dokter tetap merawatku dengan baik..."
"Karena memang sudah tugasku menjaga dan merawat mu dengan baik..."
"Jangan bertanya lagi, aku akan menceritakan semuanya setelah kamu keluar dari sini"
"Janji"
"Iya janji"
"Lima hari lagi aku akan membawamu pulang ke rumahku, kamu tidak perlu lagi berada di sini", Sambungnya kemudian.
"Kenapa tidak ke rumahku?", Tanyaku heran.
Aku memiliki rumah dan juga keluarga, dan kenapa dia harus membawaku ke rumahnya. Teka-teki ini begitu sulit untuk ku pecahkan seorang diri.
"Sudah jangan banyak bertanya", Ucapnya dingin.
"Sebaiknya kita kembali ke dalam, tidak terlalu baik lama-lama di luar dengan kondisimu saat ini"
"Baiklah", Jawabku pasrah.
...***...
Setelah cukup lama mengenal dokter Alvin, aku dapat menilai bahwa dia adalah lelaki yang baik, ia menyayangi dan memperlakukanku seperti adiknya sendiri.
Sekembalinya dari rumah sakit, dokter Alvin membawaku ke rumahnya. Rumahnya cukup besar, namun begitu sepi seperti tidak pernah di huni.
"Aku tidak melihat siapapun di rumah ini", Ucapku kepada dokter Alvin yang sedang mendorong kursi roda yang ku naiki.
"Aku tinggal sendiri", Jawabnya.
"Loh... orang tua dokter kemana?", Tanyaku spontan.
"Aku yatim piatu", Jawabnya lagi sedikit dingin.
"Ini kamarmu", Ucapnya ketika kami berada dalam sebuah kamar yang bernuansa Hello Kitty.
"Kalau kamu memerlukan bantuanku, kamu cukup berteriak, kamarku ada di sebelah...", Sambungnya.
"Baik dokter", Jawabku.
"Sudah aku bilang panggil kakak saja"
"Tidak mau, aku lebih suka memanggil dokter", Tolakku.
"Ya sudah, terserah kamu saja"
Dia menggendongku dan menidurkanku di atas kasur.
"Istirahat, aku akan membuatkanmu makanan", Ucapnya sambil menyelimutiku.
Saat ia baru saja hendak meninggalkanku, tanpa sadar aku meraih pergelangan tangannya berharap ia tetap tinggal dan menemaniku sampai aku tertidur.
"Ada apa?", Tanyanya dingin.
"Jangan tinggalin aku", Ucapku memohon.
"Hanya ku tinggal sebentar, bukankah kamu lapar?"
"Enggak mau, aku gak lapar"
"Baiklah, aku akan menemanimu sampai kamu tertidur", Ucapnya menenangkanku.
Dokter Alvin duduk di bibir sofa, ia menatap mataku dan mengusap rambutku.
Setelah sekian lama aku mulai menyadari bahwa dokter ini sangat tampan, kulitnya yang putih bersih dan memiliki postur tubuh yang bagus layaknya model.
Dokter ini selalu bersikap dingin ketika berbicara dengan orang-orang, namun sebenarnya ia memiliki hati yang lembut dan penyayang.
"Sebelumnya dokter sudah berjanji akan memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi kepadaku..."
"Iya"
"Baiklah, aku akan menagih janji dokter"
"Ya silahkan bertanya, aku akan menjawab"
"Sekarang tanggal berapa?", Tanyaku memulai pertanyaan.
"7 Maret 2025"
"Apa?"
Jujur saja aku kaget ketika mendengar jawabannya.
"Sudah berapa lama aku di rawat di rumah sakit?", Tanyaku ingin memastikan.
"Empat tahun", Jawabnya.
"Aku tidak sadarkan diri selama itu?", Tanyaku begitu syok.
"Kamu sadar kok"
"Ha?"
"Kamu depresi dan tidak mengenali orang-orang"
"Ha?"
"Sepertinya kamu sungguh tidak ingat dengan apa yang sudah kamu perbuat", Ucapnya geleng-geleng kepala.
"Memangnya apa yang sudah aku perbuat dokter?", Tanyaku penasaran.
"Setelah pernikahan kamu batal, kamu mencoba untuk bunuh diri beberapa kali", Jawabnya.
"Aku bunuh diri?", Tanyaku tidak percaya.
"Iya, coba lihat pergelangan tanganmu"
Aku menuruti perintahnya dan langsung menyingkap lengan baju yang menutupi tanganku. Saat itu aku melihat beberapa sayatan pisau di kedua tanganku.
"Hari itu kamu menangis dan kadang tertawa seperti orang kesetanan, kamu juga berbicara sendiri! Sampai akhirnya kakakmu memintaku untuk membawamu ke rumah sakit tempat aku bekerja"
"Apa kondisi ku begitu menyedihkan saat itu?", Tanyaku kepadanya.
"Ya sangat menyedihkan!", Jawabnya.
"Dokter jujur sekali"
"Bukankah kamu ingin jawabanku yang jujur?"
"Ya tentu saja!"
"Ya itu sudah ku jawab dengan jujur! Pertanyaan lainnya di tunda dulu, aku akan pergi ke dapur untuk memasak!"
"Ya ya ya... Baiklah", Jawabku pasrah.
Sejujurnya masih ada banyak pertanyaan yang ingin ku ajukan kepada dokter Alvin yang mengaku sebagai seseorang yang dekat dengan kakakku. Tetapi aku juga tidak mungkin bersikeras agar dia mau mengikuti kemauanku yang jelas bukan siapa-siapa di hidupnya.
Aku harus bersyukur karena dokter Alvin mau menampungku, merawatku dan memperlakukanku dengan baik tanpa imbalan apa-apa.