Menikahi Suami Sahabatku

Edo tidak mengeluarkan sepatah katapun sepanjang perjalanan menuju rumah Dara. Pikirannya kacau ketika mendengar anak tadi berucap agak keras kalau Dara akan menikah dengan pria bernama Abi.

Apakah Abi itu Abimanyu suami almarhum Yanti? Bagaimana bisa?

Karena tak tahan dan penasaran, akhirnya Edo pun membuka suara.

"Dara" panggilnya.

"Hhmm" sahut gadis itu.

"Apakah...kamu akan segera menikah?" tanya Edo hati-hati.

Dara mengangguk.

"Dengan Abi? Suami Yanti?"

Lagi-lagi Dara mengangguk.

"Kenapa Ra? Kenapa kamu mau menikah sama dia?" tak bisa dipungkiri ada nada cemburu di suara Edo.

"Karena memang aku harus menjalaninya" jawab Dara lirih.

"Apa maksudmu?"

"Karena wasiat Yanti yang meminta demikian."

"Hah? Jadi kamu mau menikah dengan Abi karena wasiat? Kan bisa kamu tolak Ra!" Edo merasa jengkel dan kecolongan.

"Namanya wasiat wajib dilaksanakan apalagi surat Yanti sah dimata hukum."

"Tapi kamu kan nggak cinta Abi!" kali ini Edo benar-benar marah.

"Kenapa kamu jadi marah-marah begini Do?" tanya Dara heran namun tetap tenang.

Bukannya aku tidak tahu perasaanmu padaku tapi maaf Do, aku hanya menganggap kamu teman saja tidak lebih.

"Karena...karena aku cinta padamu!" akhirnya keluar juga apa yang ingin diucapkan Edo selama beberapa lama ini.

Dara tersenyum lembut. "Terimakasih. Aku memang tidak bisa melarang siapapun untuk jatuh cinta padaku tapi maaf, aku tidak mencintaimu Do. Kamu adalah teman baik bagiku".

"Apakah kamu mencintai Abi?" selidik Edo yang lemas karena penolakan Dara.

"Belum tapi akan" jawab Dara.

"Hah? Perasaan apa itu Ra?"

"Aku sudah menerima pinangan mas Abi dan bulan depan kami akan menikah. Aku akan berusaha mencintai mas Abi." Mata Dara menatap Edo dengan tatapan serius.

"Apa karena aku tidak sekaya Abi?" sindir Edo.

"Aku tidak melihat itu. Kalau bukan wasiat almarhum Yanti, bisa jadi aku tidak akan menikah dengan mas Abi tapi belum tentu juga menikah denganmu karena sampai detik ini pun aku tidak ada perasaan yang lebih dari sekedar teman."

Edo mengeraskan rahangnya. Dirinya sendiri memang tidak yakin atas perasaan Dara padanya karena sikap gadis itu biasa saja.

"Apakah tidak ada peluang lagi Ra?" suara Edo agak lemas.

"Maaf sudah tidak. Kamu pria baik Do, kamu pasti akan mendapatkan gadis yang lebih baik dari aku." Dara merasa dia harus tegas. Edo bisa dia atasi, besok giliran Tara.

"Biarpun aku pria baik tapi tidak cukup bagimu" Edo menghela nafas panjang. "Setidaknya terimakasih sudah berbicara jujur tentang perasaanmu padaku, Ra. Aku bisa move on lebih cepat" kekehnya.

Dara tertawa kecil. "Nah gitu dong Do. Jadi pria itu harus kuat, tangguh dan tahan banting".

"Kamu kira aku adonan martabak main dibanting?" decih Edo sambil manyun.

Kali ini Dara tertawa keras. Edo tersenyum melihat gadis itu bahagia.

Semoga Abi benar benar bisa mencintaimu Ra.

***

Abimanyu tertegun mendengar laporan mata-matanya bahwa Dara dijemput oleh Edo dan salah seorang muridnya marah karena mendengar gurunya akan menikah.

Ternyata kamu memang spesial Adara. Hingga anak ingusan pun jatuh cinta padamu.

Tidak bisa dipungkiri mengingat dirinya akan menikah dengan Dara bulan depan membuatnya sedikit posesif pada gadis itu. Waktu Yanti masih hidup, Abi tidak seposesif ini terhadap mendiang istrinya.

Diambilnya ponsel dari balik jasnya dan segera dia mendial nomor yang sudah dihapalnya.

"Assalamualaikum" suara lembut terdengar di seberang.

"Wa'alaikum salam. Sudah sampai rumah Adara?"

"Alhamdulillah sudah mas tadi diantar Edo"

Adara tidak menutupi apapun.

"Diantar Edo? Apa kamu tadi nggak naik motor atau mobil bapak?" tanya Abi berlagak tidak tahu apa-apa dengan suara datarnya.

"Tadi naik motor cuma Edo ingin mengantarkan aku pulang, jadi motorku dibawa Firza. Besok pagi sebelum ke sekolah, aku dijemput Firza."

"Ya sudah. Kamu bebersih dulu, mas baru mau pulang." Abi melirik jam tangannya yang mahal. Pukul 17.45.

