NovelToon NovelToon
Hello, MR.Actor

Hello, MR.Actor

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Duda / Cinta pada Pandangan Pertama / Pengasuh
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Be___Mei

Sebuah insiden kecil membuat Yara, sang guru TK kehilangan pekerjaan, karena laporan Barra, sang aktor ternama yang menyekolahkan putrinya di taman kanak-kanak tempat Yara mengajar.

Setelah membuat gadis sederhana itu kehilangan pekerjaan, Barra dibuat pusing dengan permintaan Arum, sang putri yang mengidamkan Yara menjadi ibunya.

Arum yang pandai mengusik ketenangan Barra, berhasil membuat Yara dan Barra saling jatuh cinta. Namun, sebuah kontrak kerja mengharuskan Barra menyembunyikan status pernikahannya dengan Yara kelak, hal ini menyulut emosi Nyonya Sekar, sang nenek yang baru-baru ini menemukan keberadan Yara dan Latif sang paman.

Bagaimana cara Barra dalam menyakinkan Nyonya Sekar? Jika memang Yara dan Barra menikah, akankah Yara lolos dari incaran para pemburu berita?

Ikuti asam dan manis kisah mereka dalam novel ini. Jangan lupa tunjukkan cinta kalian dengan memberikan like, komen juga saran yang membangun, ya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Be___Mei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hello, Mr. Actor Part 26

...-Ucapkan selamat tinggal pada kekacauan, meskipun gugup, cinta tetap terasa manis bersamamu-...

...***...

"Kamu .... artis?" Setelah duduk berhadapan, hal itulah yang pertama kali Sekar tanyakan pada Barra. Alih-alih siapa namanya? Di mana rumahnya? Anak siapa?

Sebagai pecinta drama, wajah Barra terasa tidak asing bagi Sekar. Apalagi ketika Barra tersenyum, sepasang mata kecilnya seolah tenggelam dimakan pipi. Sekar semakin penasaran akan sosok, tampan sekali.

"Iya, eemmm ...." Barra bingung harus memanggil Sekar dengan sebutan apa. Hendak dipanggil nenek, sang putri sudah memanggil wanita di hadapannya ini dengan sebutan uyut, cih! Sok akrab sekali bocah kecilnya itu.

"Nyonya Sekar, kamu bisa memanggilku seperti itu." Wajahnya terlihat teduh, namun, ada ketegasan dalam ucapannya. Meski belum lama bertemu kembali dengan sang cucu, ia tak bisa begitu saya menyetujui niat Barra mempersunting Yara. Pemuda itu tampan, bahkan sangat tampan di mata Sekar, tapi tampan saja tak cukup menjadikan cucunya akan selalu diliputi kebahagiaan.

Sorot mata Sekar beralih pada Latif. Belum sempat mereka bicara dari hati ke hati, kedatangan Barra mau tidak mau menyeret mereka dalam obrolan yang serius.

"Maaf, kami harus omongin hal ini sama-sama dulu, kamu mendadak datang melamar atau aku yang terlambat mengunjungi cucuku. Yang jelas, kami nggak bisa ngasih keputusan sekarang."

Dengan sopan Barra memberikan waktu pada keluarga ini. Meski sedikit memaksa dia akhirnya berhasil membujuk sang putri untuk pulang.

Demi rencana hari ini dia mengorban waktu liburnya, juga sempat bertengkar dengan Enci sebelum berangkat.

Gadis cantik jelita itu datang pagi-pagi sekali dengan niat mengantarkan Arum ke sekolah. Tapi, Arum bukanlah gadis kecil yang mudah dibujuk dan rayu. Dengan tegas dia mengatakan sudah meminta izin kepada bunda-bunda di sekolah, sebab hari ini ada urusan keluarga.

Enzi yang merasa dirinya sudah begitu akrab dengan keluarga Barra, menanyakan hal tersebut. Sebelum Barra bicara, Arum sudah lebih dulu menyela.

"Hari ini Ayah mau melamar Bunda Yara."

