Pertemuan pertama begitu berkesan, itu yang Mada rasakan saat bertemu Rindu. Gadis galak dan judes, tapi cantik dan menarik hati Mada. Rupanya takdir berpihak pada Mada karena kembali bertemu dengan gadis itu.
Rindu Anjani, berharap sang Ayah datang atau ada pria melamar dan mempersunting dirinya lalu membawa pergi dari situasi yang tidak menyenangkan. Bertemu dengan Mada Bimantara, tidak bisa berharap banyak karena perbedaan status sosial yang begitu kentara.
“Kita ‘tuh kayak langit dan bumi, nggak bisa bersatu. Sebaiknya kamu pergi dan terima kasih atas kebaikanmu,” ujar Rindu sambil terisak.
“Tidak masalah selama langit dan bumi masih di semesta yang sama. Jadi istriku, maukah?” Mada Bimantara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 - Mada Vs Rindu
Pandangan Rindu keluar jendela, tidak berani menoleh ke kanan di mana Mada fokus mengemudi. Pria itu benar mengantarnya ke tempat kost. Padahal sudah ditolak mentah-mentah. Rasanya malu luar biasa dan belum hilang karena insiden tadi sore, belum lagi ditodong pernyataan agar menerima perasaannya.
Yang jadi masalah perasaan Mada tuh seperti apa. Apa iya dia suka seperti laki-laki pada perempuan. Meski Rindu berharap sekali seperti itu, siapa yang tidak bisa menolak pesona Mada. Sejak awal ia pun memang simpati dan tertarik pada pria ini. Hanya saja lebih tahu diri. Rindu pun tidak berani jumawa, khawatir perasaan Mada bukan cinta melainkan kasihan.
Pasti banyak yang ingin berada di posisinya sekarang. Berada dekat dengan Mada bahkan sampai diantar begini.
“Rumahnya yang mana, sudah benar di sini ‘kan?”
“Iya, sepertinya yang … ah, itu ada plangnya.”
Mada menghentikan mobil tidak jauh dari bangunan dengan pagar dan plang bertuliskan rumah kost. Wilayah itu cukup ramai karena kawasan kontrakan dan rumah kost, ada juga rumah tinggal biasa.
Sebenarnya kosan yang dituju Rindu campur pria dan wanita, tapi untuk kamar-kamarnya terpisah bangunan antara pria dan wanita. Mada menunggu saat Rindu berbicara dengan penjaga kosan dan melihat kamar. tidak lama gadis itu kembali.
“Gimana?”
“Saya jadi di sini, besok malam saya pindahan sudah bayar juga,” seru Rindu.
“Sekarang kemana?” tanya Mada berdiri gagah dengan kedua tangan berada di saku celana. Meski sudah tidak mengenakan setelan kerja hanya kemeja dan celana bahan, tapi aura dan wajah tampannya tidak luntur.
Bahkan perempuan penghuni kosan yang kebetulan lewat mencuri pandangan ke arah pria itu.
“Balik ke guest house. Kebetulan saya sewa untuk dua malam. Saya bisa pergi sendiri, bapak pasti capek jadi --”
“Saya nggak capek, kok.”
Sampai di mobil Mada sempat membuka ponsel, rupanya kabar dia menyelamatkan Rindu sudah sampai pada Doni dan tentu saja Arya. Saat ini ia sudah ditunggu di rumah.
“Kamu belum makan malam ‘kan?”
“Belum, tapi saya bisa makan di kamar. beli mie atau nasi goreng yang dekat aja, nggak masalah.”
Ternyata Mada malah berhenti di drive thru resto cepat saji, memesan beberapa menu.
“Ini habiskan, tapi jangan sering makan beginian. Aku ada urusan lagi, kalau nggak kita mampir makan dulu.”
“Oh, saya turun di sini nggak pa-pa kok, pak.”
“Kamu kenapa sih nggak betah di mobil ini. Nggak nyaman, bau atau gimana?” tanya Mada setelah meletakkan kantong berisi ayam goreng, kentang, burger, ice cream dan soda ke pangkuan Rindu.
“Bukan gitu, pak. Nyaman banget malah, cuma—”
“Nggak enak. Udah dibilang enakin aja. Susah juga bikin kamu enak,” keluh Mada masih fokus dengan kemudi.
“Nggak enak kalau nanti pacar bapak cemburu,” gumam Rindu dan masih bisa didengar Mada yang langsung terkekeh.
“Saya jomblo Rin, kalau kamu mau tahu dan ini lagi usaha, tapi perempuannya nggak peka. Kamu ditembak juga diem aja.”
“Bapak serius?”
“Nggak Rin, kita ‘kan lagi bikin content prank pembaca novel toon. Iya serius, Rindu. Nggak ada bercanda untuk masalah hati.”
Mada pun menepikan mobil tanpa mematikan mesin dan melepas seatbelt, menggeser duduknya mengarah ke Rindu.
“KAmu sudah ada pacar?” Rindu menggeleng. “Jadi fix kita pacaran ya?”
“Bapak serius suka sama saya, bukan karena kasihan?”
Mada berdecak lalu menyugar rambutnya. Entah harus pakai bahasa apalagi untuk meyakinkan Rindu. Mungkin Mada kurang romantis dalam mengungkapkan perasaan, maklumlah baru kali ini dia coba untuk serius berhubungan dengan perempuan.