"Iya mas. Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam."

Setidaknya kamu bercerita semuanya dan jujur padaku Adara.

Abi tersenyum smirk. Dia memutuskan untuk tinggal di ruangannya dulu sambil menanti adzan Maghrib, melaksanakan kewajibannya baru pulang.

***

Dara memandang ponselnya. Ada perasaan yang hangat dalam hatinya ketika Abi menanyakan kabar dia hari ini.

Apakah begini rasanya punya kekasih?

Hingga di usianya yang ke 26 tahun ini, Dara belum pernah berpacaran karena belum ada pria yang bisa menggetarkan hatinya. Bahkan Edo yang selama ini gencar melakukan pendekatan atau Antasena yang selalu menggodanya, tidak bisa membuatnya bergetar hatinya sampai-sampai Dara berpikir apakah dia tidak normal.

Mungkin dia sampai saat ini belum bisa mencintai Abi tapi mendengar suaranya yang dalam walaupun agak kaku, hati Dara bergetar, seperti ada kupu-kupu di dalam perutnya.

Inikah yang disebut butterfly in my stomach effects?

Bisa jadi aku tipe perempuan romantis yang sedikit idealis untuk mencari pasangan.

Tapi apakah memang seperti ini rasanya diperhatikan lawan jenis yang bisa menggetarkan hatinya.

Dara tidak munafik, Abi memang menarik secara fisik dan finansial tapi tidak hanya itu yang bisa memperkuat pernikahan. Perasaan saling mencintai, saling menyayangi adalah landasan dalam pernikahan walaupun tidak mutlak. Banyak pasangan yang menikah karena alasan cinta pada awalnya pun bisa berpisah.

Dara hanya ingin menikah sekali seumur hidup dan menua dengan pasangannya. Dia berharap impiannya dapat diwujudkan disaat memutuskan untuk menikah dengan Abi walaupun tanpa ada cinta diantara mereka.

Witing tresno jalaran saka kulino. Cinta akan hadir karena terbiasa.

Dara akan mengingat betul janji Abi di hadapan orangtuanya

"Adara, aku berjanji padamu bahwa aku akan menjadi suami yang baik, yang menghormati, menghargai dan menyayangi mu."

Dara menatap dirinya di depan kaca meja riasnya.

Semoga kata-katamu bisa kau pegang mas.

***

Tara rasanya ingin menghancurkan semua yang ada di hadapannya. Hatinya hancur ketika mendengar Bu Dara akan menikah dan pindah ke Jakarta.

"Kenapa aku harus lahir sesudah Bu Dara? Kenapa sebelum dirinya? Kenapa aku masih SMA?" Tara berulang-ulang mengucapkan kalimat yang sama.

Dirinya tidak mempermasalahkan sekarang orang tuanya tidak memperhatikan namun dia memiliki Bu Dara yang selalu welcome setiap dia konsultasi tapi zona nyaman itu pun akan hilang setelah Bu Dara pergi.

"Aku tidak mau Bu Dara pergiiii !!!" teriak Tara di dalam kamarnya.

Suara pintu terbuka dengan keras membuat Tara menengok. Mamanya datang dengan muka menahan amarah.

"Apaan sih Tara! Bisa nggak kamu nggak teriak-teriak kayak orang gila!" bentak mamanya.

Tara menatap mamanya dengan wajah garang dan tampak kebencian di matanya kepada wanita yang melahirkannya.

"Mama tahu? Aku berharap tidak lahir dari rahim mama!" desisnya.

"Anak kurang ajar! Beraninya kamu sama mama kamu!" Tubuh ibunya Tara bergetar menahan amarah.

"Kenapa? Karena surga di bawah telapak kaki ibu? Sekarang aku tanya Ma, ibu macam apa yang bisa aku hormati kalau mama sendiri tidak ada tanggung jawab padaku? Hanya karena aku lahir dari perut mama, jadi aku nggak bisa seenaknya sama mama seperti mama seenaknya sama aku? Sejak bayi, kapan mama memeluk aku disaat aku sedih, sakit atau bahagia? Pernah? TIDAK PERNAH MAMAKU YANG TERHORMAT! Karena mama sudah menyerahkan pada pengasuh! Kalau memang mama tidak bisa bertanggung jawab atas anak sendiri, seharusnya mama tidak punya anak! Sana ma, peluk semua uang mama karena uang mama lebih berharga dari anak mama sendiri!"

Plak!

Tara memegang pipinya yang ditampar oleh ibunya.

"Tampar ma! Pukul saja Tara! Pikir baik-baik nyonya Sonia, lebih penting mana darah dagingmu yang katanya lahir dari rahimmu atau uang yang tidak bisa kau bawa mati!" Tara kemudian pergi meninggalkan ibunya. Tak lama dia berbalik. "Bagiku punya mama hanya simbol karena selama ini aku tidak punya mama!"

Tara keluar dari rumah dan suara motor keluar dari rumah terdengar menjauh.

Nyonya Sonia terduduk lemas setelah mendengar semua uneg-uneg putra tunggalnya.

***

Yuhuuu

Up pagi yaaaa

Met weekend

Don't forget like vote n gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️