New Happiness, Begins

David berdeham. "Di sini ada lima anak tangga kecil dan kau memasuki teras paling nyaman yang bisa kau bayangkan. Mom menggantung pot bunga di mana-mana." David mengangguk ke kanan. "Di sebelah sana ada ayunan merah, yang ia duduki setiap sore untuk menonton matahari terbenam." Lalu ia menunjuk ke kiri. "Di sebelah sana ada ranjang gantung, tempat aku sering tidur siang." David berhenti di pinggir fondasi beton dengan mengayun tubuh ke depan.

"Di sini pintu depan dengan jendela kaca mosaik, lalu kita masuk ke lorong berlantai kayu keras dan ada rak mantel, tempat menggantung atasan berkebun Mom, rompi memancing favorit ku dan kemeja flanel tua Dad yang suka Mom pegang-pegang."

David maju ke depan tiba-tiba dan berbelok ke kanan. "Di sini dapur tempat ibuku selalu memanggang sesuatu di dalam oven, mengalengkan sesuatu, menggantung sesuatu untuk di keringkan atau mendinginkan sesuatu."

David melihat Kendall memejamkan mata dan tampak menarik napas. Kenapa tiba-tiba ia mendapat keinginan untuk mempertemukan sang ibu dengan wanita ini? Hal pertama yang akan dilakukan oleh Luisa Booker untuk wanita kurus ini adalah menghidangkan semangkuk kaldu daging dan biskuit untuk membuat tubuhnya berisi.

Meski begitu, tatapan David menyapu lekuk ramping tubuh Kendall dengan sorot kagum. Ia memang lebih suka menyusuri wanita yang tubuhnya berisi, tapi Kendall... menarik. Dan matanya seperti menghipnotis bagi siapa saja yang melihatnya, indah.

David mengerjap-ngerjap dan melanjutkan langkah. "Di sana ada ruang makan kami dengan meja bundar besar dan kandil yang ibuku beli di Atlanta. Ia sangat bangga pada benda itu. Lemari pecah belah yang kuperlihatkan padamu kemarin di letakkan di sudut sana."

"Kalian pasti sering pesta makan berasama pada hri minggu."

"Benar, tentu saja setelah ke gereja. Kalau di pikir-pikir, aku tak tahu bagaimana Mom bisa memberi makan kami dan teman-teman yang kami ajak ke rumah." David merasakan sengatan kesedihan dan rasa bersalah mengingat betapa repotnya sang ibu memasak untuk santapan hari minggu, sementara ia dan kakaknya menggerutu karena kehilangan waktu untuk memancing dan berenang.

"Kedengarannya menyenangkan," kata Kendall.

David berbelok ke bagian belakang rumah. "Seluruh bagian belakang ini ruang keluarga kami, dengan perapian besar dan sofa-sofa nyaman. Kasihan Mom harus selalu bersabar menghadapi kami yang selalu menonton acara olahraga dan berkelahi."

"Aku yakin ia sudah terbiasa."

"Yeah, tapi dijamin, begitu Mom bersikap tegas kami akan patuh."

Kendall tersenyum. "Tampaknya kau sayang padanya. Sesering apa kau menemuinya?"

David tertawa. "Menurutnya tidak cukup sering. Ia mengobrol dengan salah seorang dari kami dua kali seminggu, tapi aku memang berutang janji akan mengunjunginya."

"Ia tahu kau cedera?"

"Apa yang tidak ia ketahui, tidak perlu ia khawatirkan."

Kali ini Kendall yang tertawa. "Aku yakin ia tetap akan khawatir."

"Kau mungkin benar," David menyetujui, lalu menunjuk. "Ada sederet tangga di sini yang menuju ke kamar-kamar tidur di lantai dua. Kamar orang tuaku dan dua kamar lain, kamarku dan kamar Harry. Mom menghias ruang tamu dengan tirai dan seprei berjumbai yang feminim dan meletakkan mesin jahitnya di sana." David tersenyum lebar. "Kurasa itulah satu-satunya penghiburnya di dalam rumah yang penuh pria."

David mengayun kruk ke depan, tetapi tersangkut ke lubang di tanah dan kehilangan keseimbangan. Ia meluncur ke depan, tapi tidak jadi jatuh karena diselamatkan oleh kruk yang satu lagi dan Kendall yang menopangnya di sisi lain. Sentuhan wanita itu membuat tubuh David seperti di sengat arus listrik.

"Kau tidak apa-apa kan?" tanya Kendall, mata lebar, wajahnya hanya beberapa senti dari wajah David.

Mungkin karena kenangan dan kesyahduan suasana, atau kenyataan bahwa David sudah terbiasa dengan tubuh Kendall bergelung di belakangnya, tiba-tiba ia ingin mencium wanita itu, kali ini dengan sengaja dan bukan di bawah pengaruh obat yang membuatnya teler. David mendekatkan bibir ke bibir Kendall dan karena sebelumnya tidak memberi wanita itu pilihan, ia ragu-ragu hendak melihat dulu apakah Kendall akan melawan. Napas wanita itu menyapu bibirnya. Dengan mata setengah terpejam dan bibir agak terbuka, David terkejut menyadari betapa seksi Bu Dokter Kecil. Bagian bawah perutnya berdesir.

Dering ponsel membuyarkan momen itu, Kendall mundur dan menjauh. David menahan erang kekecewaan, lalu mengambil telepon dan melihat ternyata mandor di lokasi pembangunan klinik yang menelepon. Ia menjawab panggilan itu, "Halo?"

"David, ada kecelakaan. Tangan Mason terluka parah."

David mengatupkan rahang. "Sebentar." Ia menatap Kendall, yang berdiri beberapa meter darinya. "Tangan salah satu pekerja terluka."

"Bebat kencang dengan sesuatu agar pendarahannya berhenti," sahut Kendall, langsung bernapas waspada. "Dan suruh ia menahan tangan di atas jantung."

David menyampaikan pesan itu. "Bu Dokter dan aku akan tiba beberapa menit lagi." David menutup telepon dan bergerak ke arah ATV. Di sana, Kendall sudah mengenakan helm. David terkejut menyadari alangkah melegakan Kendall ada saat situasi darurat. Harry benar, jika dokter ini pergi, wanita-wanita lain pasti juga berbondong-bondong mengikuti.

Kendall membantunya duduk, gerakan mereka terburu-buru, tak seorang pun menyinggung soal mereka tadi yang hampir berciuman. David bersyukur atas gangguan telepon itu, pasti tadi ia sudah kehilangan akal sehat. Ia sama sekali tidak butuh wanita rapuh yang pertunangannya putus.

Ia terus mencaci diri sepanjang perjalanan pulang. Dari ekspresi terenyuh Kendall saat ia menceritakan kehidupan keluarganya, wanita itu pasti ingin tahu segalanya. Dan meskipun suatu hari David sendiri ingin hidup tenang dan berkeluarga, ia ingin bersenang-senang dulu.

Kalau dipikir-pikir, seharusnya ia pergi dengan Hailey Baldwin berbelanja ke Atlanta dan membiarkan Bu Dokter Kecil ini mengerjakan tugasnya.

...****************...