NovelToon NovelToon
Perjuangan Gadis SMA

Perjuangan Gadis SMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Anak Genius / Anak Yatim Piatu / Teen School/College / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Hanafi Diningrat

Najwa, siswi baru SMA 1 Tangerang, menghadapi hari pertamanya dengan penuh tekanan. Dari masalah keluarga yang keras hingga bullying di sekolah, dia harus bertahan di tengah hinaan teman-temannya. Meski hidupnya serba kekurangan, Najwa menemukan pelarian dan rasa percaya diri lewat pelajaran favoritnya, matematika. Dengan tekad kuat untuk meraih nilai bagus demi masa depan, dia menapaki hari-hari sulit dengan semangat pantang menyerah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanafi Diningrat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari pertama di neraka

Pagi Minggu jam tujuh, Najwa sudah berdiri di halte depan sekolah sambil menunggu jemputan. Udara Bogor masih dingin dengan kabut tipis yang menyelimuti jalanan. Perutnya mual karena nervous, tapi dia harus kuat.

"Najwa, kamu kenapa berangkat sepagi ini? Hari Minggu lagi." Kirana bertanya tadi pagi waktu melihat Najwa bersiap.

"Ada les tambahan matematika. Mau persiapan ujian." Najwa berbohong sambil memakai jaket tebal.

"Oh, semangat ya. Jangan lupa makan siang."

Sekarang Najwa menyesal sudah berbohong ke Kirana. Entah kapan dia bisa pulang lagi ke panti.

Van hitam yang sama seperti kemarin berhenti tepat di depannya. Pintu terbuka, menampilkan Andi yang duduk di kursi belakang dengan senyum dingin.

"Selamat pagi, Najwa. Siap untuk hari pertama?"

"Siap." Najwa menjawab sambil naik ke van, meski hatinya bergemuruh.

Perjalanan berlangsung sekitar satu jam menuju daerah yang tidak Najwa kenal. Mereka melewati jalan-jalan tikus, perkebunan, sampai akhirnya sampai di sebuah kompleks bangunan yang terlihat seperti pabrik tua.

"Ini training center kami." Andi menjelaskan sambil turun dari van. "Di sini kamu akan belajar semua yang perlu kamu ketahui tentang organisasi kami."

Najwa mengikuti Andi masuk ke dalam bangunan. Dari luar terlihat seperti pabrik kosong, tapi di dalamnya sudah direnovasi menjadi fasilitas training yang lengkap.

Ada ruang kelas, ruang praktek, bahkan ruang yang dilengkapi dengan berbagai peralatan yang Najwa tidak kenal fungsinya.

"Selamat datang di Akademi Keluarga Besar." Suara Bos Heri dari arah tangga membuat Najwa menoleh.

"Pagi, Bos." Najwa menyapa dengan nada hormat, meski dalam hati dia jijik.

"Pagi, anggota baru kami. Hari ini adalah hari penting dalam hidup kamu."

Bos Heri turun tangga sambil memegang map tebal. "Hari ini kamu akan mulai transformasi dari anak SMA biasa menjadi aset berharga organisasi kami."

"Saya siap belajar."

"Bagus. Sekarang ikut aku."

Mereka masuk ke ruang kelas yang dilengkapi dengan proyektor dan berbagai diagram di dinding. Ada sekitar sepuluh orang lain di ruangan itu, campuran laki-laki dan perempuan dengan usia yang beragam.

"Ini adalah batch baru. Kamu akan training bersama mereka selama dua minggu." Bos Heri menunjuk ke arah kursi kosong. "Duduk di sana."

Najwa duduk sambil mengamati wajah-wajah di sekitarnya. Sebagian terlihat seperti anak-anak jalanan, sebagian lagi terlihat seperti anak kuliahan. Tapi semua memiliki tatapan yang sama: kosong dan putus asa.

"Selamat pagi semua." Bos Heri berdiri di depan kelas seperti guru. "Hari ini kita akan mulai dengan pengenalan dasar tentang industri kami."