Oh tidak! Enzi rasanya terjatuh ke jurang, hatinya hancur berkeping-keping. Bukankah dirinya sempat membicarakan hubungan yang serius dengan Barra beberapa waktu yang lalu, dan sikap Barra waktu itu cukup membuatnya bahagia.

"Barra, kita harus membahas rencana ini."

"Nggak ada yang harus kita bahas, Zi. Aku udah mutusin buat ngelamar Yara. Aku buru-buru." Langkah panjang pria ini meninggalkan Enzi yang terpaku di depan gerbang kediaman mewah itu.

Sungguh air matanya hendak jatuh, namun, dia tahan. Demi harga diri, Enzi tak sudi menangis karena ulah wanita biasa itu. Dalam hal ini dia sepenuhnya menyalahkan Yara, yang datang setelah dirinya dan berniat merebut Barra darinya.

"Telepon aku kalau urusan kamu sudah selesai." Tak mudah menyerah, Enzi bicara sesaat sebelum mobil Barra hendak melaju.

Dengan malas Barra mengangguk. Yah, setidaknya omongannya masih mendapat tanggapan. Meski harapan itu semakin tipis, Enzi tak akan menyerah begitu saja.

"Yara ... dasar Kampungan. Berani-beraninya ngerebut Barra dari aku! Awas aja, aku nggak akan diam gitu aja!" Bella menggeram dengan tangan mengepal.

Kini Barra dan Arum sedang menikmati makan pagi mereka, di sebuah restoran yang mengajikan pemandangan laut. Tak menutupi identitasnya, Barra dengan bebas menikmati harinya bersama sang putri.

"Ini terakhir kali kamu minta libur, oke?" Barra duduk pada ayunan yang terikat di dua pohon kelapa, dan Arum dengan santainya berpangku pada sang ayah.

"Insa Allah."

Jawabnya seperti orang dewasa, seingat Barra dia belum mengajarkan hal ini kepada Arum. "Siapa yang ngajarin jawaban kayak gitu?"

"Bunda," sahut Arum. Ada rasa bahagia ketika menyebutkan kata bunda, Barra dapat merasakan itu. Dari wajahnya jelas terlihat betapa bersemangat Arum saat mereka akan membahas perihal Yara.

Menatap mata indah sang putri, tingkah Barra membuat Arum tertawa. "Ayah kenapa? Hari ini Arum cantik banget, ya?"

Terkekeh Barra mendengar ocehan Arum. "Setiap hari kamu selalu cantik, sayang."

"Iya, Arum tau, kok. Tapi nanti kalau Ayah menikah sama Bunda Yara, Arum masih selalu cantik nggak di mata Ayah?"

Duhai hati, kenapa kamu berdetak abnormal mendengar pertanyaan Arum? Seraya memegangi dada, Barra berucap. "Iya dong. Kamu tetap yang paling cantik."

Mendekati wajah sang ayah, "Ayah yakin? Bunda cantik banget, lho, Yah. Matanya cantik. Arum juga mau punya mata kayak gitu. Sayangnya, mata Arum kecil, kayak mata Ayah. Huh!"

Barra sontak mengmbil duduk, dia mencubit pelan kedua pipi sang putri. "Hei, Arum Gemala. Walaupun mata Ayah kecil, tapi mata ini yang bikin cewek-cewek menjerit. Apalagi sama tahi lalat di bawah mata Ayah. Kamu nggak bangga punya Ayah setampan ini?"

"Uwwghh! Tangan Ayah nakal! Ayah narsis!"

Terkekeh lagi Barra karena ocehan Arum.

"Iya deh, Arum bangga punya ayah setampan Ayah. Tapi Ayah, mata Bunda tu cantik, bulat kayak bakso."

"Iya, nggak?" tanya Arum, lebih kepada memaksa.

"Iya deh, iya. Mata Bunda cantik, bulat kayak bakso. Puas kamu?"

"Puas dong. Arum 'kan suka makan bakso."

"Jadi itu alasan kamu mau Bunda Yara? Mau makan mata baksonya?"

"Ayah! Nggak sopan!"

"Lho, Ayah kan cuman ngikuti apa kata kamu. Jadi, nyesel nih bilang mata Bunda kayak bakso?"

