Lanjutan dari novel Reinkarnasi Pendekar Dewa
Boqin Changing, pendekar terkuat yang pernah menguasai zamannya, memilih kembali ke masa lalu untuk menebus kegagalan dan kehancuran yang ia saksikan di kehidupan pertamanya. Berbekal ingatan masa depan, ia berhasil mengubah takdir, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menghancurkan ancaman besar yang seharusnya merenggut segalanya.
Namun, perubahan itu tidak menghadirkan kedamaian mutlak. Dunia yang kini ia jalani bukan lagi dunia yang ia kenal. Setiap keputusan yang ia buat melahirkan jalur sejarah baru, membuat ingatan masa lalunya tak lagi sepenuhnya dapat dipercaya. Sekutu bisa berubah, rahasia tersembunyi bermunculan, dan ancaman baru yang lebih licik mulai bergerak di balik bayang-bayang.
Kini, di dunia yang telah ia ubah dengan tangannya sendiri, Boqin Changing harus melangkah maju tanpa kepastian. Bukan lagi untuk memperbaiki masa lalu, melainkan untuk menghadapi masa depan yang belum pernah ada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pencarian Dimulai
Waktu berlalu tanpa terasa. Beberapa saat kemudian, langkah kaki terdengar menuruni tangga kayu. Suara itu tenang, teratur, tidak tergesa, seolah pemiliknya sama sekali tidak merasa bersalah telah membuat orang lain menunggu.
Sosok Boqin Changing muncul terlebih dahulu, pakaiannya rapi, wajahnya tenang seperti biasa. Di belakangnya, Sha Nuo menyusul sambil merapikan ikat pinggangnya, masih terlihat sedikit kaku akibat tidur singkat.
Begitu mereka memasuki ruang makan, Shang Mu langsung berdiri dan menyambut dengan senyum ramah.
“Ayo sarapan dulu!” katanya hangat.
Boqin Changing menangkupkan tangan memberi salam singkat.
“Maaf membuat Paman Mu dan semuanya menunggu.”
Sha Nuo mengangguk dalam-dalam, sedikit terlalu berlebihan.
“Maaf, kami telat semuanya..”
Shang Mu tertawa kecil, melambaikan tangan seolah hal itu tidak penting. Namun tatapannya segera berubah lebih serius. Ia mempersilakan mereka duduk, lalu tanpa berputar-putar langsung bertanya.
“Bagaimana semalam?” ucapnya. “Apakah kalian mendapatkan informasi yang berguna?”
Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan dengan nada yang lebih hati-hati,
“Dan… kalian tidak mendapat masalah, bukan?”
Untuk sepersekian detik, suasana di meja itu menegang. Boqin Changing mengangkat cangkir tehnya, menyesap sedikit sebelum menjawab. Gerakannya tenang, nyaris terlalu tenang.
“Semua berjalan aman, Paman,” katanya dengan nada datar. “Kami hanya berbicara dengan beberapa orang. Tidak ada masalah yang terjadi.”
Sha Nuo, yang duduk di sampingnya, langsung mengangguk cepat, terlalu cepat malah.
“Benar,” katanya dengan gaya kikuk. “Malam itu tenang. Tidak ada satu pun kelompok yang mencegat kami. Jalanan juga relatif sepi.”
Kalimat itu baru saja keluar dari mulutnya ketika Boqin Changing perlahan menoleh. Tatapan itu tidak tajam. Tidak mengandung amarah. Hanya datar… namun cukup membuat Sha Nuo menelan ludah dan segera menutup mulutnya. Ia baru sadar bahwa penjelasannya barusan terdengar terlalu detail untuk sesuatu yang “tidak terjadi”.
Untungnya, Shang Mu tidak memperpanjang pembicaraan itu. Ia hanya mengangguk pelan, seolah menerima jawaban mereka sepenuhnya.
“Syukurlah,” katanya sambil duduk kembali. “Kudengar dari pemilik penginapan, kota ini akhir-akhir ini tidak terlalu ramah pada orang luar.”
Shang Ni dan Zhiang Chi juga tampak menghela napas lega. Ketegangan tipis di udara pun mereda. Para pelayan segera datang membawa hidangan tambahan. Bubur hangat, roti kukus, dan beberapa lauk sederhana diletakkan di meja. Aroma makanan pagi menyebar, mengusir sisa-sisa rasa kantuk.
Mereka pun mulai sarapan. Beberapa suap berlalu dalam keheningan yang nyaman sebelum Boqin Changing meletakkan sumpitnya. Ia mengangkat pandangan, memastikan perhatian Shang Mu, Zhiang Chi, dan Shang Ni tertuju padanya.
“Ada beberapa hal yang kami dapatkan semalam,” ucapnya.
Ketiganya langsung fokus. Boqin Changing mulai menceritakan informasi yang ia peroleh. Tentang perubahan besar dunia persilatan Kekaisaran Shang sejak pemberontakan empat tahun lalu. Tentang kelompok-kelompok yang dulu biasa saja, kini menjadi kekuatan yang disokong istana. Tentang kelompok-kelompok lama yang meredup karena dianggap dekat dengan kekuasaan sebelumnya.
