Meninggal dalam kekecewaan, keputusasaan dan penyesalan yang mendalam, ternyata membawa Cassie Night menjalani takdir kehidupannya yang kedua.
Tidak hanya pergi bersama kedua anaknya untuk meninggalkan suami yang tidak setia, Cassie juga bertekad membuat sahabatnya tidak bersinar lagi.
Dalam pelariannya, Cassie bertemu dengan seorang pria yang dikelilingi roh jahat dan aura dingin di sekujur tubuhnya.
Namun, yang tak terduga adalah pria itu sangat terobesesi padanya hingga dia dan kedua anaknya begitu dimanjakan ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsme AnH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sudah Bosan Hidup
Cassie menatap kotak kayu berukir indah yang berisi gelang giok berwarna hijau, dikenal sebagai "batu surga".
Cahaya lembut yang bersinar di langit membuat permukaan gelang itu berkilau, menciptakan suasana mistis di sekitar.
Benda bersejarah itu ditempatkan ke dalam kotak khusus yang berfungsi untuk melindungi gelang dari kerusakan, debu, atau oksidasi, serta membuatnya lebih mudah disimpan atau dibawa bepergian.
Dengan mata berlinang, Cassie menyentuh gelang yang memiliki kilauan khas itu. Rasanya halus dan dingin.
"Ini adalah hadiah yang didapatkan oleh nenekmu sebagai pelukis wanita pertama dari negara kita." Suara ibunya menyentuh telinga Cassie, membawa kembali ingatan masa kecilnya.
Suara itu cukup lembut dan penuh kekuatan, menciptakan ruang yang adakalanya terasa hangat, tetapi juga dingin seperti giok itu sendiri.
"Mulai sekarang, ini akan menjadi milikmu. Gelang ini menyimbolkan harapan besar nenekmu padamu.”
Air mata meluncur deras dari pelupuk mata Cassie, membasahi pipinya.
Dalam sekejap, kenangan-kenangan indah bersama neneknya melintas di benaknya, seakan menari-nari dengan anggun di antara nuansa nostalgia dan kesedihan.
Dia ingat bagaimana neneknya menggenggam tangannya dengan erat sembari mengajarkan teknik melukis, membagikan semua ilmu dan pengalamannya.
Cassie teringat akan momen ketika dirinya masih kecil, duduk di samping neneknya sementara sang nenek dengan lihai menggerakkan kuas di atas kanvas.
Gelang giok itu selalu menarik perhatian Cassie, terutama dengan ukiran unik yang menghiasi permukaannya. Dalam kesempatan itu, dia berani menyentuh gelang sang nenek sambil bertanya, "Kenapa gelang ini begitu istimewa?"
Neneknya berhenti sejenak, mengalihkan pandangan dari lukisan ke wajah sang cucu, menghangatkan suasana hati dengan senyum penuh cinta. "Gelang ini adalah hadiah pertama yang nenek dapatkan. Kelak, ini akan menjadi milikmu. Nenek harap, kamu bisa mendapatkan karir dan menemukan orang yang kamu sukai."
Cassie menghapus air matanya yang jatuh karena mengingat kenangan bersama sang nenek, dia mengangkat pandangannya untuk menatap Adam Night.
"Ayah, aku sudah memikirkannya. Tujuh tahun lalu aku meninggalkan karirku demi menikahi Felix, sekarang aku memutuskan untuk memulai kembali." Ada tekad yang kuat menghiasi wajah Cassie, terutama binar di mata indahnya. "Seperti nenek, aku akan menjadi pelukis terkenal."
***
Saat Felix sedang terburu-buru ingin keluar rumah, kebetulan seorang pria berseragam kurir menghentikannya.
"Halo, apa Anda Tuan Felix Murphy?"
"Ada apa?" tanya Felix terkesan ketus, ketidaksenangan terukir jelas di wajahnya.
Meski begitu, dia tetap berhenti dan meladeni pria yang telah memperlambat misinya untuk menemui Aleena.
"Tuan, saya adalah kurir dari Biro Urusan Sipil. Saya datang untuk mengantarkan dokumen perceraian, tolong tandatangani di sini ...."
Setelah selesai berbicara, sang kurir menunjukkan tempat yang harus dibubuhi tanda tangan Felix sebagai penerima paket.
"Biro Urusan Sipil?" Kedua alis Felix berkerut dalam, menunjukkan kebingungannya. "Dokumen perceraian apa?"
'Siapa yang bercerai?'
Mendengar kata 'Biro Urusan Sipil' saja Felix sudah kebingungan, saat sang kurir menyebut 'dokumen perceraian' emosinya hampir meledak.
