"Aku ini gila, tentu saja seleraku harus orang gila."
Ketika wanita gila mengalami Transmigrasi jiwa, bukan mengejar pangeran dia justru mengejar sesama orang gila.
Note : Berdasarkan imajinasi author, selamat membaca :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
keturunan murni
"Itu menarik, tapi aku ingin meratakan wilayah ini." Ucap Rui, tatapannya dingin dan hampa.
"Aku mengerti trauma akan rasa sakitmu. Tapi, setelah kau berkuasa di tanah ini kau bisa mengganti wilayah ini menjadi wilayah baru. Kau bisa membangun kembali wilayah ini, hingga kehidupan masa lalu lenyap seperti ditelan bumi." Ucap Ruby.
"Lalu menurutmu, pembalasan dendam seperti apa yang memuaskan?." Rui bertanya.
"Dengan menggerogoti, kita harus mempertimbangkan secara matang dan tidak boleh terburu-buru. Siapa dalang utama dari penderitaanmu, siapa saja yang harus menerima pembalasan dan pembalasan seperti apa yang harus di persiapkan. Kita harus mulai dari akarnya dulu, supaya mendapatkan buah yang manis." Ucap Ruby tersenyum penuh arti.
"Kau tau Ruby, setelah aku menggila otakku tidak lagi berfungsi dengan baik. Aku hanya bisa berpikir dengan membunuh semuanya rasa sakit ini akan hilang. Aku tidak bisa sabar lagi, aku ingin membunuh mereka semua segera." Ucap Rui, batin nya tersiksa.
"Tidak ada yang mustahil di dunia ini, lihat bagiamana sekarang kau bisa lancar bicara. Akan ada jalan untuk menyembuhkanmu. Bukan menyembuhkan kegilaan, kau hanya perlu mengatur emosimu agar tidak dirugikan lagi. Dengan ketenangan kita bisa meraih apapun, dengan bersikap santai layaknya orang gila yang tidak peduli apapun, kita bisa memakan lebih banyak daging." Ucap Ruby, tatapannya lapar.
"Aku akan menuruti perintahmu." Ucap Rui.
"Rui aku memang suka menjadi dominan, tapi aku tidak suka memiliki suami yang tidak bisa apa-apa. Kau harus menjadi kuat, karena aku bergantung pada kekuatanmu dan kau bergantung pada kepintaranku. Kita saling melengkapi kegilaan kita, menjadi peluru yang menakutkan." Ucap Ruby.
"Aku mengerti, aku akan mewujudkan harapanmu." Rui menangguk, dia tersenyum.
"Wah senyumu manis juga ya, membuat fefek ku kedut-kedut." Ucap Ruby tiba-tiba mesum.
"Apa itu fefek?." Bingung Rui.
"Kau tidak tau?." Ruby pura-pura terkejut.
"Ya, aku baru pertama kali mendengar fefek, apa itu semacam kata kiasan?." Tanya Rui.
"Ya ampun, kalau begitu aku akan memberitahumu apa itu fefek. Kemarikan tanganmu." Ruby tersenyum penuh arti.
Rui dengan polosnya mengadahkan tangannya, Ruby menariknya dengan halus mengarahkan ke arah Fefeknya yang imut.
Deg.
Rui melotot kaget dan wajahnya memerah. Dia langsung buru-buru menarik tangannya, meskipun gila dia ini Pangeran. Hal tidak senonoh seperti ini sungguh sangat mengejutkan.
"Nahh itu yang namanya fefek." Ruby tersenyum geli.
Rui hanya menutup wajahnya dengan malu, wajahnya memerah hingga ke leher. Dia benar-benar malu, jika itu saat malam hari mungkin tidak masalah. Tapi di saat siang bolong begini, di ruang kerja dengan pintu terbuka lebar. Rui benar-benar merasa malu, justru dia yang merasa di lecehkan.
"Ya ampun, kenapa malu-malu begitu. Bukankah kamu suka Fefek?." Ujar Ruby, menikmati ekspresi lucu Rui.
"Tolong jaga bicaramu, itu sangat tidak sopan." Rui sungguh malu.
