NovelToon NovelToon
Nabil Cahaya Hidupku

Nabil Cahaya Hidupku

Status: tamat
Genre:Single Mom / Anak Genius / Anak Yatim Piatu / Tamat
Popularitas:121.1k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Nabil seorang anak berkepala besar
bayu ayahnya menyebutnya anak buto ijo
Sinta ibu bayu menyebuutnya anak pembawa sial
semua jijik pada nabil
kepala besar
tangan kecil
kaki kecil
jalan bungkuk
belum lagi iler suka mengalir di bibirnya
hanya santi yang menyayanginya
suatu ketika nabil kena DBD
bukannya di obati malah di usir dari rumah oleh bayu
saat itulah santi memutsukan untuk meninggalkan bayu
demi nabil
dia bertekad memebesarkan nabil seorang diri
ikuti cerita perjuangn seorang ibu membesarkan anak jenius namun dianggap idiot

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kedatangan Bayu lagi

Keajaiban. Hanya itu yang bisa Santi simpulkan tentang hidupnya. Dua setengah tahun terakhir, hidupnya seperti ombak—naik, turun, tenang, lalu menghantam lagi. Tapi di antara semua pasang surut itu, satu hal paling membahagiakan adalah Nabil. Bocah delapan tahun yang dulunya dianggap beban, kini tumbuh melampaui harapan siapa pun—bahkan ibunya sendiri.

Beberapa kali Santi mencoba mendaftarkan Nabil ke sekolah dasar. Namun jawabannya selalu sama. “Takut dibully, Mah,” ucapnya pelan. “Belum semua bisa terima aku.”

Tapi tak sekolah bukan berarti tak belajar. Dalam dunia kecilnya, membaca dan berhitung menjadi nafas kehidupan. Tiga per empat waktunya dipakai untuk menyerap ilmu, sisanya untuk istirahat dan meniup seruling kesayangannya.

Pagi itu, Santi menatap layar ponsel. Aplikasi mobile banking-nya menunjukkan angka tiga puluh juta. Hatinya tercekat. Dulu, seratus ribu saja terasa mustahil.

“Bu, ini pesanannya sudah jadi,” seru salah satu karyawan dari dapur.

“Ru, packing pesanan ya,” sahut Santi cepat.

“Siap, Bu Bos!” sahut Heru sambil tersenyum lebar.

Santi menoleh ke Nabil yang tengah duduk di dekat printer kecil di pojok ruangan.

“Bil, ada pesanan baru masuk?”

Nabil mengangkat kepalanya santai. “Tenang, Mah. Kalau ada pesanan masuk, speaker di dapur langsung bunyi. Terus printer otomatis cetak daftar menunya.”

Santi terkekeh heran. “Sejak kapan kamu bikin beginian?”

“Baru tadi pagi, Mah. Uji coba pertama. Sukses!”

Santi menghela napas. Hatinya haru. Bocah ini… bahkan menciptakan sistem kerja yang tak pernah terpikirkan olehnya. Alarm dapur berbunyi, pesanan keluar sendiri dari printer kecil. Sungguh di luar nalar.

Sudah enam bulan sejak mereka keluar dari ruko sempit dekat pabrik. Awalnya hanya menjual sepuluh porsi makanan cepat saji per hari. Kini? Hampir tiga ratus porsi. Bahkan sebulan terakhir, mereka pindah ke ruko bekas katering yang jauh lebih besar.

Tiga karyawan kini membantu: dua juru masak, satu bagian pengemasan. Santi memimpin dari belakang layar. Kasir tetap dipegang Nabil. Sementara Heru, adiknya, merangkap banyak peran.

Heru kini punya ponsel sendiri. Ia terkadang hanya menggeleng kagum melihat Nabil. Di balik tubuh kecilnya, tersimpan ketekunan yang membuatnya belajar lebih cepat dari siapa pun—termasuk Heru, yang hanya sempat sekolah sampai kelas empat SD.

Kamar Nabil tak seperti kamar anak kebanyakan. Tak ada rak penuh mainan, tak ada poster tokoh kartun di dinding. Yang ada hanyalah barisan buku-buku tebal, tersusun rapi dari lantai hingga hampir menyentuh langit-langit. Buku sains, matematika, filsafat, bahkan musik klasik—semuanya Nabil kumpulkan, baca, dan pelajari seolah itu adalah harta karunnya.

Kadang Santi khawatir. Takut Nabil kehilangan masa kecilnya, masa yang seharusnya diisi tawa dan bermain. Tapi jawaban bocah itu selalu membuatnya terdiam.

“Buku itu mainan terbaikku, Mah,” kata Nabil dengan polos, namun yakin.

Meski Nabil luar biasa pintar, ia bukan anak yang banyak bicara. Ia hanya cerewet dengan Heru, Santi, dan para pegawai. Di luar itu, ia kerap terlihat canggung dan waspada. Bukan karena sombong. Tapi karena trauma.

Anak-anak seusianya sering kali memandangnya dengan ngeri. “Kayak hantu,” bisik salah satu dari mereka suatu kali. Nabil tak marah, hanya memilih menjauh. Ia tak ingin berteman dengan orang yang menghinanya, itu saja.