Ia menyebutkan Rumah Dagang Naga Tua, menjelaskan bagaimana mereka mendapatkan monopoli jalur distribusi dan izin-izin khusus. Ia juga membicarakan Paviliun Teratai Naga yang semakin terdesak, pasokan barang yang menipis, serta toko-toko yang terpaksa tutup di berbagai kota.
Semua disampaikan dengan rapi, terstruktur, tanpa satu pun detail tentang gang sempit, interogasi, atau kelompok Serigala Badai Utara yang semalam mencegat mereka.
Shang Mu mendengarkan dengan dahi berkerut.
“Jadi memang benar,” gumamnya. “Aku sudah menduga, tapi mendengarnya langsung tetap membuat tidak nyaman.”
Zhiang Chi mengepalkan tangannya di atas meja.
“Berarti keseimbangan dunia persilatan di Kekaisaran Shang sudah benar-benar rusak,” katanya. “Yang kuat makin kuat karena dukungan istana. Yang lain… hanya bisa bertahan.”
Shang Ni menutup mulutnya dengan satu tangan, matanya membelalak.
“Aku tidak menyangka Paviliun Teratai Naga bisa tertekan sejauh itu,” ucapnya lirih. “Mereka dulu sangat terkenal.”
Boqin Changing mengangguk pelan.
“Tekanan itu bukan kebetulan,” katanya. “Ini hasil dari pilihan yang dibuat empat tahun lalu. Siapa yang berdiri di sisi yang benar atau dianggap benar akan hidup nyaman. Yang salah posisi… akan tersingkir perlahan.”
Wajah Shang Mu jelas menunjukkan keterkejutan. Ia terdiam cukup lama, lalu menghela napas berat.
“Jika begitu,” katanya pelan, “pencarian kita terhadap Shang Yuan tidak akan mudah. Jika ia masih hidup pada kejadian empat tahun lalu… maka banyak pihak yang ingin menangkapnya.”
Boqin Changing tidak membantah.
“Justru karena itu,” ujarnya tenang. “Semakin dalam kita menggali, semakin besar kemungkinan kita menyentuh kepentingan orang lain.”
Sha Nuo yang sejak tadi diam akhirnya bersuara, nada bicaranya lebih serius dari biasanya.
“Setidaknya sekarang kita tahu arah anginnya,” katanya. “Dan tahu siapa yang sebaiknya tidak kita percaya begitu saja.”
Shang Mu mengangguk perlahan. Ia menatap Boqin Changing dengan pandangan yang lebih dalam, seolah baru menyadari bahwa pemuda di hadapannya bukan sekadar anak muda berbakat.
“Terima kasih,” ucapnya tulus. “Informasi ini… jauh lebih berharga dari yang kuduga.”
Di luar penginapan, kota semakin ramai. Suara langkah kaki, panggilan pedagang, dan derit roda kereta mulai memenuhi udara pagi. Di balik ketenangan meja sarapan itu, satu hal menjadi jelas bagi mereka semua.
Kota ini bukan sekadar persinggahan. Ia adalah simpul dari masa lalu yang berdarah, kepentingan yang saling bertabrakan, dan rahasia yang sengaja dikubur dalam-dalam. Di tengah semua itu, nama Shang Yuan kembali menggema. Meski masih samar menunggu untuk ditemukan.
Keheningan kembali menyelimuti meja makan itu. Shang Mu menatap mangkuknya sejenak, seolah bayangan masa lalu tiba-tiba muncul di permukaan bubur hangat di hadapannya. Jari-jarinya mengetuk pelan meja kayu, ritmenya tidak teratur, mencerminkan pikirannya yang sedang berputar.
Boqin Changing memanfaatkan jeda itu. Ia menegakkan punggungnya sedikit, suaranya tetap tenang namun mengandung kejelasan arah.
“Paman Mu,” ucapnya, “jika kita ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi empat tahun lalu, dan di mana posisi Shang Yuan sekarang, kita tidak bisa hanya bergantung pada kabar pasar atau cerita orang-orang kecil.”
Shang Mu mengangkat kepala.
“Maksudmu…?” tanyanya.
“Kita perlu menemui orang yang terakhir kali berhubungan langsung dengannya,” lanjut Boqin Changing. “Orang-orang yang berada cukup tinggi untuk tahu kebenaran, atau setidaknya tahu apa yang terjadi.”
Zhiang Chi langsung mengernyit.
“Langsung ke mereka?” ulangnya. “Itu berarti kita masuk ke wilayah yang lebih berbahaya.”
“Benar,” jawab Boqin tanpa ragu. “Tapi justru di sanalah simpul cerita ini berada.”
Shang Ni menoleh ke arah ayahnya.
“Ayah… siapa terakhir kali bertemu Yuan gege sebelum semuanya terjadi?”
