Romlah tak menyangka jika dia akan melihat suaminya yang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, bahkan sahabatnya itu sudah melahirkan anak suaminya.
Di saat dia ingin bertanya kenapa keduanya berselingkuh, dia malah dianiaya oleh keduanya. Bahkan, di saat dia sedang sekarat, keduanya malah menyiramkan minyak tanah ke tubuh Romlah dan membakar tubuh wanita itu.
"Sampai mati pun aku tidak akan rela jika kalian bersatu, aku akan terus mengganggu hidup kalian," ujar Romlah ketika melihat kepergian keduanya.
Napas Romlah sudah tersenggal, dia hampir mati. Di saat wanita itu meregang nyawa, iblis datang dengan segala rayuannya.
"Jangan takut, aku akan membantu kamu membalas dendam. Cukup katakan iya, setelah kamu mati, kamu akan menjadi budakku dan aku akan membantu kamu untuk membalas dendam."
Balasan seperti apa yang dijanjikan oleh iblis?
Yuk baca ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BDN Bab 15
Sugeng diam mematung melihat satpam yang berjaga di depan restoran miliknya, pria itu terlihat begitu muda, tetapi wajahnya begitu mirip dengan Trisno. Jika dilihat lihat, pria itu nampak seumuran dengan dirinya. Bukan seperti pria tua yang jadi mertuanya.
Walaupun wajah pria itu muda dan juga tampan, tetapi Sugeng bisa melihat ada bekas luka yang begitu lebar di kedua tangan pria itu. Seingatnya, satpam yang berjaga di depan resto miliknya itu sudah tua.
'Kenapa bisa begitu mirip wajahnya dengan Trisno? Apakah mungkin dia itu bereinkarnasi seperti di film Cina?' tanya Sugeng dalam hati.
Melihat Sugeng yang hanya diam saja, satpam yang sejak tadi berjaga langsung menghampiri Sugeng. Lalu, pria muda iltu langsung bertanya kepada Sugeng.
"Maaf, Bapak siapa ya? Mau makan di sini atau bagaimana? Kenapa malah diam saja? Atau Bapak punya niat jahat, makannya Bapak diam karena sedang memikirkan cara agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal dari restoran ini. Benar begitu?"
Sugeng terlihat emosi mendapatkan pertanyaan seperti itu, karena pada kenyataannya dia yang memiliki restoran itu, tetapi malah dia yang dituduh sebagai orang jahat. Sugeng jadi bertanya-tanya di dalam hatinya, apakah wajahnya begitu mirip dengan penjahat?
"Sembarangan kamu itu, saya adalah pemilik restoran ini. Justru saya yang seharusnya bertanya sama kamu, siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu ada di depan restoran milik saya?"
"Ya ampun, maaf, Pak bos. Saya nggak tahu kalau Pak bos adalah pemilik restoran ini, tapi sepertinya Pak bos nggak perlu bertanya siapa saya, karena dari seragam yang saya pakai saja pasti Pak bos pasti tahu kalau saya satpam baru di sini."
Kurang ajar sekali, pikir Sugeng. Karena satpam baru itu bisa sekali menjawab apa yang dia katakan, bahkan dia merasa kalau pria itu sangat kurang ajar dalam menjawab pertanyaannya.
"Saya tahu kalau kamu seorang satpam, tapi siapa yang menerima kamu bekerja di restoran saya ini?"
"Oh! Orang kepercayaan Pak bos, Pak Maman. Kemarin satpam yang bisa berjaga di sini meninggal dunia, jadi saya langsung diterima untuk bekerja di sini."
"Orang mana kamu?" tanya Sugeng penasaran dengan tatapan matanya yang tidak teralihkan dari wajah pria yang ada di hadapannya.
"Orang Jogja, Pak bos. Tapi sudah lama tinggal di kota, sudah tiga puluh tahun."
"Hah? Tiga puluh tahun? Usia kamu saja kau dilihatnya tidak ada 30 tahun loh! Kamu itu jangan bercanda terus sama saya!" sentak Sugeng.
"Hehehe, maaf Pak bos. Maksud saya, kedua orang tua saya orang Jogja, tapi saya dilahirkan di kota. Jadi, dari bayi sampai sekarang saya tinggal di sini."
"Ya sudah, bekerjalah dengan baik. Terus, itu kenapa kedua tangan kamu itu memiliki bekas luka yang lebar?"
"Oh, saya pernah mengalami kecelakaan mobil Pak bos. Mobilnya hangus terbakar, kedua tangan saya ini terkena pecahan kaca mobil. Jadinya lukanya lebar seperti ini."
