Maya yang kecewa dengan penghinaan mantan suaminya, Reno, mencoba mencari peruntungan di kota metropolitan.. Ia ingin membuktikan kalau dirinya bukanlah orang bodoh, udik, dan pembawa sial seperti yang ditujukan Reno padanya. "Lihatlah Reno, akan aku buktikan padamu kalau aku bisa sukses dan berbanding terbalik dengan tuduhanmu, meskipun dengan cara yang tidak wajar akan aku raih semua impianku!" tekad Maya pada dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius-74, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEBENCIAN BU RATNA
Dari ambang pintu toilet, Bu Ratna menyaksikan adegan pelukan antara Maya dan Made. Hatinya mendidih melihat kedekatan mereka. Dendamnya pada Maya kembali membara.
"Dasar perempuan tidak tahu malu! Sudah kubilang jangan dekati anakku, masih saja ngeyel!" gerutu Bu Ratna sambil mengepalkan tangan.
Dengan langkah tergesa-gesa, Bu Ratna menghampiri Maya dan Made. "Maya! Apa yang kamu lakukan di sini? Sudah kubilang jangan ganggu Pram!" bentak Bu Ratna dengan nada tinggi.
Maya terkejut mendengar bentakan Bu Ratna. Ia berusaha menjelaskan, "Bu, saya hanya ingin membantu Pram memulihkan ingatannya. Dia suami saya, Bu."
"Suami katamu? Dulu saja kamu tega meninggalkannya demi laki-laki lain! Sekarang, setelah dia hilang ingatan dan menjadi orang lain, baru kamu mendekatinya lagi? Dasar perempuan munafik!" hardik Bu Ratna dengan tatapan penuh kebencian.
Sengaja ia memfitnah Maya dengan mengarang cerita di depan Made, dengan maksud untuk mencuci otak Made, agar ia membenci Maya.
Made yang bingung dengan pertengkaran itu hanya bisa terdiam. Ia tidak mengerti mengapa Bu Ratna begitu marah pada Maya.
"Ibu, ada apa ini? Kenapa Ibu membentak Maya? Lagipula, Bu Maya mau berbuat apapun dengan laki-laki lain itu bukan urusan saya," jawab Made, bingung.
"Kamu diam saja, Pram! Kamu tidak tahu apa-apa!" jawab Bu Ratna ketus.
Saat itu, mata Bu Ratna tertuju pada kain pel yang tergeletak di dekat Made. Ia semakin naik pitam melihat Pram, anaknya yang dulu selalu dimanja, kini mengepel lantai dapur.
"Ya Tuhan, Pram! Apa yang kamu lakukan?! Mengepel lantai? Ini kan tugas OB! Kamu ini bukan tukang bersih-bersih! Kamu ini bos!" teriak Bu Ratna histeris.
"Saya hanya ingin membantu, Bu. Lantainya kotor," jawab Made polos.
"Tidak! Kamu tidak boleh melakukan pekerjaan rendahan seperti ini! Kamu itu anak orang kaya, Pram! Jangan mau diperalat oleh perempuan ini!" kata Bu Ratna sambil menunjuk Maya dengan tatapan sinis.
Maya berusaha membela diri, "Bu, saya tidak pernah menyuruh Pram melakukan apa pun. Dia melakukan ini atas kemauannya sendiri."
"Alah, alasan saja kamu! Pasti kamu sudah mencuci otaknya! Dasar perempuan licik!" balas Bu Ratna dengan nada merendahkan.
Suasana semakin tegang. Made merasa tidak nyaman dengan pertengkaran itu. Ia tidak mengerti mengapa Bu Ratna begitu membenci Maya.
"Ibu, sudahlah. Saya tidak mengerti apa yang terjadi, tapi tolong jangan bertengkar di sini," pinta Made dengan nada memohon.
Bu Ratna mendengus kesal. "Awas saja kamu, Maya! Jangan harap kamu bisa merebut Pram dariku! Dia akan tetap menjadi anakku, bukan suamimu!" ancam Bu Ratna sebelum pergi meninggalkan mereka berdua.
Maya hanya bisa menghela napas panjang. Ia tahu, perjuangannya untuk mendapatkan kembali Pram tidak akan mudah. Ia harus menghadapi kebencian Bu Ratna yang begitu besar.
"Maafkan aku, Bu," ucap Made lirih, memecah keheningan di antara mereka. "Aku tidak seharusnya memeluk Ibu tadi. Itu hanya refleks, aku sungguh merasa kasihan melihat luka Bu Maya."
Maya menunduk, air mata menggenang di pelupuk matanya. "Bukan salahmu, Made. Aku yang seharusnya minta maaf. Aku yang lebih dulu memelukmu."
Suara Maya bergetar, menahan isak tangis. Ia menyesal telah melanggar batas, memanfaatkan amnesia Made untuk mendekatinya. Namun, di sisi lain, ia tidak bisa memungkiri bahwa ia merindukan Made, merindukan Pram yang dulu sangat mencintainya.
"Aku hanya berharap kamu bisa segera sembuh dari amnesia ini, Made," lanjut Maya, menatap Made dengan penuh harap. "Aku ingin kamu kembali menjadi Mas Pram, suamiku."
