Diumur yang tidak lagi muda, susah mencari cinta sejati. Ini kisahku yang sedang berkelana mencari hati yang bisa mengisi semua gairah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menagih Kado Ulang Tahun
Ayam berkokok dipagi haripun telah berbunyi, sehingga membuat ditelingaku sedikit terganggu, sebab yang ada dalam benakku sekarang hanya ingin bermalas-malasan bangun dari tempat tidur. Tubuh sudah kubalut secara kuat oleh selimut, sehingga badanpun benar-benar terasa hangat tidak dingin lagi saat udara pagi telah menusuk tulang.
Aroma khas masakan telah menusuk indra penciumanku. Dengan mata terpejam tak mengindahkan sama sekali bau makanan, yang harum dan wanginya sampai membuat perut sudah keroncongan bagai cacing-cacing didalamnya meronta minta diisi. Rasanya sungguh malas sekali untuk bangkit dari tempat pembaringan.
"Non ... non Dilla?" Suara panggil seseorang saat mataku masih terpejam.
"Non, ayo bangun. Ini sudah siang, sreeek!" suruh suara Dio membangunkanku, dengan suara besi gorden telah ditariknya kuat agar terbuka.
Matahari yang bersinar terang mengusik mata, sudah menggangu tidurku yang masih bermalasan bangun.
"Non Dilla, ayolah! Apa kamu tidak mau kerja hari ini? Sudah siang lho ini," cakap Dio yang sudah menarik-narik pelan selimutku supaya bangun.
"Aaahkgh, kamu itu bawel amat sih, Dio!"
Kekesalanku yang sudah terpaksa membuka mata.
"Ya maaf, Non. Aku cuma ingin membangunkan kamu saja. Takutnya jika Non kesiangan, malah sadis akan kena semprot kamu juga nanti," ucapnya bawel dipagi hari.
Selimut kutarik sampai batas leher. Ingin menenggelamkan tubuh agar lebih hangat lagi.
"Kamu bisa diam gak sih, Dio! Hari ini aku masuk siang, sebab ada janji sama klien, jadi aku mau bermalas-malasan tidur," terangku lemas untuk memejamkan mata lagi.
"Heeeh, ok 'lah. Lanjutkanlah kalau begitu. Mau lanjut dengan urudmsan dapur."
"Hmm."
Terik matahari yang mulai panas, sungguh sangat menyilaukan mataku, sehingga mau tak mau terpaksa bangun, walau rasanya ingin tidur lebih lama lagi telah menghampiri.
Dengan rambut acak-acakkan tak berbentuk lagi, kini aku berusaha bangkit dan berjalan untuk menuju kamar mandi, agar bisa membersihkan diri. Tubuh sudah segar habis mandi, dengan rambut masih basah akibat keramas.
Kaki perlahan-lahan menuruni anak tangga, sambil mata clingak-ckinguk mencari Dio, yang tak menampakkan wajahnya.
"Kemana ya Dio? Apa sudah makan dia tadi?" tanyaku pada diri sendiri, saat membuka tudung saji yang berisikan makanan.
Mencoba mencarinya tapi tetap tidak ada.
"Kayaknya Dio belum makan, terlihat dari lauk masih utuh semua, nih! Heeh, sudah siang begini kenapa dia tidak makan duluan, ya?" guman hati bertanya-tanya.
Piring yang awalnya tengkurep kini berusaha kubuka, dan tangan secara pelan-pelan mengambil nasi dan beberapa lauk. Mata terus saja melihat kesana-sini untuk mencari keberadaan Dio.
"Hai,Non. Selamat pagi menjelang siang," sapanya.
"Eemm.
"Kamu habis darimana? Kok dari tadi kulihat kesana-sini tidak ada?" tanyaku.
"Aku habis belanja bahan dapur."
"Oh. Kamu belum makan 'kah? Kayaknya lauk makan masih belum tersentuh," imbuh tanyaku.
"Iya Non. Sebab aku tak enak sama kamu, masak aku sebagai pengawal harus mendahului majikan yang belum makan, 'kan gak ethis saja," jelasnya.
Barang belanjaan ditaruh dilantai. Dio ikutan duduk disampingku. Walau statusnya sebagai pengawal, harus menghormati untuk tidak membedakan ketika makan. Bagiku sama kedudukan walau status sangat berbeda.
"Bener itu, bagus ... bagus. Tapi lain kali kalau sudah tudak tahan lapar, kamu harus makan duluan tanpa menungguku lagi," cakapku memberitahu.
"Siap, Non."
"Oh ya, Dio. Aku dari semalam cari-cari tidak ada kado dari kamu. Beneran kamu tidak kasih aku hadiah atau hanya keselip hilang gitu?" ujarku bertanya.
"Memang benar."
"Iiih, Kenapa? Masak sama majikan sendiri pelit amat?" keluhku.
"Aku mana ada uang! Gajian saja belum terima, 'kan Non sendiri tahu kalau diriku baru beberapa minggu kerja sama kamu, masak sudah mau malak sama orang miskin sepertiku. Lagian uang sudah ludes ketika mengajak Non Dilla main ke pasar malam kemarin. Boneka winne the pooh itu saja anggap sebagai hadiah ulang tahun," terangnya.
Entah mengapa berharap sekali Dio bisa memberi hadiah. Itung-itung buat kenangan saja. Dia pengawal yang super nyebelin, jadi pengen tahu saja bakalan memberikan apa?.
"Iiich, itu beda Dio. Kemarin ya kemarin, dan sekarang aku akan minta hadiah sama kamu. Tak tahu dari mana kamu mendapatkannya, pokoknya hari ini harus ngasih," tekanku berucap.
"Kamu ini kejam amat sih, Non! Masak minta hadiah sama pengawal yang miskin? Kamu 'kan orang kaya, apapun bisa kamu beli tanpa harus meminta padaku," jawabnya ngotot tak mau memberi hadiah.
"Terserah kamu, yang penting aku akan menagih hadiah dari kamu. Tidak tahu dari mana asalnya maupun bagaimana kamu akan membeli, yang penting aku minta hadiah beneran dari kamu," jawabku penuh pemalakkan.
"Iiich, iya ... iya. Nanti akan kupikirkan hadiah apa? Tapi sabar duku, ok!" balas ucapnya.
"Siip."
"Kok Non pengen sekali hadiah dariku?
Kenapa? Ada sesuatu 'kah?" tanyanya yang aneh.
Tatapan itu penuh kecurigaan.
"Gak ada apa-apa, Dio. Cuma aku senang saja dapat hadiah dari orang seperti kamu, beda saja rasanya. Walau harganya tak mahal, tapi pasti dibalik itu ada perjuangan, bukan kayak sahabatku yang kaya-kaya, apapun bisa mereka beli tanpa memeras peluh," terangku.
"Ooh. Baiklah, akan kupikirkan nanti."
"Bereslah. Akan aku tunggu."
Kamipun menghabiskan waktu sarapan bersama. Selesai ritual makan, langsung saja meluncur ke tempat perjanjian.
anyway bagi satu perusahaannya ga akan bangkrut kalii bole laa
jangan suka merendahkan orang lain hanya karna orang itu dari kampung..
ntar km kena karma.
semoga dio bisa tahan y jadi pengawal Dilla
nekat banget sih km,,agak laen y cewe satu ini.. 😂🤦♀️