Calon suami Rania direbut oleh adik kandungnya sendiri. Apa Rania akan diam saja dan merelakan calon suaminya? Tentu saja tidak! Rania membalaskan dendamnya dengan cara yang lebih sakit, meski harus merelakan dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sweetiemiliky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 : Empat bulan kandungan, dan bertemu ibu mertua
Terhitung sudah dua bulan Ryan menepati janji untuk tidak kasar lagi, Rania bersyukur akan hal itu dan mulai menerima Ryan kembali. Berlarut-larut dalam satu masalah juga hanya akan membuatnya pusing dan terjebak dalam kubangan takut terus menerus.
Rania kembali melanjutkan hobi melukisnya, sesekali akan terjual dan menghasilkan uang. Tapi anehnya, uang miliknya tidak sebanding dengan uang belanjaan yang Ryan berikan padanya.
Batinnya selalu bertanya-tanya, darimana Ryan mendapatkan banyak uang untuk kebutuhan sehari-hari? Padahal dia tidak bekerja. Apa Ryan memiliki peliharaan semacam ... Hantu penghasil uang?
"Aku pergi keluar sebentar menemani Onad. Kemungkinan akan pulang saat sore, jadi kau jangan sampai sore disini saat aku tidak ada dirumah."
Rania suka melukis disamping rumah, disana ada banyak hasil karya yang sudah selesai dikerjakan. Ryan tidak mempermasalahkan hal tersebut, bahkan terkadang ia menemani Rania melukis satu lukisan sampai selesai, dia mulai betah dirumah sekarang.
Kuas ditangan kanan, diletakkan diatas palet. Rania berdiri dari duduknya dan menghampiri Ryan setelahnya.
"Kemana?" Tangan kirinya bergerak mengusap perut bagian bawah. Perutnya mulai membuncit diusia empat bulan ini.
Mengangkat ke-dua bahunya tanda tidak tahu. Sedangkan sorot mata tertuju penuh ke arah perut buncit istrinya, Ryan tidak bisa menahan diri untuk untuk mengusapnya sesaat setelah Rania berdiri didepannya.
"Aku tidak tahu, Onad tidak bilang ingin ditemani kemana."
"Memangnya harus sekali ditemani?"
"Ya ... Seperti itulah dia."
Kepalanya mengangguk-angguk. "Jangan pulang terlalu sore agar tidak kelelahan. Kamu tidak lupa, 'kan, besok kita akan berkunjung ke rumah ayah."
Ryan mengangguk tahu. Tangannya masih bergerak mengusap lembut permukaan perut Rania, hal ini begitu candu dia lakukan. Setiap hari, setiap pagi, setiap ada kesempatan pasti Ryan melakukannya.
"Aku berangkat," Katanya setelah menjauhkan diri dari perut Rania. "Jangan lupa makan."
Memutar bola matanya malas. "Kita baru saja selesai makan."
"Ya ... Maksudku nanti siang."
Setelah kepergian Ryan, Rania kembali ke kursi hendak melanjutkan kegiatan. Tapi belum ada dua menit memegang kuas, tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar, dan suara tersebut berasal dari pintu utama.
"Siapa?" Dahinya mengerut heran. Karena penasaran, Rania segera masuk ke dalam rumah, lalu membuka pintu dari dalam.
Begitu pintu terbuka, dari balik pintu menampilkan sosok perempuan seusia dengan Mina, tapi penampilannya masih mengikuti jaman. Manik Rania berkedip pelan, ia tidak mengenali siapa perempuan itu.
"Siapa kamu?" Perempuan itu lebih dulu menyapa. Mengamati penampilan Rania dari atas-bawah begitupun sebaliknya, berakhir pada perut buncit Rania. "Kamu sedang hamil? Kenapa ada dirumah saya?"
"Rumah ibu?"
"Iya! Ini rumah saya! Kamu penyusup?"
Buru-buru menggeleng cepat. "Bukan. Saya memang tinggal disini, Bu. Sudah sekitar dua bulan lebih."
"Dimana anak saya?"
"Anak—,"
"Si Ryan! Dia anak saya. Dimana dia sekarang?"
Dalam kebingungan, Rania masih mampu menjawab pertanyaan perempuan dihadapannya.
"Ryan baru saja pergi. Dia ada urusan dengan temannya, saya tidak tahu kemana karena dia tidak bilang."
Puspa kembali melirik perut Rania. Kepalanya penuh dengan pertanyaan siapa perempuan hamil dihadapannya kini? Kenapa dia tinggal disini, dan mengenal Ryan? Tanpa sadar kepala Puspa menggeleng karena pusing menebak-nebak.
"Kamu siapa? Apa teman anak saya? Kenapa bisa tinggal dirumah ini?" Nada suaranya berubah sedikit lebih tenang. Lagipula kalau dilihat-lihat, perempuan hamil itu tidak terlihat seperti orang jahat.
"Saya istrinya Ryan. Kami sudah menikah—,"
Tidak sempat kalimat Rania terucap dengan sempurna, sosok perempuan setengah baya itu sudah jatuh terduduk, terlihat linglung dalam beberapa saat.
Rania merendahkan tubuhnya. "Ibu tidak apa-apa?"