"Orang bodoh dari mana ini? Kenapa mengantarkan dokumen perceraian ke rumahku? Tidak ada yang bercerai di sini!" Felix melayangkan tatapan setajam silet pada sang kurir, seakan ingin mengoyak-ngoyak tubuhnya.
"Tuan, di sini jelas tertulis nama Anda, Felix Murphy." Kurir itu kembali menunjukkan ke suatu tempat di atas sampul dokumen, di mana nama Felix berada.
Felix dengan kasar merampas dokumen yang masih bersegel dari tangan kurir, lalu terburu-buru membukanya.
Dia mengeluarkan dua buah buku kecil berwarna merah yang bertuliskan, 'Surat Cerai'.
Seketika, tangan Felix bergetar.
Dia memberanikan diri untuk membuka halaman pertama pada buku itu, namanya dan Cassie yang terukir di sana membuat Felix tidak bisa berdiri dengan seimbang.
Dia mundur dan tersandar ke body mobil dengan shock, ketidakpercayaan, dan kebingungan menghiasi wajah pucatnya.
"Aku tidak pernah menandatangani surat perjanjian perceraian, kenapa bisa bercerai?" tanya Felix kepada si kurir yang telah membawakan berkas perceraiannya dengan Cassie.
Kurir itu hanya mengangkat bahu, bingung sekaligus prihatin dengan situasi yang menimpa Felix.
"Tuan, apa Anda tidak tahu kalau sekarang bisa mengajukan perceraian secara online?" Kurir itu menjelaskan dengan nada datar, mencoba memberikan sedikit pencerahan. "Meski online, perceraian berlaku selama kedua belah pihak membubuhkan tanda tangan, dan dokumen ini tidak bisa dipalsukan."
Kepala Felix terasa berputar, dia teringat momen beberapa waktu lalu ketika Cassie menghampirinya dengan senyum ceria sembari membawa berkas. "Felix, aku berencana membuka pameran lukisan. Tolong tandatangani surat persetujuannya, ya."
"Melukis juga butuh persetujuan keluarga?" Felix menatap Cassie dengan alis yang berkedut sedikit.
Cassie mencoba menutupi kegugupannya dan berharap Felix tidak menyadarinya, saat dia ingin memberikan jawaban yang masuk akal, telepon genggam Felix tiba-tiba berdering.
Cassie mengikuti arah pandangan Felix, nama {Tuan A} tertera di layar ponsel.
Dia tersenyum miring dan menghela nafas lega, merasa Aleena adalah penyelamatnya.
Cassie segera membuka dokumen di tangan Felix, lalu menunjukkan tempat yang harus ditandatangani oleh sang suami. "Di sini"
Perhatian Felix teralihkan dari ponsel yang masih berdering di tangannya, ke dokumen yang diserahkan Cassie.
Dia segera membubuhkan tandatangan tanpa pikir panjang, bahkan tidak berniat membaca apa yang tertuang di dalam dokumen itu.
Baginya, telepon dari Aleena adalah panggilan alam.
Dia tidak berani bertele-tele, apalagi sampai membatalkan janji temunya dengan Aleena.
"Aku menemui klien dulu, kamu istirahat lebih awal." Felix pergi setelah meninggalkan kecupan singkat di dahi Cassie yang tak mengindahkannya.
"Tuan, tolong tandatangani." Suara kurir memecah lamunan Felix dan kembali menunjjk ke format yang harus dibubuhi tandatangan.
Pada akhirnya, Felix dengan berat hati mengayunkan pena di atas kertas yang ditunjuk kurir.
Setelah menyelesaikan prosedur, kurir pergi tanpa peduli pada sosok Felix yang tampak terpukul.
"Cassie, kamu benar-benar sudah mempersiapkan segalanya demi meninggalkan aku." Felix meremat kedua buku kecil berwarna merah di tangannya, ada kesedihan dan emosi mendalam yang menghiasi wajahnya. "Aleena, jalan9 ini ...."
Felix mengatupkan giginya rapat-rapat seakan ingin mengunyah Aleena bulat-bulat, kemarahan di hatinya semakin menggunung dan siap meledak kapan saja.
Dia jadi lebih tidak sabar menemui Aleena yang sempat tertunda berkat kedatangan kurir. "Karena kau sudah bosan hidup, aku akan mengabulkan keinginanmu!"
mulai membuka hati sma Athur...
tunggu aj pd waktux Cess keluar bersama ..
kesuksesanx dan kemakmuran disertai kebahagian x ...