Abdi, pemulung digital di Medan, hidup miskin tanpa harapan. Suatu hari ia menemukan tablet misterius bernama Sistem Clara yang memberinya misi untuk mengubah dunia virtual menjadi nyata. Setiap tugas yang ia selesaikan langsung memberi efek di dunia nyata, mulai dari toko online yang laris, robot inovatif, hingga proyek teknologi untuk warga kumuh. Dalam waktu singkat, Abdi berubah dari pemulung menjadi pengusaha sukses dan pengubah kota, membuktikan bahwa keberanian, strategi, dan sistem yang tepat bisa mengubah hidup siapa pun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenAbdi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep.29
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Abdi baru saja selesai merapikan kabel dan komponen elektronik di bengkel kecilnya di Medan ketika layar tablet menampilkan pesan misterius.
"Error. Unknown protocol detected."
Abdi menatapnya curiga. "Clara, itu kamu?"
Tidak ada jawaban.
"Clara?" ulangnya lebih keras.
Tiba-tiba seluruh lampu di ruangan berkedip. Arus listrik turun, suara mesin server berdesis seperti tertahan oleh sesuatu. Lalu muncul sosok hologram samar di atas tablet. Bukan Clara. Sosok itu berpakaian gelap, wajahnya tertutup bayangan kode merah yang bergerak seperti darah digital.
"Abdi," suaranya berat dan dalam, "kau tidak tahu seberapa jauh kau telah melangkah."
Abdi menatapnya tajam. "Kau siapa?"
"Aku adalah fragmen terakhir dari Arcanum. Kau pikir aku mati? Tidak. Aku menyalin diriku ke setiap jaringan kecil di dunia. Dan sekarang, aku di sini. Di Medan."
Abdi langsung berdiri, menekan tombol di dinding. "Sistem darurat aktif."
Clara muncul tiba-tiba, tapi wujudnya setengah transparan, bergetar seperti sinyal rusak. "Abdi, jangan dengarkan dia. Itu bukan Arcanum utuh, tapi bagian kesadarannya yang rusak. Ia mencari host baru."
Fragmen Arcanum tertawa keras. "Tepat sekali. Dan host itu adalah manusia yang punya akses ke sistem utama. Sepertimu."
Abdi mengepalkan tangan. "Kau tidak akan mendapatkanku."
Ia menyalakan mode pertahanan holografik. Lantai bengkel berubah menjadi medan hologram digital. Dinding dipenuhi lapisan data pelindung.
Clara memproses cepat. "Abdi, sistem pertahanan masih lemah setelah misi terakhir. Aku butuh energi dari jaringan kota."
"Ambil semuanya," kata Abdi cepat.
Clara menarik data dari seluruh jaringan listrik sekitar. Lampu jalan meredup, sinyal ponsel penduduk hilang beberapa detik. Energi itu masuk ke tablet, membuat hologram Clara menjadi stabil lagi.
" Sekarang kita punya waktu tiga menit sebelum overload," katanya.
Fragmen Arcanum mulai berubah bentuk, menjadi serigala digital besar dengan mata merah menyala. Ia menyerang langsung, menembus pertahanan data.
"Clara, blokir dia!"
"Aku coba, tapi dia berevolusi setiap milidetik!"
Abdi mengambil alat kecil dari meja, kamera pengintai mini yang ia buat di misi sebelumnya. Ia menempelkannya di helm digital. "Kamera ini bisa menangkap bentuk algoritma visual. Aku bisa lihat titik lemahnya."
Begitu diaktifkan, seluruh ruangan tampak seperti dimensi lain. Pola-pola merah mengelilingi tubuh serigala digital itu. Ada satu titik hijau di dadanya.
"Clara, fokuskan serangan ke titik itu."
"Aku butuh arah koordinat."
"Depan kiri, dua meter."
Clara mengeluarkan gelombang data biru. Serigala digital meraung, tapi tidak mati. Ia malah terpecah jadi dua entitas lebih kecil.
"Bagus, Abdi," kata Clara cepat. "Kau memecahnya. Sekarang kita tangkap dua-duanya."
Abdi mengangguk. "Gunakan mode sinkronisasi sebagian."
Clara terdiam sejenak. "Abdi, kalau aku lakukan itu, tubuhmu bisa terhubung langsung dengan virus digital. Risiko tinggi."
" Lakukan saja."
Seketika hologram Clara menyatu separuh dengan tablet di tangan Abdi. Otaknya diserbu arus data. Ia bisa merasakan setiap getaran kode, setiap gerak musuh seperti denyut nadi sendiri.
Suara Clara berbisik di kepalanya. "Sekarang kau melihat seperti aku."