Santi tak pernah memaksa Nabil untuk menjadi seperti anak-anak lain. Asal positif, akan ia dukung. Bila bertanya, akan dijawab. Bila mengeluh, akan didengar. Ia hanya memeluk dan menyayangi Nabil, terutama saat dunia terasa kejam.

Termasuk soal sekolah. Dunia pendidikan belum siap menerima Nabil sepenuhnya. Selalu disebut “anak berkebutuhan khusus”. Kenapa tak disebut “anak istimewa”? Bukankah kata-kata punya kuasa?

Malam hari, Nabil punya kebiasaan baru: merekam dirinya bermain seruling. Bila alunannya terdengar, Heru yang melankolis pasti menangis. Padahal, ia sendiri tak mengerti kenapa.

“Mah, boleh pinjam KTP sama buku tabungan, nggak?” tanya Nabil pelan, tablet digenggam erat di tangan kecilnya.

Santi menoleh dari dapur, mengusap tangan di celemek. Dahi ibu itu berkerut, “Buat apa, Sayang?”

“Aku mau cetak uang, Mah,” jawab Nabil polos.

Santi tersedak tawa kecil. “Bukan uang palsu, kan?”

“Tenang aja, Mah. Uangnya asli… malah Dolar,” sahut Nabil sambil menyeringai.

Santi tertawa, menggeleng pelan. “Bukan buat pinjol, kan?”

“Hehehe… Mamah udah punya uang banyak, ngapain aku ngutang?”

Ada kelegaan di dada Santi, tapi juga sedikit bingung. Ia tahu Nabil bukan anak biasa. Kadang pikirannya melesat jauh di luar nalar anak seusianya. Tapi hati kecilnya percaya: Nabil tak pernah minta sesuatu tanpa alasan.

Tanpa banyak tanya, Santi melangkah ke kamar, mengambil KTP dan buku tabungan. Ia menyerahkannya ke tangan mungil itu.

“Ini… tapi jangan digunakan macam-macam ya, Bil.”

“Iya, Mah. Aku udah pelajari semuanya. Aman.”

Beberapa menit kemudian, Santi duduk di samping Nabil yang sibuk mengisi formulir digital. Ia diminta tanda tangan di layar, lalu difoto sambil memegang KTP. Santi mengikuti semua instruksi tanpa banyak tanya, hanya percaya pada anak yang telah mengajarkannya cara percaya lebih dalam.

“Terima kasih, Mah,” ucap Nabil sambil menatap ibunya penuh makna.

“Kamu nggak daftarin Ibu jadi ojek online, kan?”

“Enggaklah, Mah. Abil janji… semua ini buat kebaikan kita.”

...

Tiga bulan berlalu sejak Nabil meminjam KTP, dan entah bagaimana, penjualan makanan online Santi meningkat pesat. Setiap hari, pesanan mengalir deras, bahkan nyaris tak ada jeda. Santi sampai kewalahan dan terpaksa menambah jumlah karyawan menjadi delapan orang: empat juru masak, dua bagian packing, dan dua orang untuk urusan umum.

Kini, usaha kecil itu menjelma dapur sibuk yang bisa mengolah hampir seribu porsi makanan setiap hari. Yang mengejutkan, semua ini hanya dijalankan secara online. Santi memang sengaja tidak membuka layanan offline. Bukan karena tak mampu, tapi karena trauma. Ia masih menyimpan ketakutan lama—jika Bayu tahu, bisa saja ia kembali mengacau.

“Cukup di dunia maya saja aku berjaya,” bisik Santi dalam hati, sambil menatap layar ponsel berisi ratusan notifikasi pesanan masuk.

....

Tapi ternyata dunia begitu sempit. Pagi itu, sebuah mobil Avanza berhenti di depan ruko sederhana milik Santi. Seorang pria turun dengan gaya sok penting, lengkap dengan kemeja licin dan kaca mata hitam. Santi menoleh sebentar, napasnya tertahan sejenak. Bayu.

“Wih, aku cari-cari ternyata kamu jadi pembantu di sini, yah,” ujar Bayu sambil menyeringai merendahkan.

Santi tak menjawab. Tangannya tetap sibuk menyerahkan pesanan kepada driver ojek online yang berdatangan silih berganti. Ia memilih diam, tak ingin energi paginya dirusak oleh masa lalu.

“Perkenalkan, ini istriku, Larasati Wijaya. Sekarang dia seorang direktur marketing di perusahaan besar. Lihat, hidupku jauh lebih baik setelah menceraikanmu. Aku punya istri cantik, berpendidikan, dan yang jelas—nggak pembangkang kayak kamu!”

Larasati berdiri di samping Bayu, angkuh dan tersenyum tipis. Santi tetap tak menggubris, hanya melangkah ke dapur, mengecek pesanan yang belum dipacking.

Bayu menaikkan nada suaranya, “Santi! Dengar nggak?!”

Santi berbalik cepat, matanya dingin. “Ada apa, hah? Kalau kamu datang cuma buat mengacau, silakan pergi. Aku nggak punya waktu untuk drama murahan.”

