NovelToon NovelToon
Dulu Kakak Iparku, Kini Suamiku

Dulu Kakak Iparku, Kini Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / CEO / Janda / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Itz_zara

Selena tak pernah menyangka hidupnya akan seindah sekaligus serumit ini.

Dulu, Daren adalah kakak iparnya—lelaki pendiam yang selalu menjaga jarak. Tapi sejak suaminya meninggal, hanya Daren yang tetap ada… menjaga dirinya dan Arunika dengan kesabaran yang nyaris tanpa batas.

Cinta itu datang perlahan—bukan untuk menggantikan, tapi untuk menyembuhkan.
Kini, Selena berdiri di antara kenangan masa lalu dan kebahagiaan baru yang Tuhan hadiahkan lewat seseorang yang dulu tak pernah ia bayangkan akan ia panggil suami.

“Kadang cinta kedua bukan berarti menggantikan, tapi melanjutkan doa yang pernah terhenti di tengah kehilangan.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itz_zara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Pergantian Pemimpin

Pagi itu, suasana kantor terasa sedikit berbeda dari biasanya. Para karyawan sudah berkumpul di ruang utama, berdiri rapi dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu. Udara dipenuhi aroma kopi hangat dan sedikit ketegangan yang samar.

Argantara, pemilik sekaligus direktur utama perusahaan itu, berdiri di depan ruangan dengan senyum hangat yang khas. Di sampingnya, seorang pria berperawakan tinggi dengan wajah tegas namun tenang berdiri tegap. Jas abu tua yang ia kenakan menambah kesan berwibawa.

“Selamat pagi semuanya,” suara Arga terdengar lembut, tapi mengandung wibawa yang tak bisa diabaikan. “Hari ini saya ingin memperkenalkan pimpinan baru kalian—seseorang yang sudah tidak asing lagi bagi sebagian dari kita.”

Beberapa karyawan mulai berbisik pelan, penasaran.

“Mulai hari ini, posisi Kepala Divisi Operasional akan dipegang oleh Daren Aurelio Vance,” lanjut Arga sambil menepuk bahu putranya dengan bangga. “Saya harap kalian bisa bekerja sama dan mendukung sepenuhnya.”

Tepuk tangan pun terdengar serentak. Daren menunduk sopan, bibirnya menampilkan senyum tipis.

“Terima kasih, Papa,” ucapnya tenang. “Dan terima kasih juga untuk semua rekan kerja yang sudah menyambut saya dengan hangat. Saya akan berusaha sebaik mungkin agar divisi ini semakin solid.”

Nada suaranya tegas namun menenangkan. Beberapa karyawan perempuan tampak saling berbisik—karisma Daren memang sulit diabaikan.

Setelah sesi perkenalan selesai, Arga menepuk bahu anaknya sekali lagi. Tatapan matanya lembut, tapi sarat makna.

“Papa percaya kamu bisa, Ren,” katanya pelan, lalu menambahkan dengan suara yang sedikit bergetar, “Maaf kalau akhirnya kamu harus melanjutkan perusahaan ini… menggantikan posisi yang seharusnya milik adikmu.”

Suasana yang semula hangat mendadak berubah hening. Beberapa karyawan menunduk hormat, menyadari beban di balik kalimat itu. Nama Kavi Vance—adik Daren yang telah tiada—selalu membawa luka yang belum sepenuhnya sembuh bagi keluarga mereka.

Daren menatap ayahnya dalam diam, lalu mengangguk perlahan.

“Papa nggak perlu minta maaf,” katanya tenang, meski suaranya bergetar halus. “Aku tahu… ini juga yang Kavi mau. Aku cuma berusaha meneruskan apa yang sudah dia mulai.”

Senyum tipis muncul di bibir Arga, meski matanya sedikit berkaca.

“Kavi pasti bangga, Nak,” ucapnya lirih. “Dan Papa juga.”

Daren menunduk hormat sebelum keduanya saling berjabat tangan—bukan sekadar antara atasan dan bawahan, tapi antara ayah dan anak yang sama-sama memikul beban kehilangan.

Tepuk tangan kembali terdengar, kali ini hangat dan tulus.

---

Sore harinya, selepas bekerja, Daren menyempatkan diri mampir ke rumah Selena untuk memberikan mainan pada Arunika, keponakan kecil yang sangat ia sayangi.

“Arunikaaa… Pakde datang!” seru Daren begitu pintu dibuka oleh Bi Nana.

“Depa!” suara kecil itu melengking riang. Gadis mungil berambut dua kepang itu langsung berlari dari ruang tamu dan menubruk kaki Daren. Tangannya melingkar di pinggang pria itu dengan tawa renyah yang menggetarkan suasana rumah.

Daren tertawa kecil sambil mengelus kepala bocah itu.

“Hei, pelan-pelan dong, nanti jatuh,” ujarnya lembut. “Pakde bawa sesuatu, lho.”

“Mainan baru?” tanya Arunika antusias, matanya berkilau.

Daren mengangguk kecil, mengeluarkan kotak berwarna pastel dari tas kertas. “Coba tebak ini apa?”