"Ayah! Arum gigit, ya."

Sebelum Arum menyerang, Barra lebih dulu menyerang. Ayah dan anak ini berkejaran sembari tertawa lepas.

Gavin yang sejak tadi memerhatikan mereka sambil menikmati makanannya, tertawa. Akhir-akhir ini suasan hati Arum seperti pelana kuda, kadang naik menjulang tinggi, kadang turun merosot ke bumi. Kebersamaan mereka kerap dinodai dengan amarah Arum, juga tak jarang Barra tersulut emosi karena tak bisa menahan diri akan sikap Arum.

Kini mereka kembali bercanda dan tertawa lepas, ada kebahagiaan tersendiri saat Gavin menyaksikan momen manis ini.

...***...

"Kamu yakin? Dia yang bikin kamu dipecat dari sekolah." Sekar terbelalak mengetahui apa yang pernah Barra lakukan pada cucunya.

"Karena apa?" Sekar bertanya pada Latif

"Dia nyaris bikin Arum celaka."

Oh! Lagi-lagi Sekar terbelalak. Sedangkan Shafi, dia menarik ujung kerudung Yara dan berseru. "Uihhh sadis amat, sih!"

"Kamu nggak tau masalahnya! Jangan berspekulasi sesuka jidatmu!" hardik Yara pada Shafi.

"Yang satu sering membahas gundul, yang satu sering membahas jidat. Kalian suka nyiksa orang, ya!" Jari Shafi berkelana di antara Yara dan Latif

"Shafi, katanya sariawan. Udah sembuh?"

"Iya nih, Mi. Sudah sembuh." Menahan mimik wajah agar terlihat biasa-biasa saja, sungguh sulit bagi Shafi. Karena itu dia lekas mengarahkan wajah ke lain arah.

Senatural mungkin Latif mengeluarkan permen karet dari sakunya, dan membagikannya pada Yara dan Shafi. Paman kedua begitu senang, meski butuh perjuangan setidaknya sang abang mulai menunjukkan perhatian padanya. Selain memberi permen karet itu, Shafi akhirnya diperbolehkan memakai baju kaos merek Dagadu terbaru, meski ada sedikit sobek pada bagian bawah baju itu.

"Ibu .... mau?" Masih canggung dalam berinteraksi, Latif tetap berusaha menawarkan permen karet itu pada Sekar.

Tangannya yang mulai keriput mengambil permen karet dari tangan Latif. Dia membukanya, namun, tak memakannya. Dia menyuapkan permen karet itu kepada Latif.

Baik Shafi, juga Ayara, masing-masing dari mereka merasakan debar di dada. Akankah Latif menerima suapan itu? Atau justru menolak?

Beberapa detik kemudian, tanpa ragu Latif membuka mulut. Rasa haru kembali menyelimuti hati Sekar. Usai menyuapi Latif, dia mengusap lembut pipi sang putra.

Menarik napas coba menenangkan diri yang terharu, Sekar meminta Yara untuk menceritakan hal apa yang menyebabkan Barra bersikap keras padanya dahulu.

"O, ow." Sekar menggeleng, dia juga menutup mulut dengan jari-jarinya. "itu fatal. Wajar kalau dia semarah itu sama kamu "

Menunduk sedih. "Iya, Yara udah minta maaf. Tapi kejadian itu bukan semata kesalahan Yara, Nek. Pak Barra nggak ngasih tau alergi Arum. Padahal di formulir pendaftaran ada kolom yang harus diisi kalau calon murid punya alergi."

Mengusap pucuk kepala Yara. "Ya sudah. Itu 'kan kejadian lama. Kalau sekarang, gimana hubungan kalian? Dia masih marah sama kamu?"

"Enggak. Sekarang udah baik."

"Udah nggak nyebelin lagi? Kamu yakin?" tanya Latif.

Yara mengangguk. "Iya, dia baik. Penyayang juga."

"Sama kamu?" Shafi yang menyambar ini.

"Enggak. Dia gitu sama Arum."