Pertanyaan itu seperti membuka pintu lama yang berdebu. Shang Mu menarik napas panjang, lalu menghela perlahan. Tatapannya menerawang, menembus dinding penginapan, seolah melihat kembali kejadian bertahun-tahun lalu.
“Yuan’er…” gumamnya pelan. “Empat tahun lalu, tepat sebelum pemberontakan pecah sepenuhnya… aku memberinya satu perintah.”
Semua mata tertuju padanya.
“Aku memintanya untuk menemui sebuah keluarga bangsawan,” lanjut Shang Mu dengan suara yang lebih berat. “Keluarga Feng.”
Nama itu membuat udara di sekitar meja seolah mengeras. Sha Nuo yang sedang mengunyah roti kukus langsung berhenti, alisnya terangkat.
“Keluarga Feng?” ulangnya pelan.
Shang Mu mengangguk.
“Benar. Salah satu keluarga bangsawan tua yang memiliki pengaruh besar di wilayah ini. Saat itu, Shang Yuan seharusnya bertemu langsung dengan patriak mereka.”
“Feng Shitian,” sambung Shang Mu setelah jeda singkat.
Zhiang Chi menarik napas tajam, jelas mengenali siapa yang disebutkan.
“Patriak Feng Shitian…” katanya perlahan. “Jika benar, maka Shang Yuan tidak bertemu orang sembarangan.”
Boqin Changing tidak menunjukkan reaksi berlebihan. Namun di balik ketenangannya, pikirannya sudah bergerak cepat.
“Apakah Shang Yuan kembali setelah pertemuan itu?” tanya Boqin Changing dengan nada datar.
Shang Mu menggeleng pelan.
“Tidak tahu. Itulah masalahnya. Ia berangkat dengan membawa surat dariku. Seharusnya ia tinggal paling lama dua hari.”
“Dan tak lama setelah itu,” sambung Shang Ni lirih, “pemberontakan benar-benar pecah. Kami benar-benar hilang kontak.”
Shang Mu mengangguk.
“Dalam pelarian kami, kami mendengar ada rumor ia tewas. Ada yang mengatakan ia ditangkap. Ada juga yang bilang ia membelot.” Tangannya mengepal. “Aku tidak pernah percaya satu pun tanpa bukti.”
Boqin Changing meletakkan kedua tangannya di atas meja.
“Jika Shang Yuan benar-benar bertemu Feng Shitian,” katanya, “maka Keluarga Feng pasti tahu sesuatu. Entah kebenaran sepenuhnya, atau potongan yang cukup untuk menyusun ulang kejadian empat tahun lalu.”
Sha Nuo menyeringai tipis.
“Atau mereka pura-pura tidak tahu apa-apa.”
“Itu kemungkinan besar,” jawab Boqin tenang. “Tapi bahkan kepura-puraan pun meninggalkan celah.”
Zhiang Chi menatap Shang Mu.
“Mu gege… apakah aman bagi kita untuk mendatangi Keluarga Feng sekarang? Kita tidak tahu mereka adalah sekutu atau pengkhianat.”
Shang Mu terdiam cukup lama. Ia menimbang, bukan hanya risiko bagi dirinya, tetapi bagi anaknya, dan bagi dua orang yang telah membantunya sejauh ini.
“Keluarga Feng bukan tipe yang langsung memusuhi tamu,” katanya akhirnya. “Namun mereka juga tidak mudah dibodohi. Jika kita datang tanpa persiapan, satu kesalahan kata saja bisa berujung bencana.”
Boqin Changing mengangguk setuju.
“Kita tidak perlu datang sebagai pihak yang mencari masalah,” katanya. “Cukup sebagai tamu yang ingin mengingat kembali hubungan lama. Paman Mu pernah berurusan dengan mereka, itu sudah cukup sebagai alasan.”
Tatapan Shang Mu beralih padanya.
“Kau yakin?”
Boqin Changing membalas tatapan itu tanpa ragu sedikit pun.
“Jika Shang Yuan masih hidup,” katanya pelan namun tegas, “jejak terakhir yang jelas ada di sana. Dan jika ia sudah tidak ada… maka alasan di balik hilangnya juga kemungkinan besar bermula dari pertemuan itu. Tenang saja, jika ada hal buruk terjadi, aku akan membereskannya.”
Hening kembali turun. Namun kali ini, hening itu bukan kebingungan, melainkan keputusan yang perlahan mengeras.
Shang Mu menghela napas, lalu mengangguk mantap.
“Baik,” katanya. “Kita akan menemui Keluarga Feng.”
Shang Ni menatap ayahnya dengan cemas namun juga tekad. Zhiang Chi mengangguk pelan, menerima keputusan itu. Sha Nuo menggeser duduknya, bahunya sedikit menegan
Boqin Changing berdiri lebih dulu.
“Jika begitu,” katanya sambil merapikan lengan bajunya, “ayo pergi ke sana.”
💥💥💥💥
🔥🔥🔥