Musim pertama : Tatap Aku, Suamiku
Musim Kedua : Bunda dari Anakku
Jatuh cinta pada pandangan pertama, membuat Wira (22 tahun) nekad membawa kedua orang tuanya ke Yogyakarta untuk melamar Naina ( 17 tahun), yang hanya seorang gadis yatim piatu.
Wira yang terlahir dari keluarga berada, menikah dengan Naina yang hanya gadis dari keluarga biasa.
Lima tahun pernikahan, guncangan menghantam kehidupan rumah tangga mereka. Dunia Naina hancur seketika. Kebahagiaan yang selama ini direguknya, apakah hanya sebuah kebohongan semata atau memang nyata. Apakah pernikahan ini sanggup di pertahankan atau harus berakhir??
Ikuti perjalanan rumah tangga Wira dan Naina
“Tolong tatap aku lagi, Suamiku.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
S1. Bab 26
“Tria?” Wira mengerutkan dahi, berusaha mengingat kembali peristiwa lima tahun silam. Tak ada satu pun yang tersisa di ingatan, hanya wajah cantik istrinya dalam balutan busana pengantin putih.
“Mas lupa, Nai.”
Setelah hampir lima menit berputar-putar dengan masa lalu, akhirnya Wira menyerah.
“Mas benar-benar lupa, Nai,” ulang laki-laki itu sekali lagi.
“Tidak penting juga untuk Mas mengingatnya. Nai tidak memiliki hubungan apa-apa dengannya. Sejak menikah. Hati dan hidup Naina Pelangie, milikmu Mas. Tidak menyimpan lelaki manapun di dalam sini,” ucap Naina, menunjuk ke dadanya.
Kedua tangan itu sudah membelit pinggang suaminya dengan posesif. Tubuh gemulai itu pun sudah merebah di dada bidang. Menempel di tubuh telanjang yang sudah tidak tertutup kemeja. Menikmati debaran nafas dan denyut teratur jantung Wira yang menenangkan.
“Mas, Nai berharap kita bisa berpelukan seperti ini seumur hidup. Nai terlahir di dunia untuk mencintaimu, Mas. Di garis takdir, Nai berharap hanya ada namamu, tidak ada coretan nama lelaki lain,” ucap Naina, mengecup pelan dada bidang sang suami.
Hantaman keras mengenai hati Wira, saat ucapan itu merembes masuk ke dalam pikiran. Rasa bersalah kembali menguasai dirinya. Di saat Naina menjaga setianya, dia sebagai suami telah berselingkuh. Mau sengaja atau tidak, tetap saja itu menyakitkan.
Bibirnya ingin menyampaikan kejujuran itu sejak lama, tetapi kekerasan hati Naina memaksanya untuk menutupi. Setidaknya dia memiliki waktu lebih lama lagi memiliki Naina.
“Nai, Mas itu mencintaimu. Tanamkan di dalam otakmu, alirkan di dalam darahmu. Biarkan menyatu di dalam dirimu. Suatu saat, andaikan keadaan kita tidak baik-baik saja. Tolong ingat, Mas mencintaimu, sangat mencintaimu, Nai.”
Pelukan itu semakin mengerat, Naina mengecup dada bidang suaminya. “Nai juga, Mas.”
***
Dennis siap melangkah keluar dari rumah Stevi, laki-laki itu tersenyum licik menyapu ruang tamu, masih berharap bisa bertemu dengan Nola, putri yang tidak bisa diakuinya.
Stevi memilih mengakui anak itu sebagai anak Wira. Pilihan baik juga, setidaknya selama dua tahun ini dia bisa bersenang-senang menikmati uang berlimpah tanpa harus bekerja.
“Jangan sampai telat masuk ke dalam rekeningku, Stev! Aku pastikan Pratama Wirayudha ada di dalam genggamanku. Jangankan dua kali tes DNA, ratusan kali pun, aku pastikan Nola tetap putrinya,” ucap Dennis terbahak, mengingat kembali bagaimana sepak terjangnya selama dua tahun ini.
“Ssstttt! Jangan berisik. Bagaimana kalau pengasuh itu mendengarnya. Kacau semuanya!” omel Stevi.
“Oh ya?” Langkah kaki Dennis terhenti. Berbalik menatap Stevi dengan senyum terkulum.
"Sebegitu takutnya kamu dengan pengasuhmu itu."
Kaki Dennis melangkah ke arah kamar Nola. “Di sini kamar putriku, kan?” tanya Dennis, mengetuk pelan pintu kamar itu.
“Ya, seingatku di sini. Laporan yang masuk padaku, kalau kamar putriku di sini.” Dennis mengerutkan dahi.
Tak lama, muncul pengasuh Nola. Sempat terkejut, tetapi kemudian menyapa Dennis sambil memamerkan senyumannya setelah laki-laki itu memberi kode dengan lirikan mata.
"Sore Pak. Nola sudah baik-baik saja.”
Mendengar sang pengasuh menyapa Dennis, Stevi langsung mengerti satu hal. Selama ini dia sudah diikuti Dennis, bahkan laki-laki itu sudah dengan lancang bekerjasama dengan pengasuh Nola atau bahkan pengasuh itu orangnya Dennis. Entalah!
