NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Dokter Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Transmigrasi / Era Kolonial
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Aruna Prameswari tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah dalam sekejap. Seorang dokter muda abad ke-21 yang penuh idealisme, ia mendadak terhempas ke abad ke-19, masa kelam kolonial Belanda di tanah Jawa. Saat rakyat tercekik oleh sistem tanam paksa, kelaparan, dan penyakit menular, kehadiran Aruna dengan pengetahuan medis modern membuatnya dipandang sebagai penyelamat sekaligus ancaman.

Di mata rakyat kecil, ia adalah cahaya harapan; seorang penyembuh ajaib yang mampu melawan derita. Namun bagi pihak kolonial, Aruna hanyalah alat berharga yang harus dikendalikan.

Pertemuannya dengan Gubernur Jenderal Van der Capellen membuka lembaran baru dalam hidupnya. Sosok pria itu bukan hanya sekedar penguasa, tetapi juga lawan, sekutu, sekaligus seseorang yang perlahan menguji hati Aruna. Dalam dunia asing yang menyesakkan, Aruna harus mencari arti keberadaannya: apakah ia hanya tamu yang tersesat di masa lalu, atau justru takdir membawanya ke sini untuk mengubah sejarah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26. UNDANGAN

Aruna semakin larut dalam kesibukannya sejak ia sembuh dari sakit beberapa pekan lalu. Setiap pagi, selepas matahari menampakkan sinarnya dari ufuk timur, gadis itu berjalan menyusuri jalan setapak menuju hutan kecil di belakang perkampungan pribumi. Tangan mungilnya membawa keranjang anyaman yang mulai dipenuhi berbagai dedaunan hijau, akar, dan bunga-bunga liar yang ia pelajari khasiatnya dari orang-orang tua di kampung.

Aroma tanah basah, embun yang masih bergelayut di ujung daun, serta nyanyian burung hutan menjadi sahabat setia dalam perjalanannya. Aruna menemukan ketenangan di sana. Ia bukan hanya mengumpulkan herbal demi keperluan dirinya, melainkan juga untuk membantu mereka yang sakit, mereka yang tubuhnya digerogoti demam, atau luka-luka akibat kerja berat di ladang dan pelabuhan.

Sejak beberapa waktu terakhir, nama Aruna semakin sering disebut-sebut oleh para pribumi. Bagi mereka, gadis itu hadir bagaikan embun yang menyejukkan. Ia tak hanya datang dengan ramuan yang bisa meringankan sakit kepala atau menurunkan panas, melainkan juga dengan tutur lembut, senyum hangat, dan sabar mendengarkan keluhan.

Bahkan beberapa ibu mulai menitipkan anak-anak kecil mereka pada Aruna bila harus bekerja. Anak-anak itu senang mengikutinya ke hutan, ikut memungut bunga atau sekadar berlari-larian sambil tertawa di bawah cahaya matahari. Aruna tak pernah merasa terbebani, meski tubuhnya lelah, hatinya selalu terisi penuh oleh rasa syukur.

Namun, dalam setiap langkahnya, Aruna sadar ada sosok lain yang perlahan menipiskan jarak di antara mereka: Van der.

Hubungan mereka tak lagi kaku seperti dulu. Van der yang sebelumnya selalu terlihat begitu angkuh dan menjaga jarak, kini sering muncul dengan senyum samar yang menenangkan. Kadang, ia menyapanya hanya untuk menanyakan sudahkah Aruna makan. Kadang pula ia muncul di pekarangan rumah dengan alasan ingin sekadar melihat ramuan yang sedang dikeringkan gadis itu.

Aruna sendiri awalnya canggung menghadapi perubahan ini. Tetapi seiring waktu, ia terbiasa. Ia tahu Van der adalah seorang gubernur, seseorang yang berdiri di atas ribuan orang, dengan kekuasaan dan kehormatan yang membuat siapa pun segan. Namun ketika berada di dekatnya, Aruna justru menemukan seorang pria dengan sisi manusiawi yang lembut, seseorang yang menaruh perhatian kecil, namun tulus.

Hari itu, saat Aruna selesai menumbuk beberapa daun menjadi pasta hijau untuk ditempelkan pada luka seorang pekerja, Van der datang. Tak ada tanda kehadirannya sebelumnya, tiba-tiba saja suara beratnya terdengar di balik pintu bambu yang setengah terbuka.