“Yang harus dikasihani disini tuh aku, Rin. Perempuan yang mau dan agresif banyak, tapi yang bikin hati cenat cenut dan berani bentak aku ya cuma kamu. Memang mengungkapkan perasaan versi Mada nggak banget, seharusnya lewat makan malam romantis atau suasana yang romantis, tapi percaya hati aku mentok untuk kamu.”
Rindu tersenyum. “Pak Mada bisa gombal juga.”
“KAmu mau jalan denganku, Rin? Terima perasaan aku nggak?”
“Ya … mau, tapi ‘kan kita beda.”
Mada menghela napas berusaha tetap sabar. “Ya emang beda, kalau kita sama-sama laki atau sama-sama perempuan mana boleh pacaran Rindu. Kamu suka aneh-aneh.”
“Maksud saya beda level pak. Tahu sendiri saya siapa, malah tadi dikejar preman sama rentenir. Hidup saya sudah banyak masalah, saya nggak mau Pak Mada keseret masalah saya.”
“Ah iya, masalah preman tadi kita bicarakan besok. Intinya kamu suka juga ke aku nggak?”
“Suka lah pak, siapa yang nggak.”
“Oke, itu saja cukup. Nggak usah mikir yang lain-lain. Sisanya kita bicarakan nanti. Kalau perlu kita nggak usah pacaran, taaruf aja.” Mada terkeren sendiri membayangkan dia dan Rindu menikah.
“Mana ponsel kamu!”
Rindu merogoh kantong celananya dan mengeluarkan ponsel yang langsung Mada ambil alih.
“Kodenya?”
Rindu menyebutkan deret angka yang Mada tebak sebagai tanggal lahir. Menatap Mada yang sibuk mengotak atik ponsel miliknya. Tidak lama dikembalikan lagi.
“Sudah ada kontak aku di sana, jangan ragu hubungi aku.”
“Nama kontaknya apa?”
Mada mengirim pesan dari ponselnya ke ponsel Rindu.
“Cintaku,” ucap Rindu.
“Iya, aku juga cinta.”
Rindu melirik sekilas dan mengu lum senyum mendengar ucapan Mada. Mobil kembali melaju dan Mada fokus lagi dengan kemudi. Sebenarnya yang dilakukan Mada bukan hanya menyimpan kontaknya di ponsel Rindu, tapi mengkoneksikan dengan ponselnya agar bisa terdeteksi posisi Rindu. Saat berhenti karena lampu lalu lintas, tangan Mada terulur mengusap kepala Rindu.
“Besok dinner ya, merayakan hubungan kita.”
Rindu tersenyum dan mengangguk. Mobil kembali melaju dan tiba di guest house tempat Rindu menginap. Mengantar sampai kamar memastikan gadis itu aman.
“Kamu istirahat, nggak usah pikir yang aneh-aneh. Jangan ragu untuk hubungi aku dan urusan aku dengan papa bukan dengan yang lain kalau kamu mau tahu.”
“Iya,” jawab Rindu menunduk malu, karena sejak tadi pikirannya penuh dengan pertanyaan itu. Mada terlihat buru-buru, jangan-jangan ada janji dengan perempuan lain.
“Kalau ada yang ketuk jangan langsung dibuka, lihat dulu di sini,” tunjuk Mada pada lubang di pintu.”
“Pak Mada hati-hati ya.”
“Iya, pasti hati-hati. Sekarang udah ada yang perhatian.”
“Ish, gombal.”
Mada terkekeh dan kembali mengusap kepala Rindu. Tidak berani melakukan interaksi lain karena terlalu dini. Lagi pula dia ingin menjaga Rindu bukan merusak, sampai waktunya tiba Rindu akan menjadi halal baginya.
“Aku pulang, kunci pintunya.” Mada menarik pintu kamar dan menutupnya terdengar selot pintu dari dalam, ia pun meninggalkan tempat itu.
Sudah ada Anton orang kepercayaannya yang lain menghampiri saat Mada keluar dari guest house.
“Nggak dipindah ke tempat aman aja?” tanya Anton yang tahu kalau Mada tertarik dengan gadis itu.
“Besok dah. Malam ini biar di sini dulu. Lo stand by, kalau ada masalah kabari dan pastikan dia aman,” titah Mada pada pria satunya.
“Beres bos.”
“Cari tahu keberadaan keluarganya Rindu,” titah Mada pada Anton. Ponsel Mada berdering, ternyata panggilan dari Sarah.
“Iya, sayang, ini udah mau pulang kok.”
Anton tersenyum lalu menjauh dari Mada. sudah tahu siapa yang dimaksud sayang oleh Mada, karena sudah ikut dengan dengan Arya dan Doni sejak lama.
“Eh, aku ada kabar baik loh. Mama pasti senang.”
mendingan Rindu la,jaaaauuuh banget kelakuan kamu dan Rindu...
gimana mau jatuh cinta ma kamu
😆😆😆😆
kamu gak masuk dalam hati Mada Arba,lebih baik sadar diri...
jauh jauh gih dari Mada
babat habis sampai ke akarnya...
🤬🤬🤬🤬🤬