NovelToon NovelToon
Gadis Dari Utara

Gadis Dari Utara

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Cintapertama / Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno / Era Kolonial
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: moonlightna

SEASON 1!!!

Di balik luasnya wilayah utara, setelah kematian Duke Xander. Desa Valters hampir punah dan hancur.

Desa Valters desa yang tidak mengetahui titisan Xander...

Daren... seorang gadis berambut perak, di buang dan dibesarkan sebagai prajurit di barak utara yang ilegal. Tanpa identitas ia tidak tahu siapa dirinya, hanya tahu bahwa hidupnya adalah tentang bertahan.

Namun, saat pasukan Kekaisaran menyerbu barak utara. Ada nama yang dibisikkan. Xander Estelle. Ada mata-mata yang mulai memperhatikannya. Dan di ujung dunia, dari reruntuhan wilayah Utara yang dibekukan oleh sejarah, sesuatu yang mengerikan mulai bergerak.

Hidupnya mulai bergerak menuju takdir yang tak pernah ia minta. Tapi mungkinkah hidupnya juga akan berubah… menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar bertahan?

Di tengah perubahan hidup dan pengakuan darahnya, adakah sosok yang membuatnya semakin kuat? seseorang yang menantangnya untuk berdiri, meski dunia ingin menjatuhkannya?

Happy reading Guyss🌷🌷🌷

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonlightna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PULIH

Gerald…

Gerald yang terkapar di tanah, tubuhnya penuh luka, nafasnya tersengal. Dan di atasnya... seorang pria asing. Wajahnya tak terlihat jelas, namun aura kegelapan di sekelilingnya mengguncang nurani Daren.

Pria itu mengangkat pedang. Mata Gerald terbuka pelan, menatap langit seperti menerima takdirnya.

“AKU MOHON, JANGAN LAKUKAN ITU!!!” Jerit Daren, lututnya ambruk.

Tangisnya pecah, “Kenapa… kenapa kalian selalu menyakiti orang-orang baik? Kenapa harus mereka yang terluka… kenapa selalu mereka!”

Namun tak ada suara yang menjawab.

Dan yang lebih menyakitkan lagi... ia tidak bisa bergerak. Tubuhnya seolah terkunci. Mulutnya berteriak, tapi tak ada yang mendengar. Tangannya menggapai, namun tak pernah sampai.

Rasa sakit dan kehilangan menyesak di dada.

Tepat ketika pedang itu hendak ditebaskan...

"Pangeran!”

Tubuh Daren terangkat seketika. Nafasnya terengah-engah. Keringat dingin membasahi leher dan pelipisnya. Matanya membelalak. Seluruh tubuhnya gemetar.

Ia menatap sekeliling. Tidak ada kabut. Tidak ada darah. Tidak ada pria asing.

Hanya ranjang… dan langit-langit istana.

Namun jantungnya masih berdegup keras.

"Putra mahkota…” bisiknya sekali lagi, air mata menetes membasahi pipi.

Sebuah mimpi.

Tapi terasa… nyata.

Udara malam masih menggantung lembap di langit istana ketika langkah-langkah kecil itu memecah sunyi.

Daren terbangun... dadanya sesak, napasnya pendek. Tanpa banyak berpikir, ia berdiri dari ranjangnya. Kakinya yang lemah menapaki lantai dingin tanpa alas. Tubuhnya belum benar-benar pulih, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang lebih kuat dari rasa sakit: dorongan hati yang menggelegak, gelisah yang tak bisa dijelaskan.

“Pangeran…” bisiknya lirih, seperti menyebut nama yang menjadi jangkar hidupnya.

Ia membuka pintu dan mulai berlari menyusuri lorong istana yang sepi. Langkahnya tergesa, tidak peduli luka di tubuhnya menjerit. Seorang pelayan terkejut melihatnya.

“Apa kalian lihat pangeran?” tanya Daren panik, matanya mencari tanpa arah.

Pelayan itu menunjuk salah satu koridor dengan kebingungan. Daren tak menunggu penjelasan lebih. Ia langsung berlari.

Malam begitu sunyi. Para penjaga kamar tak ada di depan pintu seperti biasa... entah sedang berganti shift atau tertidur karena kelelahan.

Daren menarik napas panjang, lalu membuka pintu kamar itu.

Di dalam, Gerald tengah hendak mengangkat kakinya ke ranjang. Ia masih mengenakan perban di kepala dan tangannya. Saat matanya menatap ke arah pintu, tubuhnya langsung membeku.

“D-Daren…?” gumamnya pelan, seperti takut suaranya akan membangunkan mimpi yang terlalu indah.

