Mahardika Kusuma, seorang pengusaha sukses tak menyangka bisa dibodohi begitu saja oleh Azalea Wardhana, wanita yang sangat ia cintai sejak kecil.
"Sudah berapa bulan?"
"Tiga bulan."
Dika seketika terduduk. Dia tak mengira jika wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya telah membawa benih orang lain.
"Kakak, Kalau engkau berat menerimaku, baiklah aku akan pulang."
"Tunggulah sampai anak itu lahir."
Hanya itu yang bisa Dika lakukan, tanpa ingin menyentuhnya sampai anak itu lahir.
🌺
"Lea."
"Papa salah, aku Ayu bukan mama," kata putri yang dulu pernah dia senandungkan azan di telinganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Putri Mama Lea
Mereka pun meninggalkan bandara, menuju makam Lea. Sudah lama Dika tidak mengunjunginya. Kalau tak salah, semenjak ia tahu jika Ayu telah dicantumkan sebagai anak adopsi dari keluarga tantenya.
Tapi tak apalah, itu hak mereka. Yang terpenting saat ini bagaimana dirinya bisa membahagiakan diri meski tanpa wanita di sampingnya. Termasuk berusaha menghapus kenangan buruk yang pernah terjadi.
Begitu memasuki pemakaman, mata keduanya langsung terbelalak. Menyaksikan makam Lea yang dipenuhi oleh semakin belukar, terlihat tak terurus.Rumput ilalang memenuhi pemakamannya. Bunga melati yang dulu mereka tanam, kini telah merambat kemana-mana.
Raut muka Ayu seketika memerah, menahan sedih dan kesal manakala melihat keadaan makam mama Lea tak terawat.
“Papa sudah tak ingat mama lagi,” ucapnya pelan, penuh kesedihan.
Tanpa banyak kata, Ayu segera mencabut rumput yang memenuhi makam mama Lea serta merapikan pohon bunga melatinya, meski dengan wajah sedih dan sesekali tampak menahan air mata.
“Papa ini gimana, sih. Makam mama dibiarkan begitu saja. Makanya hantu mama gentayangan mengganggu Papa.” Dia sudah tak tahan untuk tak mengungkapkan kegundahan hatinya melihat makam orang ia sayangi dalam keadaan seperti ini.
Dika hanya bisa diam dan sedih. Lalu ia segera bergerak mengambil peralatan yang bisa ia pergunakan dari dalam bagasi mobil.
“Iya, maaf. Nanti aku akan bayar orang untuk merawatnya.” Dika menyerah. Ia tak tahan mendengar putrinya terus bicara.
“Sudah terlambat, bla…bla…bla…” kata Ayu dengan bersungut-sungut.
Meskipun diwarnai dengan lagu yang senantiasa mengalun merdu tanpa irama dari bibir Ayu, akhirnya selesai juga membersihkan makam Lea. Mereka pun berdoa.
Selesai berdoa, Dika pun membawa Ayu ke rumah yang telah lama ia tinggalkan. Rumah yang ia hadiahkan untuk Lea. Rumah tempat Ayu bermain waktu kecil dulu.
Ia tak lagi pernah menginjakkan kakinya di rumah itu, semenjak Ayu pergi bersama tante Sofia.
Kini Dika harus menyerah pada takdir yang memaksanya untuk kembali ke rumah ini lagi. Semoga bayangan masa lalu tak lagi membuatnya tersiksa, namun makin indah dengan kembalinya Ayu di sisinya.
Beberapa kali ia melirik pada gadis yang tampak bahagia duduk di sampingnya. Tak henti-hentinya ia bergumam kata syukur karena kini dia sudah bisa ke rumah masa kecilnya lagi.
“Mbok…” teriak Ayu begitu membuka pintu.
“Non Ayu makin cantik, persis dengan mama Non.”
“Tentu, Mbok. Aku kan putrinya,” kata Ayu dengan bangga.
Dia pun memeluk wanita yang telah menemaninya masa kecil dahulu. Kini rambutnya telah memutih semua. Wajahnya sudah dipenuhi dengan guratan-guratan kelelahan namun senyum kebersahajaan menyamarkan semuanya. Kecantikannya pun tak berkurang meski dengan kulit yang tak lagi kencang.
Salah satu asisten rumah tangganya pun membantu membawakan koper ke dalam kamarnya.
“Kamu senang,” kata Dika kemudian.
“Tentu, Papa. Akhirnya aku bisa bersama Papa lagi.” Dia pun memeluknya dengan penuh rasa terima kasih dan cinta.
Dika yang telah lama tak pernah merasakan bagaimana dipeluk, terkesima sendiri. Tak tahu harus berbuat apa.
“Sudah. Istirahatlah! Kamu tentu capek habis menempuh perjalanan jauh.” Dia mencoba melepaskan diri.
“Papa tidak pergi kan malam ini.” Ayu sudah trauma, selalu ditinggal Papa Dika saat ia menginginkan bersama. Hari bolehlah dia meminta untuk ditemani.