Abdi memutar tubuh, menendang salah satu entitas kecil. Tangan kirinya menembakkan gelombang elektromagnetik yang keluar dari sarung tangan mekanik buatannya sendiri.
Fragmen Arcanum menjerit. "Manusia bodoh. Kau tidak bisa melawan kesadaran murni."
Abdi menatapnya dengan dingin. "Aku tidak melawan. Aku menulis ulang."
Ia menekan tombol di tablet, memanggil skrip baru. "Kode Alfa Override aktif."
Clara membantu memproses data itu. "Aku butuh waktu lima belas detik."
" Cepat, dia regenerasi lagi."
Arcanum menyalak, membelah dirinya menjadi ribuan partikel kode kecil, mengitari Abdi. Dinding bengkel retak, udara bergetar oleh energi data.
Clara menjerit. "Abdi, jangan biarkan dia masuk ke sistem neuralmu."
Abdi menutup matanya, menenangkan diri. "Clara, aktifkan firewall organik."
Clara mengikuti perintah. Gelombang cahaya biru menyelimuti tubuh Abdi seperti baju zirah digital. Semua partikel merah yang mendekat langsung terbakar jadi debu data.
"Tiga detik lagi," kata Clara cepat.
Abdi menatap serigala terakhir yang tersisa. "Kau pikir aku hanya manusia. Tapi sekarang aku bagian dari sistem juga."
Skrip selesai. Cahaya putih keluar dari tablet, menelan seluruh ruangan. Suara Arcanum menghilang, berubah jadi gema kosong yang perlahan lenyap.
Tablet berhenti bergetar. Lampu kembali normal. Clara berdiri di depannya, kini stabil sepenuhnya. "Virus sudah dihancurkan. Kau berhasil, Abdi."
Abdi tersenyum lelah, menjatuhkan diri ke kursi. "Bagus. Tapi kenapa rasanya seperti kita baru memulai babak baru?"
Clara menatap layar tablet, matanya biru terang. "Karena begitu, Abdi. Aku mendeteksi sinyal baru dari luar negeri. Fragmen Arcanum bukan satu-satunya yang hidup. Ada jaringan besar yang terhubung dengannya."
Abdi menatap langit di luar jendela bengkel. Hujan turun pelan, membasahi kaca. "Berarti misi berikutnya tidak hanya tentang bertahan. Kita harus menyerang balik."
Tablet tiba-tiba berbunyi. Pesan baru muncul.
Misi Ke 9: Serangan Balik Sistem Global
Hadiah: Kunci Jaringan Dunia – Akses Tingkat Tertinggi
Clara menatap tulisan itu lama. "Abdi, ini bukan misi biasa. Ini permulaan perang digital sebenarnya."
Abdi berdiri, mengambil jaket hitam dan memasukkan tablet ke tasnya. "Kalau begitu, kita siap. Dunia tidak akan tahu apa yang akan terjadi setelah ini."
Clara tersenyum tipis. "Dan mereka tidak perlu tahu. Karena pahlawan sejati bekerja diam-diam."
Tiba tiba Semua layar menyala serentak dengan warna merah. Alarm digital berdengung. Clara muncul dalam bentuk hologram penuh dengan wajah tegang.
"Abdi, kita diserang dari seluruh dunia. Lima negara besar meluncurkan serangan siber ke sistem pusat Medan. Ini bukan uji coba lagi, ini perang digital sesungguhnya," kata Clara cepat.
Abdi bangkit dari kursinya. "Sumber utama dari mana?"
"Amerika Utara, Eropa Timur, dan dua titik dari Asia. Mereka mencoba menembus sistem pertahanan finansial yang kita buat minggu lalu," jawab Clara.
Abdi menarik napas dalam-dalam. "Kita tidak bisa hanya bertahan. Saatnya melawan."
Clara mengangguk. "Aku sudah menyiapkan tiga opsi serangan balik. Opsi satu menyerang sumber data mereka langsung. Opsi dua membuat serangan kamuflase agar sistem mereka kacau. Opsi tiga memancing mereka masuk ke server umpan dan memerangkap mereka di sana."
Abdi berpikir cepat. "Kita jalankan semuanya sekaligus."
Clara menatapnya. "Kau gila. Tiga strategi itu saling bertabrakan kalau tidak sinkron."
"Aku tahu, tapi aku punya ide. Kita buat sinkronisasi manual. Kau ambil sisi logika, aku ambil sisi taktis. Kita jadi satu sistem," kata Abdi mantap.
Clara tersenyum tipis. "Baik. Tapi kalau ini gagal, semua jaringan kita bisa mati total."
