Amara adalah seorang polisi wanita yang bergabung di Satuan Reserse Narkoba. Hidupnya seketika berubah, sejak ia melakukan operasi hitam penggrebekan sindikat Narkoba yang selama ini dianggap mustahil disentuh hukum. Dia menjadi hewan buruan oleh para sindikat Mafia yang menginginkan nyawanya.
Ditengah - tengah pelariannya dia bertemu dengan seorang pria yang menyelamatkan berulang kali seperti sebuah takdir yang sudah ditentukan. Perlahan Amara menumbuhkan kepercayaan pada pria itu.
Dan saat Amara berusaha bebas dari cengkraman para Mafia, kebenaran baru justru terungkap. Pria yang selama ini menyelamatkan nyawanya dan yang sudah ia percayai, muncul dalam berkas operasi hitam sebagai Target Prioritas. Dia adalah salah satu Kepala geng Mafia paling kejam yang selama ini tidak terdeteksi.
Amara mulai ragu pada kenyataan, apakah pria ini memang dewa penyelamatnya atau semua ini hanyalah perangkap untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radieen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Klinik Hewan 2
Haris memacu mobilnya kembali dengan kecepatan gila. Ia berhasil mendapatkan Ceftriaxone dan Parasetamol injeksi dari apotek 24 jam di pinggiran kota, tetapi ia terpaksa berbohong secara dramatis kepada apoteker. Kebutuhan darah tidak mungkin dipenuhi, jadi ia hanya membawa dua kantong cairan saline yang ia minta paksa dari sebuah pusat donor darah.
Matahari sudah mulai mengintip dari ufuk timur, memancarkan cahaya abu-abu ke jalanan. Haris melihat jam tangan, ia hanya pergi sekitar dua jam. Ia menginjak rem saat tiba di depan klinik.
Halaman yang tadinya sunyi kini tampak aneh. Pintu depan terbuka lebar. Jantung Haris langsung mencelos.
Ia mematikan mesin, meraih pistol di bawah jok, dan masuk dengan langkah hati-hati.
“Amara? Juliet?” panggilnya, suaranya tercekat.
Bau antiseptik yang khas kini bercampur dengan bau yang lebih pekat, bau hangus dan asap.
Ruangan dalam klinik itu berantakan. Meja operasi anjing yang tadinya dipakai Fai terguling. Beberapa jarum suntik berserakan di lantai, dan lemari kaca tempat obat hewan disimpan pecah. Yang paling mengkhawatirkan, sisa-sisa perban dan darah di meja sudah dibersihkan secara kasar. Seolah-olah seseorang mencoba menghilangkan jejak.
Amara dan Juliet tidak ada di sana. Haris bergegas ke ruang rawat. Kosong. Semua tempat tidur kandang hewan bersih. Pikirannya langsung melayang pada kemungkinan terburuk. Hanya orang-orang terlatih yang bisa bertindak cepat dan membersihkan TKP dalam waktu singkat.
Haris menarik napas panjang, mencoba meredakan detak jantungnya. Ia mengeluarkan ponsel yang ia simpan di saku. Tangannya gemetar saat memencet tombol panggil Amara.
Satu kali dering… dua kali…
“Halo?” Suara Amara terdengar, tetapi agak jauh dan serak.
Haris menghela napas lega. “Amara! Astaga, kau di mana? Apa yang terjadi di klinik? Tempat ini berantakan!”
“Aku aman, aku sekarang berada di bangunan belakang. Bisakah kau membuka kuncinya?” jawab Amara, suaranya tegang.
Haris tidak menjawab. Ia bergegas menuju pintu belakang, menyusuri jalan setapak kecil yang basah. Di sana, ia melihat pintu kayu sederhana yang tertutup. Amara terus memanggil dari dalam. Haris meraih kenop pintu, memutarnya, lalu membukanya.
Amara melompat keluar, tampak ia sudah berganti pakaian. Ia mengenakan kaus dan celana training kebesaran yang jelas milik Juliet. Tubuhnya masih dingin dan basah.
“Bara tau tempat ini,” bisik Amara, terengah-engah. “Mereka menemukan kita.”
Haris mendorong Amara menjauh, menahan bahunya kuat-kuat. Matanya yang tajam menyapu wajah Amara, lalu ke bangunan tempat Amara terkunci.
“Mana buronan itu?” tanya Haris, suaranya terdengar tercekat. Emosi lega karena Amara aman bercampur dengan kepanikan.
“Dia lari. Mengalihkan perhatian Bara. Dia mencoba menyelamatkanku.” Amara melirik ke dalam klinik. “Mereka sepertinya mendobrak pintu depan. Haris, kita harus pergi sekarang!”
Haris mengabaikan desakan Amara. Dia melangkah cepat ke klinik utama, Amara mengikutinya. Pemandangan di dalamnya semakin mengonfirmasi kecurigaan terburuknya. Meja operasi anjing yang dingin itu terguling. Lantai penuh serpihan kaca dan jarum suntik. Bau antiseptik kini semakin kuat, seolah seseorang baru saja menyiramnya dalam upaya panik membersihkan jejak.
Haris mengambil napas kasar, melihat ke lantai yang lembap, “aku rasa teman barumu itu bukan orang biasa, hanya orang yang sangat terlatih yang bisa menghilangkan jejak secepat ini,” gumam Haris, matanya menyipit. “Pembersihan ini dilakukan terburu-buru, tapi efektif.”