Napas Puspa terdengar berat. Rania langsung merasa panik tentu saja, namun sayangnya ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menemani Puspa sampai merasa lebih baik. Setidaknya tangan kanan Rania bergerak mengusap-usap punggung Puspa.
"Kapan pernikahan itu terjadi?" Tanya Puspa dengan nada lirihnya. Dia mulai menangis karena tak tahu menahu soal pernikahan putranya sendiri.
"Lebih baik kita sambung pembicaraan ini didalam saja ya, Bu? Tidak enak kalau sampai dilihat tetangga."
Puspa menurut. Berdiri dibantu oleh Rania, lalu digiring menuju sofa untuk duduk. Tangisannya belum reda sama sekali sampai Rania mulai menjelaskan.
"Kami memang sudah menikah, sekitar dua bulan? Atau, mungkin tiga bulan tepat. Itu ... Pernikahan kami bisa dibilang hanya pernikahan sederhana dan seadanya saja. Tidak ada orang lain yang tahu selain keluarga."
"Tapi saya ibunya Ryan, saya bukan orang lain. Dan saya tidak tahu menahu soal pernikahan kalian."
Sontak saja manik Rania membulat karena terkejut. Ibu? Batinnya bertanya-tanya. Bukankah saat pertama kali datang ke sini, Ryan bilang kalau dia sudah tidak memiliki ibu? Apa dia bohong? Dilihat-lihat dari struktur wajahnya pun memang mirip dengan Ryan.
"Anda ibunya Ryan?" Rania berhati-hati saat bertanya kepada Puspa. Takut menyinggung perasaan perempuan yang masih menangis itu.
"Kamu tidak tahu?"
Menggeleng penuh sesal. "Suamiku bilang kalau dia sudah tidak memiliki ibu."
Tangan Puspa bergerak menyentuh dada. Mendengar Ryan sudah menikah saja rasanya sangat sakit, apalagi mendengar kalau Ryan tidak menganggapnya masih hidup, berkali-kali lipat rasa sakitnya.
Rania menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Puspa. Lantas, tangan kirinya bergerak mengusap lembut punggung Puspa untuk menenangkan.
"Maaf. Tapi aku benar-benar tidak tahu kalau ternyata suamiku masih memiliki ibu. Saat itu dia datang ke rumahku sendirian, hanya ditemani tiga temannya. Jadi, aku langsung percaya begitu saja saat suamiku bilang kalau dia sudah tidak memiliki ibu."
"Jangan minta maaf, kamu tidak salah. Mungkin Ryan masih belum memaafkan orang tuanya. Saya mengakui kok, kalau saya memang salah."
"Apa sebenarnya suamiku juga masih memiliki ayah, Bu?"
"Ya, tentu saja. Orang tuanya masih lengkap. Tapi kami menelantarkan dia sejak remaja, kami tidak bisa menurunkan ego masing-masing untuk Ryan pada saat itu hingga semua ini terjadi. Aku tidak tahu bagaimana hidup Ryan setelah kami pergi dari rumah ini."
Sangat buruk, batin Rania. Selain meniduri banyak wanita, judi, Ryan juga sering mabuk. Semua sikap buruk Ryan, kini ia tahu apa penyebabnya. Ryan terlalu frustasi menghadapi kondisi keluarganya sejak remaja.
Dan Rania juga tahu kenapa rumah ini sangat berantakan saat dia datang.
"Apa kamu sedang hamil, nak?"
Tangan ibu Ryan terulur mengusap perut Rania. Membuat sang empu menunduk menatap perutnya yang sedang diusap-usap.
"Dia berusia empat bulan sekarang."
Puspa terdiam mendengar perkataan Rania. Masih teringat jelas, Rania bilang kalau dia baru menikah dan tinggal dirumah ini selama tiga bulan, 'kan? Tapi kenapa usia kandungannya sudah empat bulan?
iri dengki trus km gedein....
trus"in aja km pupuk iri dengkimu trhdp rania.... yg sdh sll mngalah & brkorban demi km manusia yg g brguna.... km yg bkaln hncur ambar... oleh sikapmu yg tamak & g ngotak...
bkal nyesel km klo smpe trjadi hal buruk trhdp rania dan ankmu....
untuk bu mina.... gmn... puas km mlihat pnderitaan ank yg tak penah km kasihi.... krna ksih sayangmu sdh km habiskn untuk ank mas'mu yg sialan itu...
hidupmu itu tak tau diri... dri dlu sll jdi kang rebut yg bukan milikmu.... benalu... tukang fitnah...
yakinlah ambar.... hidupmu tak akn prnah brjumpa dgn yg namanya bahagia dan ketenangan....
smoga sja ryan kedepannya bisa berubah & sll brfikir dgn akal sehat.... tak mudah tesulut emosi... krna sbntr lgi akn mnjadi ayah..
krna dunia ibumu hnya untuk ank kesayangannya yg durjana....
yakinlah.... kelak ank ksayangannya tak akn mau mngulurkn tangannya untuk merawat org tuanya....
hobi merampas yg bukan milikmu....
tunggulah azab atas smua kbusukanmu ambar...
tak kn prnah bahagia hidupmu yg sll dlm kcurangan...
👍👍