"Aruna," panggilnya.

Gadis itu menoleh, sedikit terkejut, lalu tersenyum tipis. "Tuan? Ada apa?"

Pria itu masuk dengan langkah mantap. Namun sorot matanya berbeda. Bukan hanya sekadar singgah, melainkan membawa sesuatu yang hendak ia sampaikan. Ia menunggu Aruna meletakkan ramuan di atas meja sebelum akhirnya berkata pelan namun jelas,

"Besok, ikutlah bersamaku ke pusat administrasi."

Aruna mengangkat alis, bingung. "Pusat administrasi? Untuk apa aku ke sana, Tuan?"

Van der menatapnya lekat, hingga Aruna merasa jantungnya berdebar tak karuan. Ada ketegasan di mata itu, namun sekaligus kehangatan yang tak bisa ia abaikan.

"Aku ingin kau mendampingiku. Kau tidak perlu melakukan apa pun selain hadir. Dan aku ingin kau berpenampilan rapi," kata Van der.

Kalimat itu membuat wajah Aruna merona. Ia menunduk, tak tahu harus berkata apa. Mengapa ia diminta mendampingi seorang gubernur ke pusat administrasi? Bukankah itu tempat para pejabat, tempat orang-orang penting membicarakan urusan negeri? Apa gunanya seorang gadis seperti dirinya hadir di sana?

"Tuan," suaranya bergetar, "saya takut tak pantas berada di sana. Saya bukan siapa-siapa. Mereka pasti akan bertanya-tanya."

Van der mendekat, jaraknya kini hanya beberapa langkah. "Kau tidak perlu takut, Aruna. Justru karena kau bukan siapa-siapa, maka aku ingin semua orang tahu kau adalah seseorang bagiku. Dan juga ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan padamu besok."

"Apa itu?" tanya Aruna penasaran.

"Lihat besok," jawab Van der yang mencium pucuk kepala Aruna.

Aruna terdiam. Kata-kata dan gestur itu seolah merambat lembut ke dalam jiwanya, menyalakan api kecil yang membuat dadanya hangat namun juga gelisah.

Keesokan harinya, suasana kediaman gubernur tampak berbeda. Para pelayan terlihat sibuk menyiapkan kereta kuda terbaik, sementara Aruna berdiri di depan cermin kecil di kamarnya. Tangannya meraba kain kebaya sederhana berwarna biru tua yang ia kenakan. Rambutnya disanggul rapi, dengan sehelai bunga melati terselip di sisi kanan.

Saat keluar dari kamar, ia mendapati Van der sudah menunggu di halaman. Pria itu mengenakan seragam resminya yang gagah. Sorot matanya tajam, tetapi ketika melihat Aruna, bibirnya melengkung dengan lembut.

"Cantik sekali," ucap Van der singkat, namun cukup membuat wajah Aruna memanas.

Kereta pun berangkat menuju pusat administrasi. Jalanan Batavia ramai, para pedagang menjajakan dagangan, anak-anak berlarian, dan serdadu berbaris rapi di sisi jalan. Namun semua keramaian itu terasa memudar di mata Aruna karena ia terlalu sibuk menahan debar jantung dan rasa canggung duduk di sisi Van der.

Saat tiba di pusat administrasi, semua mata seketika tertuju pada mereka. Para pejabat, pedagang kaya, hingga rakyat biasa yang kebetulan berada di sana, menatap takjub. Mereka mengenal Van der, gubernur yang dihormati. Tetapi siapa gadis muda yang berjalan di sampingnya dengan begitu dekat?

Van der melangkah dengan tenang, dan di hadapan khalayak ramai itu, ia melakukan sesuatu yang membuat Aruna hampir berhenti bernapas.

Dengan lembut, ia menyentuh bahu gadis itu, lalu menunduk sedikit dan mengecup keningnya.

Seketika bisikan riuh terdengar dari segala penjuru. Para wanita menutup mulut menahan terkejut, para pria saling berpandangan, sementara para pejabat yang sudah menunggu di aula tampak terguncang. Tak ada lagi rahasia. Semua orang kini tahu: gadis bernama Aruna adalah wanita kesayangan Gubernur Van der Capellen.

Aruna sendiri membeku. Pipinya panas, matanya bergetar, tetapi ia tak sanggup menolak atau bergerak. Hanya suara hatinya yang bergaung keras; sejak kapan Van der suka sekali mengecup dan memeluk Aruna?