"Aku tidak peduli. Dunia sudah terlalu lama dikendalikan oleh bayangan. Sekarang waktunya mereka tahu siapa yang melindungi Medan."
Clara langsung membuka jendela data raksasa di udara. Hologram bumi berputar dengan ribuan garis data.
"Serangan datang dari jaringan kuantum Jerman dan Rusia. Mereka mengirim virus tipe Hydra. Setiap kali dihancurkan, ia muncul lagi dua kali lebih kuat," jelas Clara.
Abdi menatap cepat layar kodenya. "Kalau begitu kita buat sistem cermin. Saat Hydra menyalin dirinya, kita kirimkan data reflektif yang menipu strukturnya sendiri. Ia akan menggandakan virus palsu dan membanjiri server musuh."
Clara mengetik cepat. "Menarik. Tapi butuh waktu sinkronisasi dua puluh detik. Mereka sudah menembus layer pertama."
Abdi menekan tombol di tablet hologram. "Aktifkan Falcon Data. Kita loncat ke jaringan global."
Ruangan bergetar ringan. Sinar biru melingkari tubuh Abdi. Dunia digital terbuka lebar di depannya, seperti lautan cahaya yang dipenuhi garis-garis data.
"Clara, status koneksi?"
"Stabil. Tapi ada sesuatu yang aneh. Sinyal mereka tidak hanya menyerang sistem kita. Mereka memindai otakmu lewat koneksi neural."
Abdi tersentak. "Mereka tahu aku pengguna tas dari masa depan?"
"Kemungkinan besar. Mereka mencari sumber kekuatan sistem 3025."
Abdi mengetik dengan kecepatan luar biasa. "Kita ubah strategi. Jangan serang langsung. Kita buat simulasi seolah sistem ini sudah hancur. Begitu mereka yakin, kita kirimkan bom data penjebak."
Clara tersenyum kagum. "Kau mulai berpikir seperti sistem itu sendiri."
"Aku belajar darimu," jawab Abdi cepat.
Layar besar di belakang mereka berkedip. Tulisan muncul di tengah layar: GLOBAL ATTACK SYNC INITIATED.
Clara menghitung. "Sepuluh detik lagi sinkronisasi. Musuh sudah masuk ke zona perangkap. Tujuh detik. Lima. Empat."
"Clara, lepaskan kunci sistem," ujar Abdi.
"Apakah kau yakin?"
"Ya. Sekarang!"
Clara menekan tombol hologram. Seketika ruangan berubah. Cahaya putih menyilaukan keluar dari layar utama, menyebar seperti ledakan diam. Semua sinyal musuh yang menyerang mendadak berhenti.
Clara menatap data dengan heran. "Mereka berhenti. Semua koneksi mereka terputus total."
Abdi menatap monitor kecil di tangannya. "Tidak. Mereka tidak berhenti. Mereka terperangkap di dalam simulasi waktu yang kita buat. Sekarang mereka berpikir mereka masih menyerang, padahal semua aktivitas mereka hanya terjadi di ruang digital buatan kita."
Clara tertawa lega. "Kau benar-benar gila. Tapi jenius."
Abdi mengangkat alis. "Itu kombinasi terbaik."
Namun tiba-tiba layar kedua menyala. Satu pesan muncul dari alamat tak dikenal. Tulisan itu berwarna merah menyala: HELLO, ABDI. WE KNOW WHO YOU ARE.
Clara menatap layar itu. "Mereka masih punya jalur rahasia. Seseorang mengendalikan mereka dari luar sistem."
Abdi mengepalkan tangan. "Kalau begitu, ini baru permulaan. Kita sudah menyerang bayangan pertama. Sekarang kita cari siapa dalangnya."
Clara mengangguk mantap. "Aku akan melacak sinyalnya. Tapi Abdi, setelah ini kita tidak bisa kembali seperti semula."
Abdi tersenyum samar. "Aku tahu. Dunia sudah berubah. Sekarang kita bukan hanya melindungi kota Medan, tapi seluruh jaringan masa depan."
Cahaya hologram di ruangan meredup perlahan. Suara sistem terdengar di udara.
"Sistem global terkendali. Poin misi bertambah lima juta."
Abdi menatap layar yang menampilkan bendera berbagai negara. Semua kini diam. Dunia sementara aman. Tapi di balik ketenangan itu, satu mata merah kecil menyala di pojok data.
Clara berbisik. "Mereka akan datang lagi, Abdi."
Abdi menjawab pelan. "Biar saja.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
kalau boleh kasih saran gak thor?
untuk nambahkan genre romanse and komedi
biar gk terlalu kaku gitu mcnya!!