Dikhianati. Dituduh berkhianat. Dibunuh oleh orang yang dicintainya sendiri.
Putri Arvenia Velmora seharusnya sudah mati malam itu.
Namun takdir memberinya satu kesempatan—hidup kembali sebagai Lyra, gadis biasa dari kalangan rakyat.
Dengan ingatan masa lalu yang perlahan kembali, Lyra bersumpah akan merebut kembali takhta yang dirampas darinya.
Tapi segalanya menjadi rumit ketika ia bertemu Pangeran Kael…
Sang pewaris baru kerajaan—dan reinkarnasi dari pria yang dulu menghabisi nyawanya.
Antara cinta dan dendam, takhta dan kehancuran…
Lyra harus memilih: menebus masa lalu, atau menghancurkan segalanya sekali lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27: Kehendak Terkunci dan Bayangan Pengkhianatan
Lyra, Elara, dan Jax kembali ke Timur, menuju wilayah yang kini disebut Zona Karantina Timur—bekas medan pertempuran terakhir antara Eteria dan Niveria, tempat Arkisa dan Ilaria mati dalam kekacauan sihir.
Lyra bepergian dengan lebih lambat dan lebih hati-hati. Kehamilannya, meskipun masih di tahap awal, membuat Lyra rentan. Elara berjalan di samping Lyra, memastikan ramuan herbal dan sihir pelindung Warisan terus bekerja.
"Zona Karantina adalah kuburan sihir, Yang Mulia," Elara menjelaskan. "Sihir kuat yang digunakan Arkisa dan Ilaria untuk saling bunuh, terkunci di sana. Energinya mematikan bagi makhluk hidup."
"Itulah Kehendak Terkunci," kata Lyra. "Dua kehendak Ratu yang kuat, terkunci dalam kebencian abadi. Kita harus melepaskan energi itu dan mengikatnya ke dalam Kristal Kosmis."
Lyra merasakan urgensi yang menekan. Bukan hanya dari The Null, tetapi dari Kekaisaran Zephyr yang mengawasi mereka.
Saat mereka memasuki zona karantina, Lyra merasakan gelombang emosi yang menusuk: kesedihan, pengkhianatan, dan kemarahan yang ekstrem.
"Ini adalah kenangan yang terkunci," Lyra berbisik, Lyra memegang perutnya. "Mereka tidak akan membiarkan kita lewat begitu saja."
Tiba-tiba, Lyra melihat sosok seorang wanita muda di kejauhan, mengenakan zirah Niveria yang indah. Itu adalah Ilaria.
Lyra mendekat. Ilaria ilusi itu tampak sedih. "Lyra. Mengapa kau kembali? Pergilah. Kau akan mati seperti aku."
"Aku datang untuk mengambil energimu, Ilaria," kata Lyra.
"Kau tidak bisa," Ilaria menggeleng. "Energi ini milik kebencian-ku. Kebencianku pada Arkisa, yang menghancurkan hatiku. Kebencianku pada takdir yang membuatku harus membunuhnya. Jika kau mengambilnya, kau akan mengutuk Warisanmu dengan kebencian."
Lyra tersentak. "Tidak. Aku akan mengambil energi itu, dan aku akan mengubahnya menjadi kekuatan kehendak."
Di saat yang sama, Lyra merasakan kehadiran lain—sosok di sisi lain bukit. Itu adalah Arkisa, Ratu Eteria yang dikhianati, berdiri tegak dan dingin.
"Kau mengkhianati kami, Lyra," Arkisa menuduh, suaranya menusuk. "Kau mencintai Valerius, pembunuh kami. Kau tidak berhak atas takhta ini atau energi kami."
Lyra berdiri di antara dua bayangan Ratu yang bertarung, merasakan kebencian sihir yang saling merobek.
Ujian: Cinta yang diuji oleh pengkhianatan yang paling dalam.
"Aku tidak mengkhianati kalian!" teriak Lyra. "Aku hanya memilih kehendakku sendiri!"
"Tidak," kata Ilaria, mendekat. "Kau seharusnya memilih Niveria! Kau seharusnya mencintaiku sebagai saudaramu. Kau memilih laki-laki yang akan memanfaatkanku dan membunuhku!"
"Kau memilih kekuasaan, Lyra!" Arkisa menimpali. "Kau seharusnya setia pada sumpah Eteria, bukan pada gairahmu."
Lyra merasa tertekan, rasa sakit di hatinya sama nyatanya dengan rasa sakit fisik. Itu adalah kelemahan manusia Lyra yang paling rentan: penyesalan dan rasa bersalah karena perannya dalam perang.
Lyra ingat hari ketika Lyra melihat Arkisa dan Ilaria mati. Lyra ingat rasa sakit Lyra saat Lyra menyadari betapa dalam pengkhianatan Valerius.
Lyra menutup mata. Lyra memaksakan kehendak Lyra, Lyra memvisualisasikan Kristal Kosmis (Air Mata Naga + Debu Bintang) yang Lyra simpan.
Lyra membuka mata. Lyra menatap kedua bayangan itu.
"Aku minta maaf," Lyra berkata, suaranya tenang. "Aku menyesal atas apa yang Valerius lakukan padamu, Ilaria. Aku menyesal atas pengorbananku, Arkisa."