Daren berdiri diam di ambang pintu, tubuh kecilnya menggigil, wajahnya pucat, napasnya tak beraturan. Ia menatap Gerald lama sekali, seolah sedang memastikan bahwa yang dilihatnya bukan bayangan dari mimpi yang menusuk.

Lalu lututnya jatuh ke lantai.

“Syukurlah…” isaknya pelan. Air mata mengalir begitu saja dari sudut matanya, tanpa sempat ditahan.

Gerald tidak bergerak.

Ia terpaku. Jantungnya serasa berhenti berdetak. Tapi ketika suara tangis Daren memecah keheningan kamar, seluruh tubuhnya ikut bergetar.

Daren menunduk, menangis. “Pangeran masih di sini… Pangeran…”

Langkah Gerald terhuyung mendekat. Ia jatuh berlutut di hadapan Daren, menatap wajah mungil yang basah oleh air mata.

“Daren…” suaranya pecah, pelan, seperti dipanggil dari lubuk hatinya yang terdalam.

Tanpa sepatah kata lagi, ia langsung memeluk Daren.

Memeluk erat. Seolah dunia di sekeliling mereka telah runtuh, tapi di pelukan itu masih ada sisa kehangatan yang bisa diselamatkan.

Daren menangis di dadanya, kecil, rapuh, dan jujur. Gerald menunduk, menyembunyikan air matanya di bahu Daren.

Pelukannya erat, seolah tak ingin membiarkan Daren pergi. Tak ingin dunia ini merenggut satu-satunya cahaya yang tersisa dalam kegelapan yang ia jalani.

Suara Gerald gemetar, lirih tapi tersarat emosi.

“Akhirnya kau sadar…” bisiknya, nyaris tercekat.

Ia menarik napas panjang, lalu mengulangnya dengan suara yang lebih jelas, patah-patah tapi penuh kelegaan.

“Akhirnya kau bangun, Daren… akhirnya.”

Tubuh kecil itu perlahan menyadari kehangatan yang memeluknya. Nafas Daren tercekat seketika. Matanya terbuka lebar. Ia mendongak, menatap wajah pangeran… dan baru sadar bahwa tubuhnya memeluk Gerald, erat, seerat mungkin.

Jantung Daren berdegup tak karuan.

Dengan cepat, ia melepaskan diri, mundur terburu-buru dari pelukan itu. Wajahnya memerah, matanya membelalak panik.

“Maaf… Maafkan saya, Pangeran. Saya… saya lancang…” katanya tergagap, tubuhnya gemetar. Kepalanya tertunduk dalam-dalam, seolah kesalahan itu tak terampuni.

Gerald menatapnya, masih duduk di lantai, masih merasakan kehangatan pelukan tadi. Ia belum sempat berkata apa-apa, saat Daren sudah berdiri dan membungkuk cepat.

“Maaf mengganggu tidur Pangeran," Ucap Daren pelan. Suaranya serak, terseret rasa bersalah yang tidak perlu, tapi terlalu tulus untuk dibantah.

Daren berjalan keluar, langkahnya sayu, bahunya turun, dan sorot matanya kosong.

Ia menyusuri koridor istana yang remang dalam cahaya lampu. Tak ada penjaga, tak ada suara... hanya suara langkahnya sendiri yang bergema pelan di lantai batu. Ia memeluk tubuhnya sendiri, merasa canggung… dan bingung.

Kenapa aku tidak berada di barak? ini terasa seperti... mimpi.

Pandangan Daren menelusuri dinding-dinding asing yang tak biasa ia lewati. Tangannya sempat menyentuh ukiran kayu pintu istana yang megah. Semua terlalu megah baginya.

Setiap napas terasa berat. Setiap langkah terasa asing.

Apa yang sedang terjadi padaku...?

Kepalanya sedikit pusing, tapi ia terus berjalan. Tidak tahu ke mana. Hanya ingin menjauh. Hanya ingin mencari tempat yang bisa ia pahami.

Sementara itu, di dalam kamar, Gerald masih terduduk di lantai. Pandangannya terpaku pada tangannya sendiri, tangan yang tadi memeluk Daren, yang masih menyimpan hangatnya tubuh kecil itu. Ia menghela napas, lalu bangkit perlahan.

“Daren…” gumamnya, lalu bergegas ke luar, melewati pintu yang terbuka setengah.

Langkah Gerald melaju di lorong-lorong sepi istana. Ia tahu ke mana Daren akan pergi... dan benar saja, gadis kecil itu tengah berdiri sendiri di tengah halaman istana, memeluk dirinya sendiri dalam dingin malam.

Tubuhnya kurus, rambutnya acak-acakan, dan matanya tampak jauh… seolah sedang mencari sesuatu yang tidak ada.

Gerald mendekat pelan.

“Daren.”