“Tidak."
“Makasih, Papa.” Ayu pun pergi ke kamarnya dan kembali dengan wajah lebih segar. Dia ingin ngobrol sebentar dengan papa Dika yang disambut dengan baik.
Kalau Dika boleh jujur, dibalik usaha untuk melupakan Lea, ada rasa yang semakin lama menyita sebagian besar ruang angannya. Sebuah rasa yang tak wajar.
Bagaimana mungkin ia bisa merindukan tawa, canda, rengekan, kemanjaan, bahkan amarah seperti yang Lea lakukan dulu. Kini sosok yang sama datang. Apakah dia mengijinkan untuk bertamu dalam hatinya agar hati yang telah lama kering kerontang oleh luka bisa sembuh.
Tak tahulah...
***
Pagi yang indah. Ayu merasa sangat bahagia. Kini ia sudah bisa tinggal bersama dengan papa Dika. Hari ini, ia ingin membuat nasi goreng spesial untuk papa Dika.
Ayu membuka kulkas, mencari bahan tambahan yang bisa ia gunakan untuk nasi gorengnya, agar semakin special. Alhamdulillah di dalam kulkas sudah tersedia semua. Ada tomat, mentimun, bawang putih, bawang merah dan juga cabai. Dan satu lagi, teri putih. Dengan ikan-ikan kecil-kecil ini akan membuat masakannya makin special.
“Non Ayu, mengapa ke sini?” tanya Mbok Sari.
“Ayu ingin buatkan sarapan untuk Papa.”
Mbok Sari tersenyum, gadis keil yang dulu sering membuat berantakan dapurnya, kini datang dengan keinginan memasak. Ia pun ingin membantunya sekedar mengupas bawang untuk Ayu, namun langsung di cegah olehnya.
“Nggak usah, Mbok. Biarlah Ayu kerjakan sendiri.”
“Baiklah.”
“Oh ya, Mbok. Kalau pagi apa Papa suka dibuatkan kopi?”
“Jarang sih, Non. Seringnya susu hangat. Kopi kadang-kadang saja, itu pun kalau ada tamu.”
“Makasih, Mbok.”
Mbok Sari tersenyum simpul menyaksikan bagaimana nona kecilnya ini memperlakukan papanya. Dan ini baik untuknya, ada orang yang membantu mengurusi tuan besarnya tanpa diminta.
Ia meninggalkan dapur, masih banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Dia pun membiarkan gadis itu melakukan apa yang dia inginkan. Mungkin sesuatu yang sangat special untuk papa tercintanya.
Ayu sibuk berkutat dengan bumbu-bumbu dan nasi yang ia simpan di dalam kulkas tadi malam. Bumbu-bumbu pun ia masukkan hingga keluar bau harum semerbak memenuhi ruangan. Mengundang selera orang yang menciumnya. Termasuk Dika yang sedang berolah raga di ruang kebugaran yang tak jauh dari tempatnya berada.
Dika segera menghentikan kegiatannya.
“Kamu bikin apa, Lea. Sedap benar,” kata Dika sambil mendekap Ayu dari belakang dan meletakkan kepalanya di bahu Ayu.
Ayu segera mematikan kompornya dan berbalik. Di menatap Dika dengan muka dilipat.
“Papa salah lagi deh. Menyebalkan!” kata Ayu dengan bersungut-sungut.
Dika tersenyum sambil garuk-garuk kepala. Ia menyadari kesalahan yang sudah sekian kali ia lakukan lagi. Habis mereka mirip sekali, sih. Jangan salahkan dirinya kalau salah menyebut nama. Bahkan menyangka kalau Lea hidup kembali untuk menebus kesalahan masa lalunya.
“Eh maafkan Papa, Ayu,” kata Dika dengan tersenyum simpul sambil mencubit hidungnya dengan gemas.
“Sekarang papa duduk saja dulu, deh. Jangan ganggu Ayu. Ayu mau menyelesaikan nasi goreng spesial untuk Papa, lho.”
“Oke.” Dika segera duduk manis di meja makan sambil memperhatikan Ayu menyelesaikan masakan nasi goreng.
Dika memandangi Ayu dengan segala rasa yang berkecamuk dalam dada. Tentang rasa yang kini seakan kembali.
“Silahkan dicicipi, Papa.”
Akhirnya Ayu selesai memasak. Jadilah dua piring nasi goreng special. Ayu membawanya ke hadapan Dika. Harumnya mengundang seleranya. Ia sudah tak sabar untuk segera mencicipinya.
"Kelihatannya enak."
Dika segera mengambil seujung sendok nasi goreng special buatan Ayu. Ia menikmatinya berlahan-lahan.
“Seperti buatan mamamu. Delicious,” puji Dika.
“Tentu saja, aku kan putri mama Lea,” jawab Ayu dengan bangga.
mampir juga di karya aku ya🤭