Riuh bisikan yang bergaung di aula pusat administrasi seakan-akan menelan Aruna. Langkah-langkahnya tertahan, tubuhnya kaku, dan wajahnya memerah menanggung sorot mata yang datang dari segala arah. Di antara kerumunan itu, ada tatapan penuh rasa ingin tahu, ada pula yang menilai dengan tajam, seolah mereka sedang menimbang siapa dirinya hingga layak berdiri di sisi seorang gubernur.

Namun Van der sama sekali tak bergeming. Pria itu berdiri tegak dengan sorot mata penuh wibawa, seakan tak ada satu pun yang pantas mengguncang keputusannya. Sentuhan tangannya di punggung Aruna begitu mantap, memberi isyarat jelas: gadis ini bukan hanya sekadar tamu. Ia adalah sosok yang diakui, yang diinginkan hadir di sisinya.

Aula pusat administrasi itu luas, dengan pilar-pilar tinggi menjulang dan lantai marmer putih berkilau. Udara di dalam terasa dingin oleh angin yang masuk melalui jendela besar, namun bagi Aruna, udara itu seolah menyesakkan dada.

Beberapa pejabat Belanda sudah berdiri menunggu Van der. Mereka menunduk hormat, namun tidak sedikit pula yang menoleh penuh rasa ingin tahu pada Aruna. Ada yang menyunggingkan senyum tipis, ada pula yang menyimpan tanya di balik mata mereka.

"Gubernur Van der," salah seorang pejabat menyapa dengan sopan. "Kami tidak menduga Anda membawa seorang pendamping hari ini."

Van der hanya tersenyum kecil, matanya sekilas menoleh pada Aruna sebelum kembali menatap para pejabat itu.

"Inilah Aruna. Dia seorang gadis pribumi yang memiliki pengetahuan luas tentang herbal dan kesehatan. Kehadirannya tak hanya berharga bagi rakyat, tapi juga bagiku secara pribadi," ujar Van der tegas, tanpa ragu

Kata-kata itu menghantam jantung Aruna. Ia hampir tak percaya mendengar Van der memerkenalkan gadis itu di hadapan orang-orang penting dengan begitu jelas, seolah tak ada yang perlu disembunyikan.

Beberapa pejabat mengangguk dengan raut sopan, meski jelas terlihat kilatan kaget di mata mereka. Seorang pria berkumis tebal bahkan sempat melirik Aruna dengan tajam, lalu kembali tersenyum tipis yang sulit ditafsirkan apakah itu penghormatan atau sekadar formalitas.

Sepanjang acara, Aruna duduk di sisi Van der, mendengarkan perbincangan serius seputar administrasi, pajak, serta laporan perdagangan. Ia memang tak mengerti sepenuhnya, tetapi ia berusaha menjaga sikap, menundukkan kepala, dan sesekali menatap meja di hadapannya.

Namun, di sela-sela keseriusan itu, Van der beberapa kali menoleh padanya. Tatapan pria itu lembut, seakan ingin memastikan Aruna baik-baik saja. Dan setiap kali itu terjadi, hati gadis itu kembali berdebar.

"Apakah kau haus? Lapar?" bisik Van der sekali waktu.

Aruna terlonjak kecil, lalu menggeleng cepat. "Tidak, Tuan."

Senyum tipis terukir di bibir pria itu, senyum yang sama sekali tak bisa disembunyikan dari mata orang lain. Beberapa pejabat yang duduk tak jauh dari mereka saling melirik, seolah-olah menyadari dengan jelas: hubungan ini bukanlah main-main.

Selesai rapat, saat mereka melangkah keluar dari aula, udara luar yang hangat menyambut. Namun, bukan hanya udara yang menunggu mereka. Kerumunan rakyat, pedagang, dan para pekerja yang kebetulan berada di sekitar gedung pusat administrasi segera menoleh.

Bisikan-bisikan kembali terdengar. Seorang anak kecil menunjuk Aruna, lalu berbisik pada ibunya. Sekelompok pria yang sedang memikul karung beras berhenti sejenak, menatap dengan mata terbelalak. Para wanita pribumi saling berbisik, ada yang tersenyum samar, ada pula yang menutup mulut menahan kaget.

Van der sekali lagi mempertegas segalanya. Ia menoleh pada Aruna, menatapnya dengan sorot mata yang dalam, kemudian dengan berani meraih tangannya.