Amara menggeleng. “entahlah aku tidak tahu, saat itu aku sedang membersihkan tubuhku, belum sempat Aku keluar dia sudah mengunci pintunya.”
“Juliet? Mana Juliet?” Haris berbalik, melihat Amara yang kini memegang kantong plastik hitam besar.
Tak lama suara mobil Juliet terdengar mendekat. Dia turun dan hampir menjatuhkan kunci dari tangannya ketika melihat kliniknya yang berantakan.
”Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini?" bisiknya dengan suara gemetar.
Amara mendekat, ia menghela nafas dan menatap sendu pada Juliet. ”Maafkan kami Juliet, sepertinya kami mengundang seseorang secara tidak di sengaja."
Haris menghela napas, lalu mengeluarkan kantong obat yang ia bawa. Ia menunjukkan Ceftriaxone dan Parasetamol injeksi pada Juliet.
“Kau sudah dapat obatnya? Lukanya… kau tahu dia tidak akan bertahan lama di tengah hutan, kita harus mencarinya.” Nada suara Amara terlihat begitu panik, seumur hidup, selama mengenal Amara, Haris tidak pernah melihat Amara seperti ini. Bahkan ketika orang tua Amara meninggal karena kecelakaan mobil.
”Bukankah ini hanya membuang - buang waktu kita Amara? Semuanya sia - sia, bahkan aku sudah menyeret Juliet sekarang!” Haris mendengus pelan, kekesalan terlihat jelas di wajahnya.
Amara menunduk, matanya dipenuhi ketakutan yang mendalam. “Aku tahu ini kesalahanku Haris. Tapi dia menyelamatkanku.”
Haris menatap ke matanya, memaksa Amara mengangkat pandangannya. “Kenapa kau sangat membelanya? Siapa dia bagimu Amara? Jelaskan padaku! Kau akan menghancurkan karirku, membahayakan Juliet, dan sekarang kau mau mempertaruhkan nyawa untuk seorang buronan?”
Nada Haris tidak marah, melainkan terluka dan menuntut. Amara tahu inilah saatnya. Jika ia tidak jujur sekarang, ia akan kehilangan sahabatnya Haris selamanya. Ia menggenggam erat USB drive yang ia salin dari laptop Fai, yang dia simpan di saku celana training Juliet.
“Dengarkan aku baik-baik, Haris. Karena ini adalah satu-satunya kesempatanmu untuk mundur.” Amara menariknya menjauh dari pintu, menuju area ruang tunggu yang lebih tersembunyi.
“Lucian, dia adalah mata-mata yang menyamar. Dan dia…”Amara berhenti sejenak, membiarkan Haris memproses nama itu.
“Orang yang kita buru selama ini, sindikat yang kita lawan, tidak dipimpin oleh Bara. Bara hanyalah eksekutor yang sangat loyal. Mereka dipimpin oleh Markus, pengusaha farmasi yang kita selalu hormati. Dan perisai mereka di kepolisian… adalah Komandan.”
Haris tertawa getir, sebuah tawa yang putus asa.
“Amara, kau sudah gila! Itu tidak mungkin! Apa kau sudah di cuci otak oleh lelaki mesum itu?”
“Tidak. Sebaiknya kau berhati-hati mulai sekarang.” seru Amara, suaranya tegas.
“Alfian adalah gembong narkoba internasional! Dan yang lebih penting,” Amara mendekatkan diri, nadanya merendah dan menusuk, “Alfian adalah dalang di balik kecelakaan kedua orang tuaku. Lucian dan Alfian adalah anak yang dibesarkan oleh ayah. Alfian mengkhianati Ayahku dan seluruh agen lainnya demi kekuasaan dan keuntungan.”
Amara mengeluarkan USB drive itu dan menunjukkannya kepada Haris. “Ini. Ini adalah log yang kucuri dari laptop Fai. Ini adalah bukti digital dari komunikasi Alfian dengan sindikat, bukti keuangan, dan lokasinya. Fai sudah mencoba membongkar ini dari luar, tetapi Alfian selalu selangkah lebih maju. Pembunuhan Riko, Haris, adalah upaya Alfian membersihkan jejaknya!”
Haris terhuyung mundur. Wajahnya yang tegang kini berubah pucat pasi. Bertahun-tahun kepercayaan, rasa hormat, dan loyalitasnya pada Alfian runtuh dalam hitungan detik. Ia menatap USB itu, lalu ke mata Amara. Ia melihat kejujuran yang sangat menyakitkan di sana. Amara tidak mungkin berbohong.
“Demi kebenaran, Haris. Aku tahu ini sulit. Aku tahu kau tidak harus percaya padaku, tapi kau harus percaya pada bukti ini.”
fai selalu bisa diandalkan...
💪💪💪💪
hebat Amara ayo Brantas kejahatan polisi korup....
betapa lihainya memainkan perasaan mu Amara
good job thor
ini bisa jadi sekutu itu Raditya kira2 masuk gak ya
🤣🤣🤣
Raditya kah???
haduhhhh makin penasaran nih
wah dalam bahaya kau Amara.,..
ati ati y
kok bisa ya secerdik itu dia...
.
wah g nyangka sekalinya Amara dilingkungan toxic...
semoga Amara berhenti JD polisi aja deh, gak guna lencanamu kalau hidupmu sudah dikondisikan dgn mereka para penjilat uang haram...
yok yok semanggad thor
💪💪💪💪
🙏🙏🙏🙏