"Payungmu hilang, langit pun menghujanimu dengan deras, serta angin yang berhembus juga kencang, yang membuat dirimu basah dan kedinginan"
"Ternyata tidak berhenti sampai disitu saja, hujan yang deras serta angin yang berhembus kencang ikut menenggelamkan dirimu dalam banjir yang menerjang"
"Sampai pada akhirnya kamu menghilang dan yang aku temukan hanyalah luka yang mendalam"
~Erika Aura Yoana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amil Ma'nawi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KKN
"Mua pulang bareng gak?" Wira menghampiri Erika yang sedang memakai hlmnya. Sepulang sekolah, niatnya Erika akan menanyakan langsung tentang pembicaraannya dengan Wira tadi. "Enggak, lo gk lihat, gw bawa motor?" Erika langsung menaiki motornya.
"Bukan gitu, maksudnya biar gw yang bawa"
"Enggak, ya! Lu jalan kaki aja sana!" Karena jika nanti orang tua Erika lihat, bahwa dirinya di bonceng sorang laki-laki bisa gawat, bisa-bisa dia di nikahkan saat itu juga.
"Sama Haura, aja. Lu maksa maksa dia buat ikut, giliran gua yang mau ikut malah gak boleh. Gimana cenah" Kemudian Erika tidak menghiraukannya, ia segera pergi meninggalkan Wira sendiri disana.
Sebenarnya sudah lama ini, Wira selalu melihat kedekatan Haura dan Erika. Dia memantau perkembangan antara keduanya. Kali ini, Wira sedang mendekati mereka, berharap bisa masuk diantara kedekatan Haura dan Erika.
Pokoknya gua gak mau tau, gua mau juga dong deket sama mereka. Oke, gua harus berusaha untuk itu. Lalu Wira pun pergi untuk mengambil motornya.
***
"Tante, Avan udah pulang?" Sedari tadi, Haura menunggu kedatangan Alvan ke rumah sakit. Namun saat waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, Haura pun menanyakannya pada sang tante.
"Sebenarnya, Alvan gak akan dulu datang kesini" Haura pun mengambil posisi duduknya dengan susah payah, namun tante langsung membantunya.
"Kok gitu?" Saat ini, di ruangan Haura hanya ada Hani seorang. Karena oma pulang sedari pagi bersama Alvan yang mengantarnya.
"Alvan ada tugas KKN selama tiga minggu" Disaat yang bersamaan. Alvan menelpon lewat nomor sang mama. Hani pun segera menjawab vidio call dari Alvan. "Ada apa nak?"
"Hora mana ma?" Hani pun segera menghampiri Haura dan mengajaknya. "Hai Hora, Avan tinggal dulu ya, hhha" Haura hanya menatap layar dengan muka datar, dan sama sekali tidak tersenyum. "Ish, kok malah cemberut si?"
"Tau ah, Avan mah gitu. Malah ninggalin Haura" Semenjak Alvan berubah sikap terhadapnya, Haura merasa dirinya memiliki kakak yang selalu melindungi adiknya. Perubahan sikap Alvan begitu merubah kehidupannya saat ini. Jadi jika Alvan tidak ada di sampingnya, Haura selalu merasa kalau dirinya sedang tidak aman, atau bisa dibilang merasa terancam .
"Bukan ninggalin, Avan ada tugas dulucuma sebentar kok"
"Nanti gimana, kalo Avan pulang Haura udah gak ada" Perkataan Haura langsung membuat Hani yang berada di sampingnya melirik. "Heh, suka ngaco ni anak kalo ngobrol. Emang mau, kalo itu terjadi?"
"Ya enggaklah"
"Makanya, jangan bilang yang gak bagus, soalnya setiap perkataan adalah do'a. Yaudah, Avan tutup dulu teleponnya ya, dadah Hora, cepet sembuh ya, jaga diri selama Avan ada disini" Namun Haura hanya menanggapinya dengan senyuman yang di buat buat.
Setelah telepon terputus, Haura kembali mengobrol dengan Hani. "Tante" Saat mendengar ponakannya memanggil, Hani langsung meletakkan handphonenya dan fokus pada Haura.
"Ada apa sayang?" Hani mengelus tangan Haura dengan lembut. Hani sudah menganggap Haura sebagai putrinya sendiri, meskipun Haura tinggal bersama ibunya, namun tetap, kasih sayangnya terhadap Haura tak bisa terbendung.
"Kalo suatu hari nanti, tante ketemu sama mama dan papa. Tolong bilang, ya. Haura sayang banget sama mereka" Haura menghindari kontak mata dengan Hani, karena ia tau kalau kini matanya sudah berair. "Haura,,, kamu tau? Bahwa yang akan menyampaikannya, adalah kamu sendiri. Kamu yang harus bilang sama mereka, kalau kamu sangat menyayangi mereka. Kenapa harus tente coba?"
Haura meremas selimutnya saat akan menjawab pertanyaan Hani. "Karena" Perkataan Haura terhenti, Haura menggigit bibir bawahnya berusaha untuk menahan air matanya. "Karena Haura gak tau, apa Haura akan sempat bertemu sama mereka, atau enggak" Haura menarik nafas, untuk melanjutkan perkataannya.
"Haura juga gak tau, sampai kapan Haura bisa bertahan" Satu tetes air mata berhasil lolos dari mata Haura, Hani yang melihat itu segera menyekanya. Kemudian membelai pipi sang ponakan.
"Nak, apapun yang akan terjadi di depan sana, kamu harus tetap yakin dengan apa yang kamu pikir, bahwa itu mustahil. Umur tidak ada yang tahu, takdir juga bisa di ubah. Kamu pasti bisa bertemu sama mereka, suatu hari nanti, pasti" Saat ini, Papa Alvan sedang menjalani pencarian tentang keberadaan orang tua Haura. Jadi untuk saat ini, beliau belum bisa menemani Haura di rumah sakit, karena memang sedang sibuk.
***
Malam ini, Erika beserta kedua orangtuanya sedang makan malam. Di pertengahan itu, Erika mempertanyakan soal pembicaraannya tadi siang dengan Wira. "Pa, apa Haura masuk ke rumah sakit?" Beliau tampak menghentikan kegiatannya.
"Papa kurang tau, nak. Memangnya kenapa? Dia sakit?"
"Enggak, tadi aja ada temen Erika yang bilang kalau dia lihat Haura di rumah sakit, tempat papa bekerja. Tapi kak Alvan bilang, Haura ada acara keluarga, makanya gak akan masuk untuk beberapa hari kedepan"
Katanya menjelaskan informasi tadi siang. Setelah mendengar jawaban dari sang papa, ada rasa sedikit ketenangan di dalam hari Erika. Karena mungkin saja ada benarnya, kalau Wira itu salah orang.
Bersambung...
Okee buat kali ini up 762 kata dulu ya,,, kita lanjut ke part selanjutnya...
yg penting bersatu kan?
wkwkwk
mksdnya, thor????
salken, Thor