Rere seorang Gadis yang berasal dari keluarga Sederhana dan cukup tapi takdir berpihak kepadanya, dia Yang anak kandung diperlakukan seolah dirinya orang lain, sedangkan orang yang seharusnya tidak menggantikan tempatnya menjadi kesayangan semua keluarganya.
Bagaimanakah kisah hidupnya, akankah dia mendapatkan kebahagian yang dia cari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Setelah Aska pergi, Laras menatap sahabatnya ini dengan serius apalagi ini adalah pembahasan jati diri.
"Rere jangan bilang kamu juga meragukan dirimu anak ayahmu?? ".
Rere membuang pandangannya ke jalan, dia tidak tahu harus menjawab apa tentang pertanyaan sahabatnya, selalu dibedakan dan tidak pernah diperlakukan seperti Marsya membuatnya bertanya-tanya, benarkah dia anak ayahnya.
"Rere". Tekan Laras menatap sahabatnya dengan penuh tuntutan.
"Entahlah Ras, apa yang dikatakan kak Aska itu ada benarnya, selama ini ayah memang lebih condong pada 3 anaknya itu di bandingkan aku dengan kak Aska".
"Jadi dia juga merasakan hal yang kamu rasakan dan alami??". Tanya Laras dengan cepat.
Rere menggelengkan kepalanya.
" Bukan seperti itu Ras, kak Aska selalu dituntut karena dia anak sulung, harus bisa menjaga dan membantu ayah membiayai adik-adiknya sangat berbeda dengan kak Adam dan juga kak Rafa, mereka tetap harus membantu tapi semampu mereka".
Rere menghela nafas berat, dia baru sadar jika kakaknya juga mendapat banyak tuntutan seperti dirinya bedanya kakaknya mendapatkan pendidikan tinggi sedangkan dia harus berjuang sendiri, bahkan keluarganya tidak tahu jika dia bahkan menamatkan S2 dengan bantuan perusahaan.
"Keluargamu itu aneh yah Re, mereka suka banget membuat saudara jadi bermusuhan karena selalu pilih kasih". Laras menggelengkan kepalanya karena gemas kepada keluarga sahabatnya itu.
"Entahlah Re, aku males membahas mereka, kita pulang aja yuk mereka hanya membuat mood ku jelek".
Rere menggandeng Laras untuk berjalan bersama karena mereka akan pulang, dia tidak mau berurusan dengan keluarganya lagi, cukup untuk kali ini saja.
Aska langsung pulang kerumah, dia sudah membeli botol untuk menyimpan rambut adik dan juga ayahnya dia akan melakukan itu malam ini juga agar besok pagi dia bisa membawa sampel itu ke dokter, begitu juga dengan punya ibunya.
"Aku pulang bu". Ucap Aska dengan pelan tapi tak terlihat orang disana.
Dia tersenyum tipis melihat rumahnya kosong karena orang-orang belum kembali, dia bisa dengan leluasa melakukan aksinya.
Aska langsung menuju kamar Marsya dan mencari rambutnya, dia tersenyum melihat sisir yang ada rambut Marsya setelah itu mengambilnya dan menaruhnya di hotel yang telah dia beri label nama.
"Mumpung tidak ada orang, aku akan kekamar ibu". Aska menuju kamar ibunya, kebetulan kamar itu tidak dikunci.
Seperti dewi Fortuna berpihak padanya 2 sisir yang dipake ibu dan ayahnya juga terlihat banyak rambut, dia segera mengambilnya dan memasukkan nya sesuai nama mereka.
Setelah selesai, dia segera keluar dari kamar sang ibu menuju kamarnya sendiri agar tidak ketahuan.
Dia pun membersihkan dirinya dan akan keluar untuk mencari ibunya untuk membicarakan pernikahannya. Tapi langkahnya terhenti sangat mendengar perbincangan seperti orang yang bertengkar.
Dia mendekati mereka tapi bersembunyi dibalik tembok, dia menghilang handphone nya untuk merekam pembicaraan yang seperti nya itu dilakukan oleh ayah dan ibunya.
"Jangan pernah mas, mengatakan apapun tentang Aska, jika tidak mas akan tahu akibatnya". Suara sang ibu mulai terdengar marah.
"Diam kamu, harusnya kau itu menyuruh anakmu itu jangan banyak mau dan banyak bicara, jika bukan karena aku, kalian sudah jadi gombel dijalanan". Hardik pak Rauf kepada sang istri.