Arunika langsung duduk di lantai, membuka bungkusnya dengan hati-hati. Begitu melihat isinya—rumah boneka kayu lengkap dengan perabotan miniatur—ia menjerit kecil kegirangan.

“Depa, ini lucu banget! Aku mau taruh di kamar!” serunya sambil memeluk Daren erat.

Daren tertawa, menepuk punggung mungilnya. “Nanti Pakde bantu rakit, ya.”

“Janji?”

“Janji,” jawab Daren sambil mengaitkan jari kelingkingnya. Arunika pun mengikuti dengan serius, seolah janji itu adalah hal paling penting di dunia.

Dari ambang pintu, Selena berdiri memperhatikan keduanya dalam diam. Gaun rumah biru muda yang ia kenakan membuatnya tampak sederhana tapi anggun. Ada senyum lembut di bibirnya, tapi juga sesuatu yang getir di balik sorot matanya.

“Wah, dapat apa itu dari Pakde?” tanyanya sambil berjalan mendekat.

Arunika menoleh dengan wajah berseri. “Rumah boneka, Ma! Nanti Pakde bantu pasang, ya boleh ya?”

Selena tersenyum, matanya sekilas menatap Daren. “Boleh, sayang. Tapi sekarang ajak dulu Pakdemu duduk, ya. Mama mau buatkan minum.”

“Pakde duduk sini!” seru Arunika sambil menarik tangan Daren ke sofa. Daren hanya tertawa, mengikuti langkah kecil itu dengan sabar.

Namun ketika Selena berbalik hendak ke dapur, Daren buru-buru berkata,

“Eh, Len, nggak usah repot. Aku cuma sebentar kok, cuma mau kasih mainan ini aja.”

Selena berhenti di ambang pintu, menatap Daren tanpa ekspresi jelas. “Kamu selalu bilang ‘sebentar’, Kak,” ucapnya pelan. “Tapi setiap kali datang, kamu pasti pulang setelah Arunika tertidur.”

Daren menggaruk tengkuknya, sedikit kikuk. “Ya… dia selalu minta main dulu. Aku nggak tega nolak.”

Selena menunduk, matanya menerawang sesaat. “Dan aku juga nggak tega kalau kamu terus mementingkan Aru sampai lupa kalau kamu juga perlu bahagia,” gumamnya lirih—hampir tak terdengar.

“Apa?” tanya Daren bingung.

Selena cepat-cepat menggeleng, tersenyum menutupinya. “Nggak, cuma bilang kamu masih sama kayak dulu—nggak berubah, masih gampang luluh kalau udah urusan Aru.”

Daren terkekeh kecil. “Kalau soal Aru, siapa sih yang nggak bakal luluh? Dia satu-satunya keponakan aku.”

Senyum Selena menipis. Ada diam yang menurun perlahan antara mereka.

“Baiklah,” katanya akhirnya, lembut. “Aku buatin kopi ya, kayak biasa. Kamu masih suka yang manis kan?”

“Masih,” jawab Daren pelan, menatap punggung wanita itu dengan perasaan yang sulit dijelaskan—rindu, bersalah, dan sesuatu yang dulu sempat tumbuh tapi terpaksa ia kubur dalam-dalam.

Sementara itu, Arunika duduk di lantai, sibuk memasang bagian atap rumah bonekanya.

“Pakde, ini gimana? Susah banget pasangnya!”

Daren tertawa kecil dan ikut jongkok. “Sini, Pakde bantu. Tapi kamu pegang pintunya, jangan sampai kebalik ya.”

“Iyaaa!” jawab Arunika riang.

Dari dapur, Selena menatap pemandangan itu diam-diam. Senyum lembut menghiasi wajahnya, tapi matanya berkaca.

Pemandangan itu—Daren dengan Arunika, tawa mereka yang mengisi ruang kosong rumahnya—membuat dada terasa sesak.

“Andai Papah kamu masih ada ya, sayang…” bisiknya pelan, hampir tanpa suara.

Ia menghela napas panjang, menatap uap kopi yang perlahan menipis.

Satu hal yang ia tahu pasti: dalam tawa hangat sore itu, ada kenangan yang belum selesai.

---

“Daren, Mama mau ngomong.”

Suara itu terdengar lembut namun tegas dari arah taman belakang rumah keluarga Vance. Daren yang baru saja turun dari mobil menoleh, mendapati sang ibu—Sekar—sedang duduk di bangku taman sambil memandangi kolam kecil yang tenang.

Udara sore itu terasa lembap, dedaunan bergerak pelan diterpa angin. Sekar tampak anggun dengan balutan blus krem sederhana, namun gurat lelah di wajahnya tak bisa disembunyikan.

Daren menghampiri, lalu duduk di samping ibunya.

“Ada apa, Mah? Tumben manggilnya serius banget,” ujarnya pelan.

Sekar menatap wajah putranya sejenak, seolah menimbang kata. “Mama cuma ingin tahu,” katanya akhirnya, suaranya nyaris seperti bisikan, “kalau… Mama menjodohkan kamu dengan Selena, kamu mau?”