Dia menyalakan proyektor yang menampilkan peta Asia Tenggara dengan berbagai garis dan titik.

"Industri trafficking manusia adalah salah satu bisnis paling menguntungkan di dunia modern. Setiap tahunnya, jutaan orang dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai keperluan."

Najwa merasakan perutnya mual mendengar penjelasan yang begitu casual tentang perdagangan manusia.

"Ada tiga kategori utama produk kami." Bos Heri mengganti slide. "Pertama, tenaga kerja. Kedua, industri hiburan. Ketiga, organ tubuh."

Beberapa orang di kelas mencatat dengan serius. Najwa juga pura-pura mencatat sambil dalam hati merasa jijik.

"Setiap kategori memiliki target market dan metode handling yang berbeda. Kamu semua akan dilatih untuk menguasai setidaknya dua kategori."

"Pak," salah satu peserta mengangkat tangan, "bagaimana cara menentukan seseorang cocok untuk kategori mana?"

"Pertanyaan bagus, Doni." Bos Heri tersenyum. "Ada beberapa kriteria: usia, kondisi fisik, latar belakang pendidikan, dan yang paling penting, tingkat ketahanan mental."

Najwa merinding mendengar penjelasan itu. Mereka membicarakan manusia seperti membicarakan barang dagangan.

"Najwa," Bos Heri tiba-tiba memanggil namanya. "Menurut kamu, kamu cocok untuk kategori mana?"

Najwa terdiam. Dia harus menjawab sesuatu yang meyakinkan. "Mungkin... tenaga kerja, Pak? Karena saya masih muda dan bisa belajar berbagai skill."

"Salah!" Bos Heri membentak. "Kamu terlalu underestimate diri sendiri."

Najwa kaget dengan bentakan itu.

"Kamu punya kemampuan observasi yang tajam, bisa berakting dengan baik, dan yang terpenting, kamu sudah terbukti bisa melakukan kekerasan kalau diperlukan. Kamu cocok jadi recruiter dan handler."

"Handler?"

"Orang yang mengurus 'produk' dari awal sampai diserahkan ke pembeli. Memastikan mereka dalam kondisi yang sesuai permintaan."

Najwa menelan ludah keras. Dia tidak menyangka akan ditugaskan langsung handle korban.

"Sekarang kita lanjut ke materi selanjutnya: psikologi kontrol."

Bos Heri mengganti slide lagi. Kali ini menampilkan diagram tentang teknik manipulasi psikologis.

"Untuk mengendalikan 'produk', kalian tidak boleh hanya mengandalkan kekerasan fisik. Kekerasan psikologis jauh lebih efektif dan tahan lama."

Dia menjelaskan berbagai teknik seperti isolasi, ancaman terhadap keluarga, pemberian harapan palsu, dan lain-lain.

"Najwa, coba sebutkan teknik psikologis yang pernah kamu alami atau lakukan."

Najwa berpikir cepat. Dia harus memberikan jawaban yang meyakinkan tanpa terlalu mengekspos dirinya.

"Ancaman terhadap orang yang disayang. Seperti yang Bapak lakukan ke saya kemarin dengan mengancam Sinta."

"Excellent!" Bos Heri bertepuk tangan. "Kamu cepat belajar. Teknik itu memang sangat efektif karena memanfaatkan sisi emosional target."

Setelah sesi teori, mereka dibawa ke ruang praktek. Di sana ada berbagai dummy dan peralatan untuk latihan.

"Sekarang kita akan latihan teknik immobilisasi." Instruktur lain, yang memperkenalkan diri sebagai Pak Joko, mengambil alih.

"Kalian akan belajar cara mengikat, membius, dan mengontrol pergerakan target tanpa meninggalkan jejak yang obvious."

Najwa dipasangkan dengan seorang gadis bernama Lisa yang terlihat lebih muda darinya.

"Kamu yang jadi target dulu, nanti gantian." Lisa berkata sambil memegang tali.