"Gembel apanya, jangan lupa yah, ini rumah ku, kau tidak punya sumbangsih apapun disini". Teriak snag ibu jauh lebih keras lagi.
Rahang pak Rauf mengeras seketika mendengar perkataan istrinya yang mengungkit masa lalu.
"Kau yang harusnya bersyukur, jika bukan karena menikahiku, kau hanya pengangguran tidka jelas, dan jangan lupa bahkan pekerjaanmu pun aku yang mendapatkan nya". Geram sang istri menunjuk suaminya kasar.
Aska yang mendengar itu, mengerutkan keningnya karena tidak mengerti pembahasan mereka.
"Jangan kurang ajar kau, aku ini suamimu!! ". Hardiknya memegang pundak sang istri dengan penuh amarah.
Bu Lastri menepis tangan suaminya yang berada dipundaknya dengan kasar, dia tidak akan tinggal diam jika ada orang yang mengatakan tentang jati diri si anak sulungnya itu.
"Awas saja kalau kamu buka mulut pada siapapun tentang Aska akan kubuat kau kehilangan pekerjaanmu sekarang juga dan ingat semua yang kau miliki itu adalah harta goni-gini selain rumah ini".
Bu Lastri pergi meninggalkan suaminya dengan penuh emosi, dia tidak mau jika pertengkaran mereka didengar oleh orang lain.
"Sial, gara-gara anak sialan itu, aku harus bertengkar dengannya, dasar tidak berguna". Umpat tuan Rauf dengan emosi.
Dia segera pergi dari sana karena emosinya yang kini sampai di ubun-ubun.
Aska mematung mendengar percakapan keduanya, dia yakin, ada rahasia dirinya yang tidak boleh dia ketahui dan hanya ibu DNA ayahnya yang tahu.
"Aku harus menyelidiki semua ini, aku tidak akan tinggal diam". Monolognya dalam hati.
Malam harinya, Aska mendapati sang ibu duduk termenung lagi, entah mengapa akhir-akhir ini ibunya selalu termenung dan seperti orang kehilangan arah, tapi tak mau mengatakan apapun pada siapapun juga.
"Ibu kenapa, kok melamun disini". Aska duduk disebelah sang ibu untuk memberi tahu keberadaannya.
Bu Lastri hanya menoleh sekilas kemudian tersenyum penuh luka yang tertutupi.
"Kenapa belum tidur nak". Ucap bu Lastri mengalihkan pembicaraan.
"Aku ingin mengambil air bu, tapi aku lihat ibu disini jadi aku samperin ibu, ada yang ibu pikirkan?? ".
Bu Lastri menggelengkan kepalanya, dia tidak mau anaknya memikirkan beban yang dia tanggung.
"Ibu hanya berpikir sebentar lagi kamu menikah, satu persatu anak ibu akan pergi ninggalin ibu dan ayah disini, itu saja nak".
"Aku tidak akan pergi bu, aku akan tinggal disini, kan ini rumah aku, biarkan saja Mereka yang pergi, toh mereka semua punya rumah sendiri nanti".
Bu Lastri mengangguk, dan mengelus kepala putranya dengan sayang, dia akan punya menantu perempuan, dia hanya bisa berharap kalau dia tidak memperlakukan nya seperti Rere.
"Besok ibu jalan sama calon ku bu, oh iya aku belum memberitahu namanya, namanya Ningsih Rahayu bu".
"Panggilannya Ayu yah?? ".
Aska mengangguk tersenyum, dia senang karena ibunya menerima pilihannya itu.
"Kamu tidur yah, beritahu ibu jam berapa kami akan pergi berbelanja nanti".
"Iya bu, aku akan minta izin pulang cepat dan mengantar ibu dan juga dek Ayu untuk pergi berbelanja, nanti dek Ayu pulang warna kita jemput".
Bu Lastri mengangguk senang, dia berharap dia bisa akrab dengan menantunya itu nanti.
Aska mengelus pundak sang ibu kemudian bangkit dari duduknya dan langsung ke kamarnya meninggalkan sang ibu yang menatapnya dengan sendu.
"Ibu akan lakukan apapun untuk melindungi mu nak, kamu anak ibu yang paling ibu sayang, maafkan ibu merahasiakan siapa kamu".