Putri cantik kerajaan yang bernama Khanina itu memiliki kemampuan mengubah batu menjadi emas pada saat ia dalam keadaan bahagia. Kemampuan Putri Khanina tersebut membuat sang ayah ketakutan akan sesuatu yang menimpanya.
Kemudian Khanina menikah dan menjadi Ratu di kerajaan suaminya. Banyak permasalahan yang menimpanya selama berada di Kerajaan itu, sehingga ia harus menolong suaminya dengan kekuatan yang ia miliki. Namun malang menimpanya. Saat ia mengubah bebatuan menjadi emas, ada seorang yang melihatnya. Masalahpun semakin berat, ia dan suaminya dituduh berkhianat dan harus dipenjara, dan ia harus melarikan anaknya Mahiya yang juga memiliki kemampuan yang sama ke hutan gunung dan terus berada disana hingga akhirnya Mahiya menikah dan memiliki anak bernama Rae. Bebatuan di gunung itupun banyak yang berubah menjadi emas. Rae dan gunung emas menjadi incaran para pengkhianat kerajaan. Apa yang terjadi pada mereka selanjutnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon atika rizkiyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia adalah Putri Mahiya
Ibu Mukaz pergi ke pemukiman wanita di desa Ahradya untuk memanggil wanita yang di duga adalah Putri Mahiya.
“Selamat pagi...” sapa ibu Mukaz di pemukiman wanita desa Ahradya.
Ada beberapa rumah di pemukiman itu yang memang khusus untuk ditinggali para wanita. Para wanita yang telah ditinggal mati oleh suaminya, wanita yang gadis namun telah berusia tua, bahkan gadis belia. Mereka di kelompokkan untuk bisa belajar dan berbagi pengalaman disitu. Belajar memasak, menjahit, menyulam, pendidikan sains, agama dan pendidikan kehidupan rumahtangga.
Di setiap sudut desa di kelompok wanita terdapat pos penjagaan dari para lelaki yang masih memiliki ikatan saudara dengan salah satu wanita yang ada disitu. Hal itu memudahkan mereka untuk berinteraksi dan menerima informasi dari satu pihak ke pihak yang lainnya.
Jika telah menikah, mereka akan memiliki rumahnya sendiri. Mereka sangat menghormati nilai-nilai gender yang terus diberlakukan sejak ratusan tahun yang telah lalu dimana ada batasan khusus dalam berinteraksi antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan kekerabatan (hubungan keluarga).
“Ya ibu, ada apa?..” (tampak seorang wanita keluar dari dalam rumahnya dan tentu saja ia mengenali sosok ibu yang berada di depan pintu tersebut, karena ia adalah istri dari pimpinan suku mereka.)
Ibu Mukaz menarik tangan wanita yang menyambutnya itu, lalu berbisik pelan.
“Aku ingin bertemu dengan wanita yang kala itu ia tersangkut di batu sungai dalam keadaan pingsan.”
“oh.. Isma, ia bernama Isma” ucap wanita itu.
“emm.. ee.. iyaa.. Isma. Aku ingin Isma datang ke rumahku sekarang juga. Tolong katakan kepadanya, jika aku menunggunya” ucap ibu Mukaz.
“Baik ibu, akan aku sampaikan”
“Terima kasih, aku harus segera kembali”
“Ya ibu..” ucap wanita itu.
Kemudian wanita itu masuk dan menyampaikan kepada Isma.
“Apa yang terjadi...?” tanya wanita yang bernama Isma itu dalam hati.
Langkahnya sangat berat untuk pergi dan ia benar-benar gugup.
Dan tak lama, Isma sampai ke rumah pimpinan suku.
Di ruangan utama rumah pimpinan kepala suku tersebut, Mukaz, ayah dan ibunya telah menunggu kedatangan Isma.
“Duduklah,.” Ucap Ayah Mukaz.
Isma tampak gugup dan ketakutan.
