NovelToon NovelToon
Belenggu Cinta Kakak Ipar Tampan

Belenggu Cinta Kakak Ipar Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:BTS / Selingkuh / Cinta Terlarang / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Adrina salsabila Alkhadafi

Katanya, cinta tak pernah datang pada waktu yang tepat.
Aku percaya itu — sejak hari pertama aku menyadari bahwa aku jatuh cinta pada suami kakakku sendiri.
Raka bukan tipe pria yang mudah ditebak. Tatapannya tenang, suaranya dalam, tapi ada sesuatu di sana… sesuatu yang membuatku ingin tahu lebih banyak, meski aku tahu itu berbahaya.
Di rumah yang sama, kami berpura-pura tak saling peduli. Tapi setiap kebetulan kecil terasa seperti takdir yang mempermainkan kami.
Ketika jarak semakin dekat, dan rahasia semakin sulit disembunyikan, aku mulai bertanya-tanya — apakah cinta ini kutukan, atau justru satu-satunya hal yang membuatku hidup?
Karena terkadang, yang paling sulit bukanlah menahan diri…
Tapi menahan perasaan yang seharusnya tidak pernah ada.menahan ahhhh oh yang itu,berdenyut ketika berada didekatnya.rasanya gejolak didada tak terbendung lagi,ingin mencurah segala keinginan dihati.....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26: Ruang yang Tercipta dan Bayangan di Balik Kaca

​Dua Minggu Kemudian.

​Rutinitas ganda Luna kini telah menjadi kebiasaan. Ia menjalani hidupnya seperti dua sungai yang mengalir berdampingan: satu adalah sungai tenang kepura-puraan di rumah Naira, dipenuhi dengan warna-warna cat air yang damai; yang lain adalah arus bawah yang deras, yang membawanya setiap Selasa dan Kamis ke pusaran hasrat rahasia di Unit 903.

​Keberhasilan operasi "Lari untuk Alibi" telah memberikan kepercayaan diri yang kejam bagi Raka dan Luna. Mereka tidak lagi merasa takut; mereka merasa tak terkalahkan.

​Namun, keberhasilan ini menciptakan sebuah efek samping tak terduga: pergeseran energi di rumah.

​Luna, yang kini secara emosional dipenuhi oleh hasrat Raka, telah menarik diri dari ketergantungannya pada Naira. Ironisnya, Naira yang awalnya mendorong Luna mencari kebebasan, kini mulai merasa hampa.

​Malam di Ruang Tengah.

​Naira duduk di sofa, mencoba membaca novel. Di sudut ruangan, Luna sedang melihat-lihat katalog peralatan seni di tabletnya, benar-benar tenggelam dalam perannya. Raka baru saja selesai mandi, berjalan ke ruang tengah dengan kaus polo dan celana santai.

​"Mas, menurutmu aku harus beli cat akrilik atau cat minyak?" tanya Luna, mendongak. Ini adalah pertanyaan yang sah, dirancang untuk menguatkan alibinya.

​"Tergantung. Cat minyak butuh waktu kering lebih lama, butuh teknik khusus. Akrilik lebih mudah. Tapi aku suka bau minyak, lebih autentik," jawab Raka, nadanya santai, namun matanya memberi Luna kode. Aku suka bau yang autentik, bukan kebohongan.

​"Aku rasa aku akan mencoba akrilik dulu. Aku nggak mau jadi terlalu ambisius," putus Luna.

​"Itu bijak, Lun," timpal Naira, suaranya sedikit hambar. Ia menutup bukunya.

​Raka duduk di sebelah Naira, mengambil remote. Keheningan turun, tetapi kali ini, ketegangan itu datang dari Naira.

​"Kamu kenapa, Sayang? Kamu terlihat lelah," tanya Raka, mengusap bahu Naira. Sentuhan itu terasa lebih mekanis, lebih karena kebiasaan, bagi Luna.

​Naira menghela napas. "Aku nggak tahu, Mas. Aku cuma merasa... kamu dan Luna jadi dekat sekali belakangan ini. Maksudku, kalian bicara tentang lukisan, tentang teknik, tentang bau-bauan..." Naira tertawa kecil, berusaha meremehkan perasaannya. "Aku merasa asing, karena aku nggak mengerti seni kalian."

​Luna menahan napas. Ini bukan kecurigaan, ini adalah rasa terasing. Jauh lebih berbahaya.

​Raka segera merespons dengan kelembutan yang mematikan. "Tentu saja, Sayang. Kami bicara tentang hal yang nggak kamu kuasai. Kamu kan lebih jago soal saham dan bisnis. Tapi ini bagus, kan? Luna menemukan passion-nya. Justru kamu harus senang, dia nggak lagi bergantung sama kamu. Kita berdua akhirnya punya ruang untuk diri sendiri."

​Kata 'ruang' itu terasa dingin dan beracun. Raka berhasil membalikkan situasi: Naira merasa terasing karena ia berhasil menciptakan ruang untuk Luna.

​"Aku tahu, Mas. Aku senang dia mandiri," Naira mengakui. "Tapi kadang aku rindu, Luna yang dulu. Yang selalu minta ditemani nonton drama Korea atau minta aku yang memilihkan bajunya. Sekarang dia sibuk sendiri."

​"Dia sudah dewasa, Sayang," ujar Raka lembut, namun nadanya tegas, menutup diskusi. "Biarkan dia bernapas."

​Luna menyaksikan sandiwara itu. Raka tidak hanya melindungi rahasia mereka, ia juga mendisiplinkan istrinya agar menerima jarak baru itu.