"Oke."

Lisa mulai mengikat tangan Najwa dengan teknik yang diajarkan instruktur. Ikatannya kencang tapi tidak meninggalkan bekas yang jelas.

"Bagus, Lisa. Sekarang coba posisi yang lain."

Giliran Najwa yang mengikat Lisa. Tangannya bergetar saat memegang tali, tapi dia harus melakukannya untuk menjaga penyamarannya.

"Najwa, tanganmu gemetar. Kamu nervous?" Pak Joko menghampiri.

"Sedikit, Pak. Masih pertama kali."

"Normal. Tapi kamu harus hilangkan rasa iba kalau mau jadi handler yang baik. Mereka bukan manusia lagi, tapi produk yang harus dijaga kualitasnya."

Najwa mengangguk sambil menelan rasa mual.

Sesi selanjutnya adalah latihan berkomunikasi dengan "klien". Mereka diberi berbagai scenario dan harus role play.

"Najwa, kamu jadi handler. Lisa, kamu jadi klien dari Arab yang mau beli gadis muda untuk pembantu rumah tangga." Pak Joko memberikan scenario.

"Tapi Pak, saya belum tau gimana cara ngomong sama klien."

"Makanya ini latihan. Coba improvisasi."

Najwa mencoba berkomunikasi dengan Lisa yang berperan sebagai klien. Dalam hati dia merasa jijik harus membicarakan manusia seperti barang, tapi dia harus tetap acting.

"Ini produk quality terbaik, Sir. Umur enam belas tahun, masih bersih, bisa dilatih sesuai keinginan." Najwa berkata dengan nada yang dipaksakan profesional.

"Good, good. She can cook?" Lisa bertanya dengan logat Arab palsu.

"Bisa dilatih, Sir. Dalam seminggu pasti bisa."

"Bagus, Najwa. Kamu natural sekali." Pak Joko memberi pujian yang membuat Najwa ingin muntah.

Siang hari, mereka istirahat makan. Makanan disediakan di kantin kecil di dalam kompleks. Najwa duduk sendirian sambil makan nasi kotak yang rasanya hambar.

"Najwa, boleh duduk di sini?" Lisa menghampiri sambil membawa makanannya.

"Boleh."

"Kamu baru pertama kali ya? Keliatan masih kaget."

"Iya. Masih adaptasi."

"Aku udah sebulan di sini. Awalnya juga shock, tapi lama-lama terbiasa." Lisa makan sambil bercerita. "Yang penting kita ikuti aja semua yang diajarkan. Kalau nggak, nasibnya bisa lebih buruk."

"Lebih buruk gimana?"

"Kamu tau kan kenapa kita ada di sini? Karena kita nggak punya pilihan lain. Kalau nggak nurut, kita yang jadi 'produk'."

Najwa merinding mendengar penjelasan Lisa. Ternyata sebagian peserta training juga korban yang dipaksa jadi pelaku.

"Kamu dari mana, Lisa?"

"Jakarta. Dulu aku tinggal di panti asuhan, terus disuruh ngikut 'kakak' yang katanya mau kasih kerja. Eh, malah dibawa ke sini."

Cerita Lisa mengingatkan Najwa pada dirinya sendiri dan Sinta. Mereka semua korban yang dipaksa jadi pelaku untuk bertahan hidup.

Sore itu, training dilanjutkan dengan sesi yang lebih berat: simulasi penanganan korban yang memberontak.

"Kalian akan berhadapan dengan berbagai tipe korban. Ada yang pasrah, ada yang memberontak, ada yang coba kabur." Pak Joko menjelaskan. "Kalian harus bisa handle semua tipe."

Mereka diberi scenario dimana harus "menangani" korban yang diperankan oleh senior. Najwa harus berperan menangani seorang gadis yang coba kabur.

"Tolong! Lepaskan saya! Saya mau pulang!" Senior itu berteriak sambil berakting seperti korban.

Najwa berdiri terdiam. Dia tidak tahu harus berbuat apa.