“Siapa namamu ?” tanya ayah Mukaz.
“Ii.. Isma, Tuan”.
“Apa benar kau adalah Putri Mahiya” ucap ayah kembali.
Sontak mata Isma langsung melebar karena terkejut. Pandangannya sibuk kesana kemari tak tentu. Ia tampak begitu ketakutan.
“Dari mana mereka mengetahui hal ini” gumamnya dalam hati.
“Tidak, aku adalah Isma”. Ucapnya menegaskan mencoba memungkiri yang sebenarnya.
Ia sangat takut jika ada yang mengetahui siapa dirinya maka ia, Rae dan Davin akan kembali menderita. Sedangkan ia tahu jika Rae dan Davin telah kembali ke istana karena mendengar isu yang beredar di kalangan masyarakat Ahradya yang menceritakan keadaan mereka saat ini.
“Ibu.. Rae sedang mencarimu.
Ia tau jika engkau masih hidup.
Ia masih menyimpan emas darimu.
Namun ia tidak tau dimana keberadaan mu.
Apakah boleh aku katakan pada Rae jika engkau dalam keadaan yang baik dan saat ini engkau sedang bersama kami ?!!” ucap Mukaz sengaja tanpa basa basi. Karena Mukaz sangat yakin jika ia adalah Putri Mahiya.
Putri Mahiya tak bisa menyembunyikan lagi perasaannya. Ia tau sudah tidak ada lagi gunanya ia berdebat tentang siapa dirinya. Ia pun menangis..
“ya.. benar Tuan.. aku Putri Mahiya, Ibunya Rae. Namun tolong jangan beritau siapapun. Aku memohon padamu tuan (sambil melihat kearah Mukaz dan ayahnya).
“Ibu.. (Putri Mahiya memandang ibu Mukaz yang sangat terkejut mendapati kebenaran yang ada dihadapannya) tolong jangan beritau siapapun, jika ada yang mengetahui ini maka aku, Rae dan istana Jatinra dalam masalah besar.” Ucap putri Mahiya sambil menangis dan memelas memohon agar ia tetap berada disitu tanpa identitas yang sebenarnya.
Syukurlah Mukaz, ayah dan ibunya adalah orang bijak. Mereka memahami hal besar ini.
“kami akan menjagamu Putri Mahiya, tenanglah.. semua akan berjalan seperti biasanya” ucap ayah Mukaz.
Putri Mahiya tampak sangat lega. Ia pun duduk tersandar. Sambil menghapus air mata yang ada di pipinya.
“Kembalilah ke rumah itu, Putri. kami sangat menghormati keputusanmu.” Ucap ibu Mukaz.
“Terima kasih ibu, Tuan dan Mukaz” ucap Putri Mahiya.
Ia pun kembali ke kelompok wanita di desanya, berpura-pura seperti tidak terjadi apapun.
Setelah Putri Mahiya meninggalkan ruangan itu..
Mukaz, ayah dan ibunya hanya bisa terdiam.
Beberapa saat ruangan itu sunyi.
“Dia benar Putri Mahiya” ucap ayah dalam keadaan pandangan yang kosong dan wajah yang datar.
“Apa yang harus kita lakukan, ayah?” tanya Mukaz.
“Lakukan seperti apa yang diminta Putri Mahiya kepada kita. Kau tau kan maksudnya?” tanya ayah kembali.
“Ya ayah.. semua seperti biasanya. Seperti yang kita dan ia jalani selama ini, selama ia berada disini” ucap Mukaz.
“Ya, kau benar. Simpan rahasia ini baik-baik” ucap ayah kembali.
“sampai kapan, ayah ??!” tanya Mukaz yang hampir kehilangan kesabaran.
“Sampai keadaan memaksa kita untuk mengatakan yang sebenarnya” jawab ayah.
Mukaz dan ibunya hanya terdiam memandang wajah ayahnya yang merasa bahwa keadaan ini begitu menyedihkan.