"Jawab saja, kau lebih suka Ruby atau Fefek?." Ruby tidak peduli.
"Hentikan Ruby, jaga martabat dan harga dirimu sebagai wanita." Rui tertekan.
"Bukankah kau sudah tau sekarang?." Ucap Ruby polos.
"Apa?." Bingung Rui.
"Aku tidak punya harga diri, HAHAHHAHAAH." Ruby tertawa lepas.
"Ya lagian orang gila mana yang punya harga diri? rasa malu aja gapunya apalagi harga diri." Batin Ruby ngakak.
Rui hanya terkekeh geli, meksipun menakutkan dan aneh Ruby memang lucu. Rui merasa cukup terhibur dan takut pada sifat Ruby yang aneh ini.
Ruby turun dari meja, dia berjalan keluar begituan saja. Rui mengikuti, ternyata Ruby pergi ke kamar Xui. Begitu masuk, Ruby dan Rui bisa melihat Xui sedang membaca gulungan dengan santai dan tenang seakan tidak terjadi apapun.
"Eh, dia terlihat semakin tinggi." Batin Ruby.
"Xui." Panggil Ruby.
"Ayah, Ibu." Xui menoleh dan tersenyum.
"Bagiamana keadaanmu? Ayahmu bilang kau kesakitan setelah pulang dari akademi." Ucap Ruby, mengelus rambut Xui.
"Sudah membaik, Ayah menolong tepat waktu Ibu. Sekarang aku merasa jauh lebih baik dan tubuhku terasa ringan." Jawab Xui.
"Syukurlah, apa kau lapar? Ibu akan memasak untukmu." Ucap Ruby.
"Apa Ibu tidak kelelahan?." Tanya Xui.
"Tidak, jangan khawatirkan urusan orang tua. Hidup saja dengan bahagia dan tumbuh dengan baik." Ucap Ruby mode waras.
"Terimakasih Ibu, Ayah." Xui tersenyum, terharu karena kini hidupnya jauh lebih baik.
"Eh? apa itu?." Batin Ruby.
"Tanda apa ini?." Bingung Ruby, perasaan dulu tidak ada tanda apapun di dahi Xui.
"Oh apa ini semacam tatto atau gambar kuas?." Ruby sok tahu.
"Tidak, itu tanda keturunan murni keluarga Kaisar Fanglin." Saut Rui.
"Apa?." Kaget Xui, dia sendiri tidak sadar.
"Entah apa yang sudah terjadi, tapi kau sudah diakui dan nama mu tertulis di kuil istana Fanglin." Ucap Rui, dia juga bingung.
"Apa? apa sih?." Ruby bingung karena tidak mengerti.
"Lalu bagiamana ini Ayah?." Kaget Xui.
"Tenanglah, hanya Kaisar yang diperbolehkan masuk ke ruangan Kuil. Meskipun Kaisar mengerti akan dirimu, dia pasti mengira kau baru saja lahir." Ucap Rui.
"Pasti gempar kan? bagaimana jika adik kedua mu itu memberitahu tentang Xui?." Tanya Ruby.
"Seharusnya dia tidak melakukan itu." Ucap Rui.
"Kau percaya padanya?." Tanya Ruby.
"Bukan percaya, tapi apa untungnya dia memberitahu?." Ucap Rui.
"Untuk memancing emosi Putra mahkota saat ini." Ucap Ruby.
"Tidak ada untungnya, justru dia akan terseret karena mengetahui lebih dulu dan menyembunyikannya dari Kaisar." Ucap Rui.
"Benar juga." Ruby mengangguk.
Sedangkan di Istana Kekaisaran Fanglin benar-benar terjadi kegemparan. Bahkan jauh lebih besar di banding dugaan Rui dan Ruby.
Suara ledakan dahsyat terdengar dari arah Kuil Suci, Kaisar dan para petinggi datang untuk memeriksa. Begitu Kaisar masuk dan melihat rak gantungan nama keturunan yang bergetar cepat, di sana sudah ada satu batu giok hijau baru dengan ukiran nama "Fang Xui" bahkan ukiran itu berbeda. Keturunan lain namanya terukir hitam, sedangakan milik Fang Xui terukir berwarna emas mirip seperti milik Fang Rui.