"Najwa! Kenapa diam? Tangani dia!" Pak Joko berteriak.

"Saya... saya bingung harus gimana."

"Kamu harus tegas! Tunjukkan siapa yang berkuasa!"

Najwa terpaksa mendekati "korban" itu sambil berkata, "Jangan memberontak. Nanti malah lebih sakit."

"TOLONG! ADA ORANG JAHAT!" "Korban" itu terus berteriak.

"Najwa, kamu harus bisa diam-diaminkan dia. Gunakan teknik yang sudah diajarkan tadi."

Najwa ingat teknik ancaman psikologis yang diajarkan pagi tadi. "Kalau kamu terus teriak, keluarga kamu yang akan kena akibatnya."

"Korban" itu langsung diam mendengar ancaman itu.

"Bagus! Itu baru handler yang baik!" Pak Joko bertepuk tangan.

Najwa merasa mual dengan pujian itu. Dia baru saja mengancam seseorang, meski cuma acting, dan dia dipuji karenanya.

Sore itu, training berakhir dengan briefing tentang jadwal minggu depan.

"Minggu depan kalian akan mulai training lapangan. Kalian akan ikut operasi sungguhan sebagai observer." Bos Heri menjelaskan.

"Operasi sungguhan?" Najwa bertanya.

"Iya. Kalian akan melihat langsung bagaimana proses recruitment dan handling dilakukan. Tapi tenang, kalian cuma observe dulu, belum ikut eksekusi."

Van yang sama mengantar Najwa pulang ke panti sore itu. Selama perjalanan, pikirannya dipenuhi semua yang dia pelajari hari ini.

"Gimana hari pertama?" Andi bertanya.

"Berat, tapi saya bisa ikuti."

"Bagus. Besok libur, tapi jangan lupa pelajari materi yang dikasih tadi."

Najwa mengangguk sambil memegang map berisi "bahan belajar" tentang teknik trafficking.

Sampai di panti, Najwa langsung masuk kamar dan berbaring. Kepalanya pusing, perutnya mual, dan hatinya hancur.

"Najwa, gimana les matematikanya?" Kirana bertanya sambil duduk di kasur.

"Berat. Materinya banyak banget."

"Kamu keliatan capek banget. Istirahat aja dulu."

Setelah Kirana keluar kamar, Najwa memeluk bantal sambil menangis. Hari pertama training sudah membuatnya merasa kehilangan sebagian dari dirinya.

"Sinta, maafin aku. Aku udah belajar cara menyakiti orang hari ini." Najwa berbisik sambil menatap langit-langit.

"Semoga aku masih bisa jadi orang baik setelah semua ini selesai."

Tapi deep down, Najwa mulai takut kalau dia sudah terlalu jauh masuk ke dalam kegelapan yang tidak bisa dia keluar lagi.

1
kalea rizuky
Sinta ne sok tau
kalea rizuky
Sinta ne g tau ya di posisi nazwa
kalea rizuky
nah gt donk bales pake otak jangan teriak teriak
kalea rizuky
pantes like dikit MC terlalu goblok. Thor lain kali. bkin cerita yg valid donk
kalea rizuky
tolol mending gk usah sekolah
kalea rizuky
bisanya nangis mending g usa sekolah pergi dr situ jual rmh trs krja
kalea rizuky
ne cwek oon mending penjarain bapak lu yg durhala
kalea rizuky
bodoh mending pergi lahh atau racun aja bapak loe biar mampus
parti camb
saran aja kata gue diganti dgn kata "saya/aku
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
saran aja nih untuk author, harus nya klo sma polisi, atau sma orng lain yg gk d knal or orng yg lbih tua bilang nya saya, jngn gue. klo gue itu untuk k sesama teman... ttp smangat ya💪💪
Rarara: iya kak,lupa ganti itu
total 1 replies
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
devinisi bpk nyusahin anak... bkn nya anak d nafkahin mlh ank d sruh krja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!