Pesantren Al-Insyirah, pesantren yang terkenal dengan satu hal, hal yang cukup unik. dimana para santriwati yang sudah lulus biasanya langsung akan dilamar oleh Putra-putra tokoh agama yang terkemuka, selain itu ada juga anak dari para ustadz dan ustadzah yang mengajar, serta pembesar agama lainnya.
Ya, dia adalah Adzadina Maisyaroh teman-temannya sudah dilamar semua, hanya tersisa dirinya lah yang belum mendapatkan pinangan. gadis itu yatim piatu, sudah beberapa kali gagal mendapatkan pinangan hanya karena ia seorang yatim piatu. sampai akhirnya ia di kejutkan dengan lamaran dari kyai tempatnya belajar, melamar nya untuk sang putra yang masih kuliah sambil bekerja di Madinah.
tetapi kabarnya putra sang kyai itu berwajah buruk, pernah mengalami kecelakaan parah hingga membuat wajahnya cacat. namun Adza tidak mempermasalahkan yang penting ada tempat nya bernaung, dan selama setengah tahun mereka tidak pernah dipertemukan setelah menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KECURIGAAN
"Ustadz?!" intan yang terperanjat melihat kedatangan Farel yang santai menatapnya lalu melihat adza yang diam saja.
"Boleh saya duduk di sini, adza?"
Adza tersenyum dan mengangguk.
"Silakan, Ustadz. Jangan sungkan-sungkan," balasnya sopan sementara intan masih kaget melihat kedatangan Farel.
"Kenapa Ustadz datang? Calon istrinya kaget tuh," selorohnya menunjuk intan yang sudah membulatkan mata ke arahnya.
Farel menatap wajah intan lalu tersenyum kecil.
"Duduklah, intan. Kenapa sampai kaget dan berdiri seperti itu? Seperti melihat hantu saja,"
Balasnya santai membuat intan diam beberapa saat dan adza sudah tersenyum melihat ulahnya.
"Kenapa Ustadz datang? Eh, maksud saya, kenapa Ustadz ada disini? Bukannya harus menyelesaikan nilai para siswa kelas dua Tsanawiyah ya?" tanya intan pada pria yang merupakan calon suaminya itu.
Farel memang wali kelas anak kelas delapan dan juga guru beberapa mata pelajaran, makanya dia memiliki uang yang cukup untuk menikahi intan walau baru menjadi Ustadz dan pengajar selama lima tahunan.
"Tadi aku memang sedang keluar dan sengaja mampir kesini dan kebetulan bertemu dengan kalian. Kenapa kesini?" tanyanya membuat adza menatap intan yang diam dengan tatapan tak percaya.
"Kami mau makan siang, Ustadz. Karena sudah ujian kelulusan beberapa hari terakhir, jadi hari ini mau hiburan dulu. Makanya sekarang kami ada disini karena niatnya memang mau jalan-jalan dan makan," ujar adza membuat Farel berdecak pelan.
"Azka tidak salah pilih," gumamnya yang tak terdengar oleh adza karena gadis itu sudah menerima beberapa menu makanan yang mereka pesan.
"Dia benar-benar mendapatkan seorang istri yang hebat dan kaya raya. Apakah dia tahu ya kalau adza kaya makanya dia lamar? Tetapi dia tahu darimana?"
Intan menatap wajah Farel yang bergumam sendiri dan sementara dia bisa mendengarnya, dia curiga dengan kedatangan pria ini yang tiba-tiba.
Mana tempatnya sama lagi dengan tempat mereka datang, bagaimana bisa kebetulan sementara mengatakan kalau dia sengaja datang ke sini dan bertemu dengan mereka secara tidak sengaja pula.
"Aneh, pasti ada sesuatu," gumamnya seraya menatap sang pria yang tak lain adalah calon suaminya.
Adza menatap intan yang diam saja, juga Farel yang tak bersuara hingga dia akhirnya tersenyum.
"Ayo dimakan, Ustadz. Kebetulan saya baru meminta tambahan nasi," ujar adza ramah membuat Farel tersenyum.
"Ntan, makan, pesanan kamu sudah datang."
Jika tadi intan berniat untuk banyak membicarakan apapun pada adza, tapi disini setelah kedatangan Farel dia kehilangan kata-kata dan tak tahu harus bicara apa.
Adza juga tahu kalau keadaan sudah tak sama makanya dia tidak banyak bicara juga dan makan dengan lahap.
Dia ingin segera menyelesaikan ini walau sebenarnya tidak ada yang salah.
Suasana di sekitar mereka juga hening dan tak begitu ada suara, hanya saja dia terlihat tidak nyaman kalau sudah datang Farel karena sebenarnya adza tak begitu dekat dengan pria ini.
"Pulang langsung ke pesantren kalau semuanya sudah selesai, ya?" ujar Farel saat selesai makan dan berterima kasih pada adza.