Mendadak, Mira keluar dari ruang belakang. Ia perempuan muda yang bekerja di bagian pengemasan. Wajahnya cantik, rapi, dan berpenampilan trendi. Tak heran Bayu salah paham.

“Mbak,” Bayu mendekati Mira dengan percaya diri, “saya mau orang ini dipecat. Nanti dia bakal bawa sial ke usaha Anda. Dia itu pembangkang, nggak tahu diri, dan—”

“Maaf, Anda siapa ya?” potong Mira tenang.

“Saya mantan suami dia!” tunjuk Bayu ke arah Santi.

Mira terkekeh pelan. “Oh, sayang sekali. Tapi justru karena beliau, saya bisa kuliah lagi dan kerja di sini. Dan pemilik usaha ini… bukan saya. Tapi beliau” Mira menunjuk Santi dengan bangga.

1
arniya
luar biasa kak
ana cahaya
i like 😍 bagus dan sangat bagus ceritanya
Lestari Endang
iiih ada yaa yg seperti itu ....jadi dia yg Setaaan
Siti Dede
Dapet ide dari mana sih kamyuuu...karyanya bagus, beda dari yg lain2. Semangat berkarya ya...makin sukses kedepannya
Sharra
ya Allah jika di kehidupan nyata benar seperti dlm novel ini betapa bahagia dan senang saya negara menjadi aman dan tenteram nda ada yg namanya kaum duafa atau anak jalanan tp PD kenyataannya kehidupan TDK sesuai realita banyak anak yg TDK bisa sekolah BKN karena TDK pintar tp TDK ada kemampuan miris memang kehidupan ini
Emy Ariastuti
semangat ka
Sri Ningsih
like, k aku.mMpir semangat Nabil sNti
Queenfans Angelfans
һіᥣᥲᥒg ᥣᥲgі 𝗍һ᥆r
may89
merasa tersaingi
may89
wah,,, jabatan buat ajang cari cuan biar gampang ,,, ternyata tak seperti keinginan mu pak lurah🙏
may89
ttp semangat Santi ,,,
Happyy
🤗🤗🤗
Happyy
👍🏻👍🏻👍🏻
Happyy
👌👌👌
Linda Suryati
senang pada bahagia
Linda Suryati
saya tidak paham. cerita spektakuler. alur yg bagus. etika ada ilmiah ada. apa lagi Bapak Robert MUALLAF. Lengkapppp. yg layak tayang. ROMAN PICISAN (JAMAN SAYA DULU. SAAT INI 60 thn). semoga bisa tayang sampai finis. Tetap buat alur yg seimbang antar dunia, akhirat. Kl boleh belajar FIQIH. Spt saat ini banyak yg salah paham tentang ALAK TIGA. Buat alur yg bisa menjelaskan TALAK TIGA YG MENURUT HUKUM ALLAH. BUAT MBAK PENGARANG. APA PUN YG ANDA TULIS NIATKAN IBADAH. BERBAGI ILMU & PENGETAHUAN. SEHINGGA PAHALA MENGALIR TERUS( AMAL JARIAH). Saya duluuuu senangnya baca KHOPINGHO, NICK CARTER, Kalau nonton 007. sAat ini CONAN. Tahun ini belum tayang/saya belum up date. sudah tayang apa belum
Linda Suryati
seruuuu. alur cerita tetap menampilkan hati yg tersakiti. tetap menolong sesama manusia.
Linda Suryati
kl Allah berkehendak. pasti keluarga ini mendapat HIDAYAH. Sehingga TOBAT NASUHA. Spt nya menyusul Nani nih. Mati menggenaskan. karena dendam membara pada Santi
Linda Suryati
alhamdulillah alur cerita Nabil & Santi mau berbagi. hubungan sesama manusia. Niat nya KARENA ALLAH. Ini yg nama nya ridho ikhlas karena Allah
Linda Suryati
ternyata BAYU MENJADI PENGIKUT SETAN. MATINYA PASTI NGENAS. LUMAYAN KL DI PENJARA. KL BER DARAH2. APAPUN KL DINIATKAN U/DUNIA. AKAN DIBERI. MATINYA LANGSUNG DISIKSA SAMPAI KIAMAT.LANGSUNG MASUK NERAKA. . KL MASIH ADA IMAN SEBESAR JARAH. PASTI MASUK SURGA. SETIAP YG SUDAH BERSAHADAT STAY DULU DI NERAKA. DICUCI SAMPAI HILANG DOSANYA. MARIII SELALU BERDOA AGAR KITA & KETURUNAN KITA SELALU MENDAPAT HIDAYAH. DNG CARA BERGAUL DNG ORANG2 SHOLEH. BELAJAR ILMU ISLAM YG SYAR'I. SEHINGGA BENAR PEMAHAMAN AQIDAH/TAUHID. YG HANYA MEMINTA KEPADA ALLAH.BERIBADAH MENCONTOH YG TELAH RASULULLOH PRAKTEKKAN. TAMPA MENAMBAH/MENGURANGI
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!