Lyra melangkah maju, Lyra menembus penghalang sihir kebencian.
"Tapi aku tidak datang untuk menebus dosaku," Lyra menyatakan. "Aku datang untuk mengambil energimu! Aku adalah Ratu Lyra Velmora, dan aku memilih kehendakku sendiri! Kebencianmu tidak akan menghancurkan Warisanku!"
Lyra mengulurkan kedua tangan Lyra. "Kalian berdua mati karena cinta dan kehendak yang salah arah. Sekarang, biarkan aku mengarahkan kehendak itu ke takdir yang benar!"
Lyra mengeluarkan Kristal Kosmis. Kristal itu berdenyut kuat, memancarkan cahaya safir dan kosmis.
"Wahai energi kebencian, aku memerintahkanmu untuk bersatu dengan Keseimbangan! Jadilah Kehendak Terkunci yang melindungi dimensi ini!"
Sihir di sekitar Lyra meledak. Angin bertiup kencang. Bayangan Arkisa dan Ilaria meraung, lalu bergetar dan bubar.
Semua energi kebencian dan pengkhianatan yang terkunci di Zona Karantina Timur mulai mengalir deras ke Kristal Kosmis di tangan Lyra.
Energi itu dingin, menyakitkan, dan kejam, tetapi Lyra menahannya. Lyra merasakan Warisan di perutnya memberikan perlindungan aneh—energi kosmis bayi itu secara naluriah menolak kebencian.
Lyra, dengan semua kehendaknya, memaksakan energi jahat itu untuk mengubah bentuk.
Prosesnya selesai. Kristal Kosmis Lyra kini berubah menjadi tiga warna:
Safir (Air Mata Naga): Energi kehendak murni.
Hitam Kosmis (Debu Bintang): Energi alam semesta dan takdir.
Merah Kusam (Kehendak Terkunci): Energi pengkhianatan yang terkontrol dan stabil.
Lyra terhuyung ke belakang. Lyra hampir pingsan, Lyra menghabiskan semua kekuatan emosionalnya.
"Yang Mulia!" Jax dan Elara bergegas membantunya.
"Sudah selesai," Lyra terengah-engah. "Tiga elemen telah bersatu. Kristal Kehendak sudah lengkap."
Elara memindai Lyra. "Energi Anda stabil, Yang Mulia. Warisan aman. Sekarang, kita harus kembali. Mahkota Keseimbangan harus ditempa!"
Tepat saat mereka berbalik, Jax berteriak.
"Pengintai! Zephyr!"
Tiga prajurit Zephyr berzirah perak muncul di bukit, senjata mereka diacungkan. Mereka bukan Entitas Bayangan, tetapi musuh manusia.
"Ratu Lyra Velmora," kata pemimpin mereka, suaranya dingin. "Kekaisaran Zephyr telah mengamati Anda. Kami tidak akan membiarkan Warisan Aerion menghancurkan tatanan dimensi kami. Serahkan artefak itu, dan kami akan menyelamatkan nyawa Anda."
Lyra tahu Lyra tidak bisa bertarung. Lyra kelelahan secara emosional dan fisik.
"Jax!"
Jax segera menyerang prajurit Zephyr. Jax bertarung dengan keahlian pengawal sejati, tetapi dia kalah jumlah.
Lyra menarik Elara. "Kita harus lari! Kita tidak punya waktu untuk bertarung dengan manusia. Kael membutuhkan Kristal ini sekarang!"
Lyra menanamkan sedikit energi sihir yang baru didapat ke dalam Kristal Kehendak dan mengarahkannya ke arah Jax. Kristal itu memancarkan cahaya pelindung sesaat.
"Jax, lari! Sampai bertemu di Istana!" perintah Lyra.
Lyra dan Elara melarikan diri, Lyra menunggang kuda tercepat mereka, sementara Jax menahan prajurit Zephyr. Lyra harus membuat keputusan yang menyakitkan: meninggalkan Jax, pengawalnya yang setia, demi Warisan.
"Saya minta maaf, Jax," Lyra berbisik, Lyra menangis.
Mereka berlari tanpa henti, menuju Eteria. Lyra tahu bahwa sekarang, Lyra tidak hanya diburu oleh kekuatan kosmis The Null, tetapi juga oleh kekuatan politik Kekaisaran Zephyr yang haus kekuasaan. Perang total kini tak terhindarkan.
“Bangkit Setelah Terluka” bukan sekadar kisah tentang kehilangan, tapi tentang keberanian untuk memaafkan, bertahan, dan mencintai diri sendiri kembali.
Luka memang meninggalkan jejak, tapi bukan untuk selamanya membuat kita lemah.
Dalam setiap air mata, tersimpan doa yang tak terucap.
Cinta, pengorbanan, dan air mata menjadi saksi perjalanan hidup seorang wanita yang hampir kehilangan segalanya—kecuali harapan.
“Bangkit Setelah Terluka” menuturkan kisah yang dekat dengan hati kita: tentang keluarga, kesetiaan, dan keajaiban ketika seseorang memilih untuk tetap bertahan meski dunia meninggalkannya.
Bacalah… dan temukan dirimu di antara setiap helai kisahnya.