Made terdiam, mencerna setiap kata yang diucapkan Maya. Ia merasakan sentuhan lembut di hatinya, seolah ada ikatan yang kuat antara dirinya dan wanita yang ada dihadapannya.
Pelukan yang terjadi secara refleks tadi terasa begitu nyaman, begitu familiar. Seolah ia pernah merasakan pelukan itu sebelumnya.
Tiba-tiba, kepalanya terasa berdenyut hebat. Kilasan-kilasan memori muncul di benaknya, seperti potongan film yang terputus-putus.
Ia melihat seorang wanita cantik yang sangat mirip dengan Maya, mengenakan gaun pengantin yang indah.. Sementara ia berdiri disamping wanita tersebut dengan stelan jas pengantin warna senada.
"Apakah ini nyata?" batin Made, memegangi kepalanya yang terasa sakit. "Apakah aku benar-benar pernah menikah dengan Maya, seperti yang dia bilang?"
Namun, kebingungan Made semakin bertambah ketika ia teringat akan istrinya Murni.
"Ya Tuhan, apa yang terjadi?" gumam Made, kebingungan melanda dirinya. "Siapa Maya sebenarnya? Mengapa aku merasa begitu dekat dengannya? Dan bagaimana dengan Murni, istriku yang sedang mengandung anakku?"
Made merasa seperti berada di persimpangan jalan, dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama penting.
Ia mencintai Murni, istrinya yang manja dan sangat ia sayangi. Namun, ia juga merasakan sesuatu yang istimewa terhadap Maya, wanita yang mengaku sebagai istrinya dan memberinya kenyamanan yang tak terlukiskan.
"Aku harus bagaimana?" ratap Made dalam hati. "Aku tidak ingin menyakiti siapa pun. Tapi aku juga tidak bisa terus hidup dalam kebingungan seperti ini."
Tiba-tiba dari arah belakang, suara Bu Ratna mengagetkan Maya dan Made. "Pram, ini sudah malam, hampir jam 11 malam.. Mamah juga akan pulang, supir sudah nunggu diluar. Mamah akan antar kamu pulang. Atau mulai hari ini, kamu ikut sama mamah saja pulang ke rumah mamah."
Jelas Made merasa terkejut mendengar Bu Ratna tiba-tiba menyebut dirinya mamah.. Apalagi ia harus tinggal bersama Bu Ratna?
Made yang belum pulih ingatannya, sudah barang tentu tak bisa menerima itu semua.
"Maaf Bu, saya belum bisa manggil ibu dengan sebutan yang ibu bilang.. Saya juga belum bisa tinggal di rumah ibu. Tapi saya ucapkan terimakasih atas kebaikan ibu," jawab Made. Lalu ia pamit pulang pada Maya dan Bu Ratna, berhubung hari sudah menjelang malam.
"Iya Made, hati-hati di jalan!" jawab Maya. Hati kecilnya terasa berat jika Made minta izin pulang, meninggalkannya.
Sebelum Bu Ratna mengejar Made, ia menyempatkan diri mendekati Maya. "Heh Maya, awas ya! jangan sekali-kali lagi kamu dekati Pram! Aku sudah muak dengan kamu. Ingat itu!! Jika kamu tidak mau menyesal di kemudian hari." ancam Bu Ratna.
Maya berdiri tegak di hadapan Bu Ratna, dadanya naik turun menahan amarah yang sudah lama ia pendam. Di wajahnya masih terasa perih bekas siraman kopi panas akibat perbuatan Bu Ratna yang selalu merendahkannya.
"Cukup, Bu! Saya sudah muak dengan semua ini," ucap Maya dengan suara bergetar, namun penuh tekad. "Saya akan laporkan Ibu ke polisi atas tindakan kekerasan ini. Ada pasal KUHP yang jelas mengatur tentang KDRT, dan saya punya bukti CCTV serta saksi, Made sendiri."
Bu Ratna, yang selama ini selalu bersikap angkuh, tampak terkejut. Ia mencoba mengelak, "Itu tidak sengaja, Maya. Ibu tidak bermaksud begitu."
"Tidak sengaja, Ibu bilang?" Maya tersenyum sinis. "Sudah cukup alasan saya untuk tidak percaya lagi pada setiap ucapan Ibu. Tapi, saya masih memberi Ibu kesempatan. Jika Ibu tidak ingin berurusan dengan polisi dan berakhir di penjara, jangan halangi saya untuk mendekati Made."
Bu Ratna mengerutkan kening, bingung. "Mendekati Made? Untuk apa?"
"Untuk membuatnya ingat bahwa dia adalah mas Pram, suami saya. Ibu sudah mencuci otaknya dengan membuat cerita palsu dan memfitnah saya. Saya tidak terima itu! Saya akan mengatakan kebenaran, siapa saya dan siapa Made. Kita saling mencintai," jawab Maya tegas.
"Kamu gila, Maya!" bentak Bu Ratna. "Made adalah anak saya, bukan suamimu!"
"Kita lihat saja nanti, Bu," balas Maya dengan nada mengancam.
"Pilihan ada di tangan Ibu. Biarkan saya mendekati Made dan membuktikan kebenaran? atau Ibu akan berhadapan dengan hukum." Maya berbalik, meninggalkan Bu Ratna yang terdiam dengan wajah penuh amarah dan kebingungan.