"Keturunan generasi baru telah lahir." Gumam Kaisar, matanya terkejut.
Kabar itu langsung gempar dan membuat para Petinggi, Selir, Pangeran dan Putri terkejut. Mereka berpikir Kaisar memiliki anak di luar nikah, banyak spekulasi yang memanas dan memancing keributan.
"Apa Ayahanda sungguh memiliki anak di luar nikah?." Ucap seorang pemuda berusia 17 tahun.
"Sial, bagiamana mungkin. Kaisar tidak pernah dinas keluar, mana mungkin tiba-tiba ada anak diluar nikah." Ujar seorang wanita berpakaian terbuka.
"Ini tidak bisa di biarkan Ibunda, kita harus mencari dan menghabisi anak itu." Ujarnya.
"Tenanglah, kita belum tau keturunan dari siapa yang lahir. Belum tentu dia benar-benar anak Kaisar." Ucapnya.
Mereka adalah Pangeran ke tiga Fanglin dan Selir Agung. Putra mahkota saat ini yang telah berhasil melengserkan Fang Rui di masalalu, umurnya masih muda tapi karena dukungan Ibunya dia bisa memperkuat posisinya.
Putra mahkota Fanglin saat ini, bernama Fang Yun. Dia memiliki ambisi yang kuat berkat doktrin Ibunya, sampai detik ini posisi Permaisuri masih kosong sejak meninggalnya Ibunda dari Fang Rui.
Ada banyak Selir Kaisar tapi hanya beberapa saja yang dikenal publik. Para Pangeran dan Putri juga sangat banyak, ada yang sudah tewas karena intrik Harem.
Fang Rui saat ini masih memiliki 8 saudara berbeda Ibu, 3 diantaranya sudah besar dan sisanya masih kecil, tidak memiliki power sama sekali.
Jarak umur Fang Rui dan adik-adiknya cukup jauh. Karena Kaisar sebenarnya tidak ingin memiliki selir, tapi karena tuntutan dan desakan para petinggi dia akhirnya memilih beberapa wanita untuk menghuni istana Harem.
Fang Yun yang merasa kesal, dia berjalan tak tentu arah dengan emosi, sudah susah payah dia mengukuhkan posisi dan melengserkan Fang Rui. Tapi, kini lahir sandungan kecil yang bahkan belum di ketahui pasti identitasnya, datang mengganggu ketenangan nya.
"Apa kau merasa ketakutan, Yun?." Suara Fang Lu terdengar santai. (Pangeran kedua).
"Kakak kedua, kau terlihat sangat tenang apa kau tau sesuatu?." Ujar Fang Yun.
"Entahlah, kenapa? kau penasaran?." Tanya Fang Lu.
"Hahahhaha, sejak dulu kau memang selalu mengekor pada Kakak pertama seperti anak ayam. Apa kau berharap bayi ini akan bisa menggeser posisiku?." Sinis Fang Yun.
"Ingatlah Yun, umurmu dan Kakak pertama saja terpaut jauh tapi kau bisa menjadi Putra mahkota. Tidak ada yang mustahil di dunia ini, bisa saja bayi ini jauh lebih kuat dan menakutkan dari Kakak pertama." Ucap Fang Lu.
"Hahahahahha, apa kau bercanda? tidak semua bayi berumur panjang." Ucap Fang Yun penuh arti.
"Tapi bagaimana jika bayi yang kau yakini itu ternyata bukan bayi." Fang Lu menahan tawa.
"Sepertinya kau ikutan gila karena sering mengekori orang gila. Jangan menggangguku, Kakak tidak berguna." Ucap Fang Yun berlalu pergi.
Fang Lu hanya menatap dengan tatapan dingin, dia berharap Kakak tertuanya akan kembali dan memberi pelajaran pada Fang Yun. Dia merasa tidak ada yang lebih cocok dibanding Fang Rui untuk menjadi putra mahkota.
"Aku harap kau akan segera kembali Kak." Batin Fang Lu.