Mengacak rambutnya. "Ya, jelas, dong Neng. Arum putrinya!" Latif melenguh kesal mendengar jawaban Yara.

Yara terkekeh, kedua matanya menyipit ketika dia tersenyum lebar.

"Gimana sama perasaan kamu ke dia?" Seperti wartawan, Sekar kembali bertanya. Menggali informasi tentang hati sang cucu

"Nggak ada!" Bukan Yara yang bicara, tapi Latif. Belum sempat sang keponakan bicara, dia langsung menyambar seperti bensin.

"Nggak boleh!" ujar Latif lagi.

"Aku nggak akan ngasih restu! Dia terlalu kejam sama kamu. Dia juga keras kepala. Ingat Yara, karena dia kamu kehilangan pekerjaan, karena dia kamu harus membayar biaya rumah sakit Arum. Karena dia kita jadi punya utang sama Bos Jefrey. Eh ... Bos Jef?

Latif melirik jam di dinding, sudah jam 10.

"Ya Allah! Aku terlambat!" Gegas pria ini masuk ke dalam kamar, mengganti pakaian dengan seragam bekerja dan pergi tanpa pamit lagi pada Sekar dan yang lainnya.

"Ingat, ya! Jangan jatuh cinta sama dia. Aku nggak ngasih restu!" Di waktu sempit dia masih sempat-sempatnya memberi peringatan kepada Yara

...To be continued ......

...Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa like, komen dan kasih saran yang membangun, ya....

1
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Mau loncat aku! tapi langsung inget, abis makan bakso!
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Excellent!
Kamu seorang laki-laki ... maka bertempurlah sehancur-hancurnya!
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Kalo cinta dimulai dari menghina, ke depannya kamu yang akan paling gak bisa tahan.
Drezzlle
udah di depan mata, tinggal comot bawa pulang
Drezzlle
ya ampun, kamu kok bisa sampai ceroboh Yara
Drezzlle
betul, kamu harus tegas
Drezzlle
tapi kamu masih di kelilingi dengan teman yang baik Yara
Drezzlle
nggak butuh maaf, bayar hutang
ZasNov
Asyiiikk.. Dateng lagi malaikat penolong yg lain.. 🥰
ZasNov
Kak, ada typo nama nih..
Be___Mei: Huhuhu, pemeran yang sebenernya nggak mau ditinggalkan 🤣 Gibran ngotot menapakan diri di part ini
total 1 replies
ZasNov
Ah inget tingkah Jena.. 🤭
Be___Mei: kwkwkwk perempuan angst yang sadis itu yaaaa
total 1 replies
ZasNov
Gercep nih Gavin, lgsg nyari tau siapa Jefrey..
Yakin tuh ga panas Barra 😄
Be___Mei: Nggak sih, gosong dikit doang 🤣🤣
total 1 replies
ZasNov
Modus deh, ngomong gt. biar ga dikira lg pedekate 😄
ZasNov
Akhirnya, bisa keren jg kamu Latif.. 😆
Gitu dong, lindungin Yara..
Be___Mei: Kwkwkw abis kuliah subuh, otaknya rada bener dikit
total 1 replies
ZasNov
Nah, dewa penolong datang.. Ga apa2 deh, itung2 Latif nebus seuprit kesalahan (dari ribuan dosa) dia sama Yara.. 😄
Mega
Lakok isa baru sadar to, Neng Yara. kikikikikikik
Be___Mei: 🤣🤣😉 iso dong
total 1 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Piala bergilir apa pria bergilir?
Be___Mei: Piala mak
total 1 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Rada ngebleng nih.
Masa iya Yara bener mamanya Arum
Be___Mei: Biar ringkes aja pulangnya si emaknya Arum 😭 🙏🤭
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆: Masa?

kenapa harus angin duduk, Mak?
total 3 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Cihh pendendam banget
Be___Mei: Biasa mak, penyakit orang ganteng 🤣🤣
total 1 replies
Mega
Ya Allah ISO AE akal e
Mega: Aku punya pestisida di rumah 😏 boleh nih dicampur ke kopinya.
Be___Mei: Beban banget kan manusia itu
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!