Daren spontan menoleh, ekspresinya kaget. “Menjodohkan? Mah…” Ia mengembuskan napas, berusaha menata pikirannya. “Kenapa tiba-tiba ngomong gitu?”

Sekar menghela napas panjang, menatap kolam di depannya. “Kamu tahu sendiri, Ren… Selena sudah lama sendiri. Dan kamu juga,” katanya lembut tapi sarat makna. “Arunika butuh sosok ayah. Kamu dekat dengannya, kamu juga sayang sama anak itu. Bukankah… ini bisa jadi cara yang baik? Kamu bisa gantikan posisi Kavi di hidup mereka.”

Kata-kata terakhir itu menggantung di udara, berat.

Daren terdiam cukup lama. Ia menunduk, menatap jemarinya yang saling bertaut. “Mama…” ucapnya pelan, “aku nggak bisa gantikan Kavi. Nggak ada yang bisa.”

Sekar menatap putranya, matanya berkaca. “Mama tahu. Tapi hidup harus jalan terus, Nak. Kadang cinta datang bukan karena dicari, tapi karena sudah lama ada di sekitar kita tanpa kita sadari.”

Daren tersenyum kecil, getir. “Aku tahu maksud Mama baik. Tapi aku nggak mau Selena berpikir aku cuma datang karena rasa kasihan… atau karena nama Kavi.”

“Ren—”

“Selena itu masih menyimpan luka, Mah,” potong Daren pelan tapi tegas. “Dia kehilangan suaminya, kehilangan masa depan yang udah dia rencanain. Aku nggak mau jadi bayangan dari seseorang yang dia cintai. Aku nggak mau dia tersiksa lagi cuma karena harus berpura-pura bahagia.”

Larissa terdiam, menatap anak sulungnya itu lama. Ada kebanggaan dan juga kesedihan di dalam matanya.

“Kamu benar-benar mirip Kavi,” katanya akhirnya, dengan senyum yang hampir tak terlihat. “Tapi juga sangat berbeda.”

Daren menatap ibunya. “Aku cuma ingin Arunika bahagia, Mah. Dan kalau Selena bahagia tanpa aku… aku juga rela.”

Keheningan kembali menyelimuti taman. Hanya suara air mancur kecil yang terdengar samar di antara hembusan angin sore.

Sekar akhirnya mengangguk pelan. “Baiklah, Mama nggak akan maksa. Tapi satu hal, Ren,” katanya lembut. “Kalau suatu hari nanti hatimu bilang kamu mencintai dia, jangan lagi kamu tahan.”

Daren tersenyum samar. “Aku janji, Mah.”

Sekar menepuk pelan tangan putranya, lalu berdiri. “Sekarang masuklah. Papa kamu pasti sudah nunggu di ruang makan.”

Daren mengangguk dan berdiri, tapi sebelum ibunya melangkah pergi, ia menatap punggung wanita itu dan berucap lirih,

“Terima kasih, Mah. Karena selalu mikirin kebahagiaan orang lain, bahkan saat hati Mama sendiri belum tentu tenang.”

Sekar menoleh, tersenyum tipis—senyum yang menyimpan banyak luka dan cinta seorang ibu.

“Begitulah hidup, Nak. Kadang yang paling tenang justru yang paling hancur duluan.”

Saat Daren dan Sekar melangkah masuk ke rumah, aroma masakan hangat menyambutnya, tapi entah kenapa terasa begitu hampa.

Di ruang makan, Arga sudah duduk dengan wajah serius, sementara Sekar langsung berjalan ke arah tempat duduknya.

Dan di antara percakapan-percakapan kecil yang tampak biasa, sesuatu perlahan bergeser.

Ada beban yang belum selesai.

Ada cinta yang belum diucapkan.

Dan ada rahasia yang sebentar lagi akan mulai terungkap—perlahan, lewat makan malam yang terlihat tenang tapi menyimpan badai.

---

Guys! Kalau semua bab dari Bab 1 sampai bab terbaru dan seterusnya sudah tembus 50 like lebih, aku bakal update 2x sehari! Dukungan kalian berarti banget untuk aku yaa 💖

1
Favmatcha_girl
lanjutkan thor💪
Favmatcha_girl
perhatian sekali bapak satu ini
Favmatcha_girl
lanjutkan 💪
Favmatcha_girl
cemburu bilang, Sel
Favmatcha_girl
ayah able banget ya
Favmatcha_girl
cemburu ya🤭
Favmatcha_girl
pelan-pelan mulai berubah ya
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Itz_zara: besok lagi ya, belum ada draft baru🙏
total 2 replies
Favmatcha_girl
memanfaatkan orang🤭
Favmatcha_girl
Honeymoon Sel
Favmatcha_girl
Dah lama gak liat sunset
Favmatcha_girl
dramatis banget 🤭
Favmatcha_girl
ikutan dong
Favmatcha_girl
ngomong yang keras
Favmatcha_girl
aw terharu juga
Favmatcha_girl
itu mah maunya lo
Favmatcha_girl
Alasan itu
Favmatcha_girl
kenapa yak setiap cowok gitu😌
Favmatcha_girl
Yeyyyy
Favmatcha_girl
Asik rumah kita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!