Daren menoleh kaget. Namun belum sempat ia berkata apa-apa, Gerald sudah menggenggam pergelangan tangannya, hangat dan kuat.

“Kau ikut aku kembali. Sekarang kau tidur di istana,” ucap Gerald tegas.

Daren langsung menggeleng. “Tidak bisa, Pangeran. Ini bukan hak saya. Tempat saya bukan di sana.” Suaranya tegas, meski terdengar gemetar karena dingin.

Yang terluka pasti bukan hanya diriku, banyak yang terluka… mereka semua butuh tempat yang sama, bukan perlakuan istimewa.

Gerald terdiam sejenak. Ia tahu apa yang dipikirkan Daren. Tapi sebelum ia sempat membuka suara, suara langkah-langkah sepatu prajurit terdengar dari kejauhan. Pengecekan malam.

“Daren, cukup.”

Gerald menatapnya dalam, napasnya memburu. Dan saat suara langkah-langkah prajurit terdengar dari lorong jauh, matanya melebar.

“Langkah patroli malam…” gumamnya.

Tanpa menunggu jawaban, Gerald langsung merunduk dan mengangkat tubuh Daren ke dalam gendongannya.

“P-pangeran! Apa yang Anda...”

“Diam!"

Daren memukul pelan dada Gerald, tapi tak benar-benar melawan. Tubuhnya memang belum sepenuhnya kuat, dan ia terlalu terkejut dengan tindakan Gerald yang tiba-tiba.

“Kita akan ketahuan kalau kau berkeliaran di jam seperti ini,” gumam Gerald cepat, “dan aku tidak mau kau pingsan lagi di lantai dingin ini.”

Suara langkah para penjaga semakin dekat.

Tanpa banyak bicara, Gerald membuka pintu kamar yang semula di tempati Daren dan masuk dengan cepat, menutupnya pelan agar tak menimbulkan suara. Ia membawa Daren ke ranjang dan meletakkannya hati-hati, lalu menarik selimutnya hingga ke bahu gadis itu.

Daren memalingkan wajah, merasa malu sekaligus bingung.

“Maaf… saya tak tahu harus ke mana,” bisiknya.

Gerald menghela napas panjang, lalu duduk di tepi ranjang sambil menunduk.

“Tidurlah di sini malam ini. Aku akan menjelaskan semuanya besok.”

“Tapi..…”

"Istana ini rumahmu.... anggap saja begitu.”

Ia tersenyum tipis.

Suara langkah di luar akhirnya berlalu. Hening kembali mengisi ruangan.

Gerald berdiri. Ia berjalan ke jendela, membuka kuncinya pelan-pelan. Sebelum keluar, ia menoleh sekali lagi ke arah Daren yang diam menatapnya dari balik selimut.

“Besok pagi… aku akan menjengukmu. Jadi jangan kabur lagi.”

Kemudian, ia melompat ke luar lewat jendela, menghilang dalam bayang-bayang malam.

Daren masih menatap jendela yang terbuka.

Ia tak tahu harus merasa apa... malu, hangat, atau… tenang?

Tangannya perlahan menyentuh pipinya sendiri.

Dia… benar-benar membawaku ke sini.

Ia menarik selimut lebih rapat ke dada, matanya masih merah, tapi tak lagi meneteskan air mata.

"Mengapa dia sangat baik..."

Bisiknya lirih, hampir seperti gumamnya pada diri sendiri.

Padahal... dia memiliki takhta yang sangat tinggi, Putra Mahkota.

Lalu, dengan napas yang dalam dan hati yang bergemuruh, Daren menutup mata, membiarkan dirinya tenggelam dalam mimpi….

1
Duchess
Woy Therando, ma gua aja dansanya😭😭
piuuu
sapa yg naro bawang disinii 😭🥺
Anonymous
gak nyangka Jaden bisa ngomong terbata-bata👀👀
Na_!na: manusia ka, sama-sama makan nasi☺☺
total 1 replies
__Taezhint
ceritanya keren+seru
__Taezhint
black or blonde?
piuuu
uda la pulang yu pulang 😭
piuuu
biasaa pahlawan datengnya akhirran
piuuu
smngtt kalian 🥺❤️
piuuu
resah bngt gua thorr 😭
piuuu
fyona 😭🫰
piuuu
😍😍
piuuu
petrus suruh resign aja thor 🙏
piuuu
gelisah bangt bacanya 😭😭😭
piuuu
petrus petantang petenteng bngt 😭🤏
piuuu
ampun dah si beston nyari burung doang repot nya kaya emak" 😭
piuuu
kanell 😍
piuuu
jenderal aldren moga hari mu senin trus 🤗
piuuu
petruss si paling sempurna. iya 🙄
piuuu
🥺🥺
piuuu
😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!