NovelToon NovelToon
Lahir Kembali Di Medan Perang

Lahir Kembali Di Medan Perang

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Balas Dendam / Time Travel / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Penyelamat
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: zhar

Seorang pria modern yang gugur dalam kecelakaan misterius terbangun kembali di tubuh seorang prajurit muda pada zaman perang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

“Tidak, itu tidak mungkin!” bantah sang instruktur dengan nada keras.

“Kalau kita menerobos ke selatan, berarti kita harus merebut setidaknya dua tempat penting, yakni Benteng Vredeburg dan pos pertahanan Belanda di Benteng Lempuyangan! Dan itu hampir mustahil!”

“Tidak ada hutan di selatan, Prajurit!” Letnan Wicaksono mengingatkan Surya:

“Yang ada hanyalah sawah dan rawa, dan kita akan jadi sasaran empuk pesawat tempur Belanda tanpa perlindungan!”

Yang dimaksud Letnan Wicaksono adalah rawa-rawa dan persawahan luas di sekitar selatan Yogya yang terbuka. Inilah salah satu alasan mengapa posisi strategis Yogya begitu penting… Bagian utara masih ada perbukitan dan hutan kecil, sementara bagian selatannya adalah dataran terbuka yang rawan.

“Prajurit!” salah satu perwira tertawa,

“Kurasa kau salah arah. Daripada maju ke selatan, lebih baik kita serang pasukan Belanda di barat saja!”

Tawa pun terdengar di markas kecil para pejuang republik itu.

Dibandingkan dengan Surya, seorang prajurit biasa, para perwira jelas merasa lebih pintar. Mereka berpikir Surya belum pernah belajar strategi militer secara sistematis, jadi pendapatnya dianggap omong kosong.

Namun, tawa itu segera mereda.

Dengan tenang, Surya menjawab kata demi kata:

“Ya, benar. Hampir mustahil untuk menerobos ke selatan. Jadi… Belanda juga berpikir begitu!”

Instruktur yang tadi membantah menghisap rokok kreteknya, lalu menjawab:

“Itu saja belum cukup, Surya! Meskipun ide ini mungkin mengejutkan Belanda, masih banyak kesulitan yang menanti kita!”

“Seperti apa?” tanya Surya.

“Koordinasi!” jawab instruktur.

“Bagaimana kita memberi tahu pasukan di Benteng Vredeburg? Bagaimana memastikan rencana ini sampai kepada mereka, dan bagaimana kalau mereka tidak setuju? Kita tidak mungkin mengirim kurir bolak-balik. Bisa-bisa waktu habis sebelum rencana dilaksanakan!”

Meski ucapannya sinis, ada benarnya juga.

Pasukan pejuang di Yogya memang terpecah oleh garis pertahanan Belanda. Beberapa kali sudah ada kurir yang dikirim dari markas kecil di selatan untuk berhubungan dengan pejuang di kota, namun hampir semuanya gugur tertangkap Belanda.

“Jadi, bagaimana kita bisa memastikan koordinasi dua pihak?” gumam salah satu perwira.

Surya menatap peta di hadapannya, lalu berkata tegas:

“Kita tidak perlu menyelesaikan masalah koordinasi!”

Belum sempat kata-katanya selesai, tawa kembali pecah.

“Sial! Mungkin dia bahkan tidak tahu apa itu koordinasi!” ejek seorang perwira.

Namun, Mayor Wiratmaja, komandan markas itu, tidak ikut tertawa. Ia pernah mendengar analisis Surya sebelumnya, dan tahu bahwa prajurit ini tidak sesederhana yang dipikirkan banyak orang.

“Mengapa begitu?” tanya Mayor Wiratmaja dengan serius.

“Katakan alasannya!”

Surya menunjuk peta sambil berkata:

“Dalam rencana awal, setelah jam 7 malam, pasukan kita di utara Yogya akan menyerang ke arah Utara secara bersamaan dengan pasukan selatan. Tetapi… kalau rencana berubah, kita bisa manfaatkan itu. Pasukan di utara tetap menyerang sesuai rencana, sehingga Belanda akan mengira kita masih mengikuti pola lama. Sementara itu, kita diam-diam bergerak ke selatan!”

Letnan Wicaksono terperangah:

“Lalu Belanda akan fokus mempertahankan utara?”

“Ya!” Surya mengangguk.

“Mereka akan menaruh garnisun lebih banyak di utara untuk menghalangi kita masuk kota lewat hutan dan perbukitan. Bahkan mungkin mereka memasang jebakan di sana. Sementara itu, pasukan di selatan bisa bergerak cepat menyerang Jembatan Sinar yang menghubungkan kota dengan jalur pasokan Belanda. Kalau kita bisa merebut jembatan itu, pasukan utara dan selatan akan otomatis terhubung, tanpa perlu kurir!”