Aruna hampir menarik tangannya, tubuhnya menegang karena sadar begitu banyak mata tertuju pada mereka. Namun genggaman Van der begitu hangat, begitu pasti, hingga ia tak sanggup melepaskannya.

Dengan langkah mantap, pria itu menuntunnya menuruni anak tangga marmer, seolah-olah ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Aruna bukan hanya bayangan, melainkan cahaya yang berjalan di sisinya.

Setelah dari acara tersebut, Aruna terkejut ketika Van der mengajak Aruna pergi ke suatu tempat. Ke arah timur dari gedung administrasi. Setiap kali Aruna bertanya mereka akan kemana, Van der hanya tersenyum penuh arti.

"Tuan? Kita dimana?" tanya Aruna ketika dia memasuki sebuah halaman dari bangunan putih besar.

"Aruna, gedung ini aku buatkan untukmu. Sebuah sekolah yang tidak membedakan kaumku dengan kaummu. Sekolah yang akan menerima kaum pribumi untuk mendapatkannya hidup lebih baik," kata Van der dengan senyum puas.

Aruna terkejut ketika mendengar hal itu. "Sekolah? Untukku?" konfirmasinya.

"Ya, kau boleh mengajarkan apa pun pada pribumi mau pun kaumku di sekolah ini. Gunakanlah pengetahuanmu untuk mereka. Di gedung ini juga ada balai kesehatan, kau bisa menggunakannya untuk membantu orang yang membutuhkan. Aku akan pekerjaan babu yang bisa membantumu nanti," kata Van der.

"Anda serius?" Aruna terkejut setengah mati.

"Aku serius, aku bahkan sudah meminta beberapa guru dari Eropa untuk mengajar di sini. Aku ingin melihat lebih banyak pribumi yang cerdas sepertimu nanti di masa depan," ucap Van der penuh kelembutan.

"Oh, terima kasih, Tuan!" seru Aruna yang spontan memeluk Van der. Terlalu senang atas pemberian Van der kali ini.

Van der terkejut karena untuk pertama kalinya Aruna memangkas jarak antara mereka berdua. Dimana pertma kalinya Aruna yang menyentuh bahkan memeluk Van der. Pria itu membalas pelukan Aruna dan menenggelamkan wajahnya di rambut Aruna.

"Terima kasih. Aku akan gunakan tempat ini dengan sangat baik," kata Aruna yanh tersenyum senang.

"Kalau begitu kabulkan satu permintaanku," kata Van der.

Aruna mendongakkan kepala untuk melihat wajah pria itu. "Apa itu?"

"Berhenti memanggilku dengan sebutan Tuan, dan panggil aku dengan Alexander. Setidaknya saat kita berdua saja," pinta Van der.

"Alexander?" Aruna ingat kalau nama itu tertera pada namanya yang cukup panjang.

"Itu nama yang biasa orang rumahku di Eropa gunakan. Kau orang penting untukku, jadi aku juga ingin kau memanggilku dengan itu," kata Van der.

"Baiklah," setuju Aruna.

"Kau milikku. Wanitaku. Selalu ingat itu," ujar Van der yang mencium kening Aruna.

Ucapan itu membuat hati Aruna seolah melayang. Ia tak berani lagi menatap terlalu lama, takut debar dadanya terlalu jelas terdengar. Namun di dalam hatinya, sesuatu mulai tumbuh, sesuatu yang hangat, indah, sekaligus menakutkan.

Karena sejak hari itu, ia sadar: langkahnya dan Van der tak lagi tersembunyi. Dunia telah melihat, dunia telah tahu. Dan mungkin, dunia juga akan menguji.