“Selama ini kamu memata-mataiku?” tuding Stevi. Amarahnya membuncah, kesalnya mencuat.
“Hahaha ... jangankan kamu, Stev. Aku juga memata-matai papi gadungan Nola. Tanyakan padaku apa yang sedang dilakukannya sekarang, aku pasti tahu semuanya. Aku tahu semua hal tentang Pratama Wirayudha.”
“Kamu mau mendengar apa yang sedang dilakukan Wira sekarang? Dia sedang bersama istri tersayangnya, Stev.”
Deg—
“Kamu ...?”
Dennis terkekeh, tawanya menunjukan dia sedang di atas angin.
“Ya, lagi pula aku heran padamu Stev, jelas-jelas Wira itu tidak menginginkanmu. Untuk apa kamu terus memaksanya. Hanya membuatmu sakit hati sendiri. Walau aku akui dengan sikap egoismu seperti ini, aku jadi tidak perlu susah-susah bekerja. Tinggal menikmati jatah bulanan.”
Tangan Stevi sudah terkepal, matanya memerah dengan dengan garis wajah mengeras. Pengasuh yang sejak tadi berdiri di ambang pintu buru-buru kembali ke dalam kamar Nola dan menutup pintu.
“Aku sedang berbaik hati. Suami sirimu itu akan berbulan madu ke Eropa bersama Naina tersayangnya beberapa hari lagi.” Dennis bercerita sembari memanas-manasi.
Mendengar kabar bulan madu sang suami, Stevi bertambah kesal. Wanita itu lagi-lagi menatap tajam Dennis.
“Jangan coba-coba menyakiti Nola! Aku tahu kamu hanya memanfaatkan anak itu untuk menjebak Wira. Untuk itulah aku memanfaatkan pengasuh itu. Aku mungkin pecundang, aku mungkin brengsek’ tetapi aku tidak mungkin menyakiti anak kecil yang tidak berdosa.”
“Kurang ajar kamu! Dennis!”
Dennis bukannya menciut, sebaliknya lelaki itu malah tersenyum. “Aku akui, aku tidak mencintai Nola, tetapi aku juga tidak membencinya.”
Menghela napas kasar, Dennis melangkah keluar dari rumah mewah Stevi tanpa berpamitan. Tersenyum sinis menatap seberapa mewahnya fasilitas yang didapatkan Stevi dengan memanfaatkan keberadaan putri mereka.
***
Kantor PW Group.
Tria, sang office boy baru. Pagi itu, Tria dipindahtugaskan untuk membersihkan ruangan-ruangan di lantai teratas kantor PW Group bersama seorang rekannya. Dan tentu saja, termasuk ruangan direktur, Pratama Wirayudha yang pagi itu masih sepi, belum didatangi penghuninya.
Di depan ruangan hanya ada Stevi, sang sekretaris yang baru saja tiba. Sedang merapikan dandanan di meja kerja.
“Pagi Mbak, maaf mau membersihkan ruangan Pak Direktur,” ucap Tria yang tidak mengenali Stevi sama sekali.
“Masuk saja ke dalam. Pak Wira belum masuk kantor,” sahut Stevi, tanpa menoleh sedikit pun, terlalu sibuk dengan bedak dan lipstik di tangannya.
Stevi terlihat serius menebalkan alisnya, memakaikan blush on merah muda di pipi sekaligus menambah warna merah menyala di bibir tebalnya saat Wira keluar dari lift dan berjalan masuk ke ruangannya.
“Stev, tolong siapkan jadwalku hari ini!” pintanya sembari berjalan menuju ruangannya.
Pagi itu, Wira terlihat tampan dengan setelan jas abu-abu, lengkap dengan dasi hitam yang tersimpul di lehernya.
“Mas, kita perlu bicara!” Stevi tiba-tiba menghentikan kegiatan memoles wajahnya. Sekretaris merangkap istri siri direktur itu bergegas meraih tangan Wira untuk menahannya.
“Ada apa lagi, Stev?”
“Mas mau mengajak Naina jalan-jalan lagi? Mas pergi berapa lama?” cerocos Stevi.
“Bukan urusanmu, Stev.” Menyentak kasar tangan Stevi. Laki-laki itu mendorong pintu, bergegas masuk ke dalam ruangan, disusul Stevi yang masih belum mau berhenti mengoceh.
“Mas, aku mohon jangan begini. Kalau Mas pergi lama, bagaimana kalau Nola merindukanmu. Bagaimana pun Nola itu putrimu, Mas,” ucap Stevi, merengkuh lengan Wira.
“Lepas!”
Perdebatan keduanya terhenti saat menyadari kehadiran orang asing di dalam ruangan Wira.
“Kamu siapa?” tanya Wira, mengerutkan dahinya.
***
TBC
Bahkan seakan ikut merasakan sakit yang sesakit itu bagi Dennis
full bintang ,subricrible, vote d tutup kopi
sebelum2 ni terlalu baik sampai tak peka langsung.