Jantung Sugeng berdebar dengan begitu cepat, dia begitu kaget dan juga takut mendengar apa yang dikatakan oleh satpam itu. Apalagi ketika melihat senyum dari pria itu, senyum yang terkesan aneh dan misterius.
Dia langsung teringat di mana dirinya membakar mobil Trisno secara sengaja. Namun, jika yang di hadapannya adalah Trisno, rasanya tidak mungkin. Karena selain pria yang ada di hadapannya itu masih sangat muda, hanya ada bekas luka di kedua tangannya.
Kalo yang ada di hadapannya adalah Trisno, pasti pria itu sudah tua dan sekujur tubuhnya terkena luka bakar. Pasti mukanya sangat buruk rupa, seluruh badannya juga pasti penuh dengan luka bakar.
Kalau misalkan dia dioperasi plastik, rasanya tidak mungkin akan sesempurna ini. Rasanya tidak mungkin kalau dia menjadi muda kembali.
"Kamu beneran pernah mengalami kecelakaan mobil dan mobilnya hangus terbakar? Kok aneh ya gak mati? Harusnya kalau mobilnya terbakar kamu juga mati dong?"
"Pak bos tega banget nyumpahin saya seperti itu, mobil saya memang hangus terbakar akibat kecelakaan. Saya tak bohong," jawab Trisno.
"Kalau mobilnya terbakar, kok kamu bisa hidup sih? Wajah kamu juga biasa aja, tidak terkena luka bakar. Harusnya wajah kamu itu gosong, Trisno!"
"Itu namanya kuasa Tuhan, Pak bos. Alhamdulillah saya masih diselamatkan, tapi sebenarnya bukan kecelakaan sih. Lebih tepatnya, mobil saya sengaja ada yang bakar."
Jantung Sugeng seakan handak copot dari tempatnya mendengar apa yang dikatakan oleh Trisno, pria muda yang ada di hadapannya itu mampu membuat dirinya terus katar ketir.
"Maksud kamu itu bagaimana sih? Kamu mempunyai musuh dan sengaja ingin dibakar oleh musuh kamu?"
"Saya itu orang baik, Pak bos. Saya itu nolongin anjing kejepit, jadinya ya begitu kalau nolongin anjing kejepit, kita tolongin tapi anjingnya malah gigit."
Sugeng menelan ludah dengan susah, karena setiap kata yang terlontar dari mulut Trisno membuat dia ketakutan setengah mati.
"Pak bos kenapa sih dari tadi nanya-nanya terus? Terus, sekarang berubah pias wajahnya. Apa Pak bos punya kesalahan kepada orang lain?"
"Sialan! Banyak omong kamu, kerja aja yang benar. Saya mau masuk, mau kerja."
Sugeng tidak ingin ketahuan kalau dirinya adalah seorang pembunuh, dia bukan hanya membunuh istrinya, tetapi juga mertuanya. Pria itu dengan cepat masuk ke dalam ruangannya.
Namun, seharian ini dia tidak bisa bekerja dengan benar, karena pikirannya terus-menerus tertuju kepada Trisno . Jika dia keluar dari dalam ruangannya dan melihat Trisno, bayangan mertuanya yang terbakar di dalam mobil terbayang-bayang terus dan terus.
Dia merasa hampir gila, sampai sore hari dia bahkan tetap tidak fokus dalam bekerja, tapi untuk pulang dia merasa malas kalau bertemu dengan Inah.
Baru kali ini dia merasa bosan terhadap istrinya, padahal dari dulu dia berharap kalau istri pertamanya mati dan bisa terus bersama dengan istri keduanya.
"Ck! Sudah malam aja, harus pulang walaupun malas."
Sugeng keluar dari dalam restorannya, dia tidak langsung masuk ke dalam mobilnya, tetapi dia malah berdiri di dekat pohon yang tidak jauh dari mobil. Pria itu malah menyandarkan tubuhnya ke pohon sambil melamun.
Cukup lama pria itu berdiri, setelah beberapa saat dia merasa pegal dan memutuskan untuk duduk di bangku yang tidak jauh dari sana. Pria itu mengambil sebatang rokok, lalu dia selipkan pada mulutnya.
Pria itu mengambil korek kayu, menyalakannya dan bersiap menyundut rokok yang ada pada bibirnya. Namun, tiba-tiba saja ada Trisno datang dan mengambil korek kayu itu.
Lalu, Trisno melemparkan korek kayu yang menyala itu pada tong sampah. Api langsung menyambar sampah yang ada di sana, apinya sangat besar dan hampir membakar tangan Sugeng kalau pria itu tak buru-buru berdiri dan menjauh dari sana.
"Apa yang kamu lakukan, Trisno? Apa kamu sudah gila?"