1
Jelita S
Kita yg ngontrak ini diam z lh,,,
Archiemorarty: Jomblo gigit jari aja pokoknya mah 🤣
total 1 replies
Jelita S
aku jdi senyum2 sendiri 😍😍
Jelita S
ada jga kompeni yg baik seperti Gubernur satu ini,,,pantesan sampe skg msih banyak orang kita yg menikah sama Belanda kompeni penjajah😄😄😄
Archiemorarty: Van der Capellen aslinya di dunia nyata memang baik, sayang sma pribumi, sampe buatin sekolah khusus buat pribumi agar lebih maju. Sampe dikatain sma pejabat Belanda zaman itu kalau Van der terlalu lemah untuk seorang pemimpin hindia belanda /Grimace/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
cie cie yang mau MP jadi senyum" sendiri 🤣🤭😄
Archiemorarty: Hahahaha.... astaga /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
menjadi melow deh dan jadi baper sama perkataan nya Van Der 😍😭❤❤
Archiemorarty: waktunya romance dulu kita...abis itu panik...abis itu melow...abis itu...ehh..apa lagi ya /Slight/
total 1 replies
Jelita S
gantung z si Concon itu
Archiemorarty: Astaga 🤣
total 1 replies
Jelita S
adakah ramuan pencabut nyawa yg Aruna buat biar tak kasihkan sama si Concon gila itu😂
Archiemorarty: Tinggal cekokin gerusan aer gerusan biji apel aja, sianida alami itu /Slight/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Van Der lucu banget
Archiemorarty: Hahaha /Facepalm/
total 3 replies
gaby
Tukang Fitnah niat mempermalukan tabib, harus di hukum yg mempermalukan jg. Dalam perang sekalipun, Dokter atau tenaga medis tdk boleh di serang.
Archiemorarty: Benar itu, aturan dari zaman dulu banget itu kalau tenaga medis nggak boleh diserang. emang dasar si buntelan itu aja yang dengki /Smug/
total 1 replies
Wulan Sari
semoga membela si Neng yah 🙂
Archiemorarty: Pastinya /Proud/
total 1 replies
gaby
Jeng jeng jeng, Kang Van der siap melawan badai demi membela Neng Aruna/Kiss//Kiss/
Archiemorarty: Sudah siap sedia /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Akhirnya sang pujaan hati datang plisss selamat Aruna 😭😭😭😭
gaby
Aduuh Kang Van der kmanain?? Neng geulisnya di fitnah abis2an ko diem aja, kalo di tinggal kabur Aruna tau rasa kamu jomblo lg. Maria & suaminya mana neh, mreka kan berhutang nyawa sm Aruna, mana gratis lg alias ga dipungut bayaran. Sbg org belanda yg berpendidikan harus tau bakas budi. Jadilah saksi hidup kebaikan Aruna. Kalo ga ada Aruna km dah jadi Duda & kamu Maria pasti skrg dah jadi kunti kolonial/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...sabar sabar /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
plisss up yang banyak
Archiemorarty: Hahaha...jari othor keriting nanti /Facepalm/
total 1 replies
Jelita S
dasar si bandot tua,,,tak kempesin perutnya baru tau rasa kamu kompeni Belanda
Archiemorarty: Hahaha...kempesin aja, rusuh dia soalnya /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
aduh bagaimana Aruna menangani fitnah tersebut
Archiemorarty: Hihihi...ditunggu besok ya /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
seru bangettt, ternyata Van deer romantis juga yaa kan jadi baperrr 😍😍😭😭😭
Archiemorarty: Bapak Gubernur kita diem diem bucin atuh /Chuckle/
total 1 replies
gaby
" Jangan panggil aq lagi dgn sebutan Tuan, tp panggilah dgn sebutan Akang". Asseeek/Facepalm//Facepalm/
Archiemorarty: Asyekkk
total 1 replies
gaby
Akhirnya rasà penasaranku terbayarkan. Smoga Maria & suaminya menyebarluaskan kehebatan & kebaikan Aruna, agar Aruna makin di hormati. Kalo Aruna dah pny alat medis, dia bisa jd dokter terkaya di Batavia, ga ada saingannya kalo urusan bedah. Kalo dah kaya Aruna bisa membeli para budak utk dia latih atau pekerjakan dgn upah layak. Ga sia2 Van der membujang sampe puluhan tahun, ternyata nunggu jodohnya lahir/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...membujang demi doi dateng ya/Proud/
total 1 replies
gaby
Babnya lompat atau gmn thor?? Kayanya kmrn babnya tentang Aruna yg menolong wanita belanda yg namanya Maria, apa kabarnya Maria?? Bagaimana reaksi publik ketika melihat Aruna menyelamatkan pasien sesak napas di tengah2 keramaian pasar. Dan bagaimana respon warga kolonial ketika mendengar kesaksian dr suami Maria yg jd saksi kehebatan Aruna. Ko seolah2 bab kmrn terpotong
Archiemorarty: owalah iya, salah update aku...astaga. maapkan othor... update lagi ngantuk ini. ku ubah ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!