​Keesokan Harinya. Pukul 09:00. Kantor Raka.

​Raka sedang di tengah panggilan telepon, namun pikirannya terganggu. Perkataan Naira semalam terngiang-ngiang. Aku rindu Luna yang dulu.

​Raka menyadari, ia harus melakukan penyesuaian strategi. Ia harus memastikan Naira tidak hanya percaya pada alibi, tetapi juga merasa diperhatikan agar ia tidak fokus pada Luna.

​Ia menutup teleponnya dan segera mengetik pesan ke Luna.

​Raka: Strategi berubah. Risiko Naira mulai fokus pada kita meningkat. Kamu harus mengubah pola komunikasi di rumah.

​Luna: Maksudmu? Aku sudah jaga jarak, aku sudah bicara tentang Emerald Green dan Akrilik.

​Raka: Tidak cukup. Kamu harus kembali membuat Naira merasa penting. Besok malam, tanyakan padanya tentang masalah di kantornya. Puji penilaiannya. Buat dia merasa kamu butuh nasihatnya. Kembalilah menjadi 'adik' yang butuh bimbingan, walau hanya untuk satu malam.

​Raka: Aku akan mengimbanginya. Malam ini, aku akan membawa bunga untuknya.

​Luna: Mawar putih? Sama seperti yang kamu bawa ke Unit 903?

​Raka: Tentu saja. Tapi kali ini, buketnya jauh lebih besar, lebih formal. Itu adalah penutup yang sempurna. Bau yang sama, tapi konteksnya berbeda. Itu adalah kamuflase ganda.

​Raka: Dan kita harus membatalkan pertemuan hari Kamis. Terlalu berdekatan dengan tekanan Naira semalam. Aku tidak bisa mengambil risiko kita terlihat terlalu lega.

​Pesan terakhir itu menusuk Luna lebih dari yang ia duga. Pembatalan berarti kehilangan sentuhan Raka, kehilangan tempat jujur mereka. Ia merasakan ketergantungan fisiknya pada Raka semakin menguat.

​Luna: Pembatalan?

​Raka: Ya. Kita tidak bisa menunjukkan kebahagiaan yang berlebihan. Penahanan hasrat ini akan membuat pertemuan kita minggu depan jauh lebih eksplosif. Ini adalah bagian dari permainan, Luna. Pelajaran: Sabar.

​[Monolog Batin Luna]

Sabar. Aku benci kata itu. Aku benci Raka menggunakan hasratku sebagai alat manipulasi strategis. Tapi, di sisi lain, penundaan ini membuat dahaga ku padanya semakin parah. Dia benar. Dia mengontrolku bahkan saat dia tidak menyentuhku.

​Malam Hari. Rumah Keluarga Raka dan Naira.

​Raka pulang dengan buket mawar putih yang sangat besar. Bau mawar itu langsung menyebar di ruang tamu, manis dan menyesakkan.

​Naira terkejut, matanya berbinar. "Ya ampun, Mas! Ini indah sekali! Ada apa? Merayakan apa?"

​"Tidak merayakan apa-apa, Sayang. Aku hanya merasa kamu terlalu lelah dan terlalu fokus pada pekerjaan," Raka mencium Naira di depan Luna. "Aku ingin kamu tahu, kamu yang terbaik."

​Naira memeluk Raka dengan erat. Bau mawar putih, bau yang sama persis dengan yang mereka hirup di Unit 903, kini menjadi simbol cinta sejati di ruang tamu itu.

​Luna berdiri di dekat pintu dapur, menyaksikan pemandangan itu. Rasa jijik dan euforia saling bertarung di perutnya.

​Raka menoleh ke Luna, dan memberikan tatapan cepat yang hanya berlangsung sedetik. Tatapan itu berkata: Lihat, betapa mudahnya.

​Luna membalas dengan senyum tipis, pahit, dan penuh pengertian.

​Ini adalah kamuflase ganda. Mawar itu kini telah berfungsi ganda: sebagai penutup di rumah, dan sebagai kode rahasia yang hanya mereka berdua yang tahu artinya—yaitu, tempat mereka yang gelap masih menanti.

​Malam itu, saat Naira sibuk memotong batang mawar di dapur, Luna mengirim pesan terakhir ke Raka.

​Luna: Aku mengerti. Emerald Green untuk publik. Mawar Putih untuk kita.

​Raka: Gadis pintar. Sekarang, kembali ke peranmu. Tanyakan pada Naira tentang laporan triwulanan yang mengganggunya. Segera.

​Luna menutup ponselnya. Ia berjalan ke dapur, di mana aroma mawar yang memusingkan itu bercampur dengan uap air. Ia menatap Naira, kakak perempuannya, dan mulai melancarkan serangan baliknya, kembali ke peran adik yang membutuhkan.

​"Kak Naira, boleh aku minta nasihatmu sebentar? Aku nggak tahu kenapa, aku merasa takut untuk mulai melukis dengan cat minyak. Aku takut aku terlalu bodoh untuk itu," Luna memulai, nada suaranya lembut, meminta perlindungan.

​Naira menoleh, matanya bersinar. Ia meletakkan vas mawar, dan senyum lega kembali muncul di wajahnya. Luna tahu, ia telah berhasil menarik Naira kembali.

1
kalea rizuky
benci perselingkuhan apapun alesannya sumpah eneg bgg
putri lindung bulan: iya kk, aku juga benci,tapi mau apalagi,nasi sudah jadi bubur
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!