Wajah para perwira yang tadinya meremehkan Surya perlahan berubah serius.

Jembatan Sinar memang menjadi jalur vital logistik Belanda di Yogya. Jika pasukan republik merebutnya, posisi Belanda di kota akan terkepung dari dua arah.

“Jadi maksudmu…” Mayor Wiratmaja menyimpulkan,

“Kita cukup memberi tahu Komisaris Militer di utara bahwa kita akan menyerang sesuai rencana awal, tanpa menyebut perubahan. Dan pada waktunya, kita akan bertemu di Jembatan Sinar?”

“Benar!” jawab Surya mantap.

“Tapi bagaimana kalau Belanda menyadari ini? Kalau mereka memperkuat pertahanan di selatan, kita justru bisa terjebak di tengah kota!” tanya Letnan Wicaksono lagi.

Surya mengangguk, ia paham kekhawatiran itu.

“Tapi mereka tidak akan menduganya!” katanya sambil menunjuk peta.

“Kita tidak akan melewati jalur utama jembatan. Kita akan menyebrangi Sungai Opak di timur lewat perahu-perahu kecil rakyat, lalu masuk ke kota dari sisi yang tak terjaga. Di malam hari, ini mungkin berbahaya… tapi justru di situlah peluang kita!”

Markas pun terdiam.

Semua menyadari, meski terdengar gila, rencana Surya ini bisa jadi satu-satunya cara mengecoh Belanda.

Akhirnya, Mayor Wiratmaja menghela napas, lalu berkata pelan:

“Aku rasa… kita bisa mencoba saran ini. Selama serangan tipuan di utara dilakukan dengan benar, Belanda akan tetap mengira kita datang dari sana. Dan saat itulah, kita sudah menyeberangi Sungai Opak dan bergerak ke selatan Yogya, dari jalur yang tidak mereka sangka.”

“Kamerad Wicaksono!” sang instruktur kembali keberatan.

“Bagaimana kalau kita benar-benar masuk ke rawa? Seperti katamu sendiri, tidak ada apa pun di rawa itu yang bisa jadi perlindungan kita. Kita akan jadi sasaran empuk Belanda!”

“Tidak, kita tidak akan begitu!” potong Mayor Wiratmaja dengan suara mantap.

“Kalau kita bergerak ke rawa, pasukan Belanda justru tak bisa mengejar. Tank lapis baja mereka, truk, bahkan mobil jip takkan bisa menembus lumpur sawah dan rawa-rawa itu.”

Instruktur itu mendengus, lalu menimpali:

“Lalu bagaimana dengan pesawat? Belanda punya Mustang, Catalina, dan beberapa pesawat pengintai. Dari udara, kita habis dihantam!”

Mayor Wiratmaja menggeleng.

“Pesawat mereka tidak punya cukup waktu untuk mengurusi kita,” jawabnya tenang.

“Kau tahu sendiri, serangan Belanda ke Yogya sebagian besar mengandalkan artileri dan mortir. Tank serta pesawat jarang digunakan secara penuh di sini. Kenapa? Karena kekuatan utama mereka justru sedang dipakai untuk merebut daerah-daerah lain di Jawa, bahkan menekan garis gerilya di pedalaman.”

Ia berhenti sejenak, lalu menatap sekeliling.

“Jika benar pasukan republik di berbagai daerah sedang mundur ke hutan, maka pesawat Belanda punya terlalu banyak target. Mereka tidak akan buang waktu, bahan bakar, apalagi bom hanya untuk mencari satu kelompok kecil seperti kita.”

Semua terdiam sejenak.

Mayor Wiratmaja melirik Surya, seakan membaca pikirannya: Kalau prajurit ini sudah memikirkan hal sejauh ini sejak awal… bisa-bisa rencananya memang lebih matang daripada para perwira sendiri.

1
Nani Kurniasih
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻lanjut Thor yg banyak
Nani Kurniasih
berasa ikutan perang
RUD
terima kasih kak sudah membaca, Jiwanya Bima raganya surya...
Bagaskara Manjer Kawuryan
jadi bingung karena kadang bima kadang surya
Nani Kurniasih
ngopi dulu Thor biar crazy up.
Nani Kurniasih
mudah mudahan crazy up ya
Nani Kurniasih
ya iya atuh, Surya adalah bima dari masa depan gitu loh
Nani Kurniasih
bacanya sampe deg degan
ITADORI YUJI
oii thor up nya jgm.cumam.1 doang ya thor 3 bab kekkk biar bacamya tmbah seru gt thor ok gasssss
RUD: terima kasih kak sudah membaca....kontrak belum turun /Sob/
total 1 replies
Cha Sumuk
bagus ceritanya...
ADYER 07
uppppp thorr 🔥☕
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!