"Iya, Ustadz. Sepertinya setelah ini kami hanya mau ke perpustakaan baru kemudian kembali pesantren. Sudah tidak ada lagi yang mau dilakukan kok," balasnya membuat intan sebenarnya mau protes.
Tadinya dia ingin mengajak adza jalan-jalan tapi bisa-bisanya karena kedatangan Farel mereka malah berhenti disini.
Tatapannya tampak serius melihat kepergian Farel yang bergerak lebih dulu karena mereka belum menikah makanya intan masih harus bersama dengan adza, saat Farel sudah menghilang dari hadapannya barulah dia melihat ke arah adza yang santai saja.
"Za ... Aneh tidak sih tiba-tiba Ustadz Farel datang?" tanya intan.
Sementara adza hanya diam sambil memainkan tas sling bag yang sedang dipakainya.
"Masa iya dia tiba-tiba nongol? Padahal aku tadi mengatakan hanya mau ke apartemen dengan kamu dan Ustadz Farel sama sekali tidak tahu di mana apartemenmu. Kenapa dia tiba-tiba ada bersama kita tadi dan malah makan dengan kita?" tanya intan lagi seperti burung beo yang terus mengoceh.
"Kamu kira aku cenayang? Aku juga tidak tahu kenapa tiba-tiba ada ustadz Farel datang dan makan dengan kita. Mungkin benar dia kebetulan mampir-"
"Tidak mungkin, Za," sela intan dengan tatapan serius membuat adza gagal menyalakan tombol di kontak mobilnya untuk bisa membuka pintu.
"Aku yakin sekali tadi sepertinya dia tidak kebetulan datang ke sini. Darimana Ustadz Farel? Kenapa tidak bilang padaku?" rengutnya sebal membuat adza tertawa kecil.
Intan melihat temannya yang tertawa itu dengan sebal. adza memang cantik, tertawa saja dia sangat cantik.
Entah Karena dia sudah lama tidak tertawa makanya wajahnya terlihat begitu menarik sekarang tapi bukan itu yang menjadi masalah atau hal yang harus intan perhatikan.
Dia sedang curiga dan merasa heran dengan kemunculan calon suaminya yang tiba-tiba, makanya dia ingin menyelidikinya dengan cepat.
"Kenapa kamu tertawa?" tanya intan kesal.
"Aku hanya tertawa karena melihatmu yang sudah terlihat posesif. Selamat menjadi istri yang galak ya, ntan. Soalnya memang Ustadz Farel itu tampan, lumayan lah," goda adza membuat intan cemberut.
Dia tahu kalau temannya ini kadang memiliki sifat usil dan sekarang malah bertambah lagi setelah dia merasa lebih baik dan mendapatkan keluarga pengganti.
Bagaimanapun juga, dia tidak bisa membuat adza malah sedih atau tidak sebahagia sekarang ketika menegurnya makanya dia memutuskan untuk diam saja dan nanti dia akan mencari tahu sendiri.
"Sudah deh, abaikan saja. Kemana lagi kita?"
...***...
Setelah seharian menghabiskan waktu dengan adza, intan baru pulang dengan sahabatnya itu ke pesantren.
Mereka hanya membawa beberapa jajanan, mengingat adza adalah menantu Kyai Firdaus, jadi tak ada teguran dari satpam yang berjaga ketika dia membawa jajanan.
Intan berjalan pergi ke arah bilik sementara adza mampir ke rumah Kyai Firdaus karena dia ingin menghampiri mertuanya untuk mengabarkan kalau dia sudah pulang.
Saat adza di rumah Kyai Firdaus, intan memutuskan untuk mendatangi Farel di ruangan pria itu.
Seharian ini dia menahan kecurigaan hingga sekarang dia ingin mendengarkan penjelasan langsung dari pria itu tentang kenapa dia muncul tiba-tiba.
Farel tersenyum melihat intan yang sudah berdiri di seberang mejanya.
"Duduk, ntan... Mau bertanya soal apa? Atau ada keperluan apa?" tanyanya santai lalu sesekali pandangan matanya terarah pada komputer yang ada di hadapannya untuk menginput nilai siswa.
Intan menatap wajah pria yang hanya beberapa hari ke depan akan menjadi suaminya kalaupun mereka jadi menikah.
Sementara yang dia tatap malah santai sekali bersandar sebab tahu kalau intan ingin mengatakan sesuatu hal yang serius makanya dia meninggalkan pekerjaannya sebentar.
"Kenapa, hmm?" tanya Farel membuat intan menarik napasnya.
"Ustadz tahu darimana kami ada di restoran?" tanyanya seraya menatap fokus wajah tampan Farel yang langsung tersenyum kecil.
Sudah dia duga kalau Intan akan bertanya hal itu.
"Aku tahu kalian disana dari Gus Azka."
"Hah?!"
itu sih menurut ku ga tau deh kalok menurut anak pondok