NovelToon NovelToon
Glass Wing

Glass Wing

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Cinta Terlarang / Penyeberangan Dunia Lain / Fantasi Wanita / Saudara palsu / Dark Romance
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Vidiana

—a dark romance—
“Kau tak bisa menyentuh sayap dari kaca… Kau hanya bisa mengaguminya—hingga ia retak.”

Dia adalah putri yang ditakdirkan menjadi pelindung. Dibesarkan di balik dinding istana, dengan kecantikan yang diwarisi dari ibunya, dan keheningan yang tumbuh dari luka kehilangan. Tak ada yang tahu rahasia yang dikuburnya—tentang pria pertama yang menghancurkannya, atau tentang pria yang seharusnya melindunginya namun justru mengukir luka paling dalam.

Saat dunia mulai meliriknya, surat-surat lamaran berdatangan. Para pemuda menyebut namanya dengan senyum yang membuat marah, takut, dan cemburu.

Dan saat itulah—seorang penjaga menyadari buruannya.
Gadis itu tak pernah tahu bahwa satu-satunya hal yang lebih berbahaya daripada pria-pria yang menginginkannya… adalah pria yang terlalu keras mencoba menghindarinya.

Ketika ia berpura-pura menjalin hubungan dengan seorang pemuda dingin dan penuh rahasia, celah di hatinya mulai terbuka. Tapi cinta, dalam hidup tak pernah datang tanpa darah. Ia takut disentuh, takut jatuh cinta, takut kehilangan kendali atas dirinya lagi. Seperti sayap kaca yang mudah retak dan hancur—ia bertahan dengan menggenggam luka.

Dan Dia pun mulai bertanya—apa yang lebih berbahaya dari cinta? Ketertarikan yang tidak diinginkan, atau trauma yang tak pernah disembuhkan?

Jika semua orang pernah melukaimu,
bisakah cinta datang tanpa darah?



Di dunia tempat takdir menuliskan cinta sebagai kutukan, apa yang terjadi jika sang pelindung tak lagi bisa membedakan antara menjaga… dan memiliki?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25

“Baiklah,” kata Lyeria akhirnya, dengan suara pelan, setenang yang bisa ia buat. “Karena aku juga kenal Putri Nata… dan sudah beberapa kali bertemu dengan Caleb. Mungkin… aku bisa berteman dengannya.”

Velicia mengangguk kecil. Ia tak langsung bicara, membiarkan gadis itu menyusun emosinya sendiri.

Lyeria menahan napas sejenak sebelum bertanya, “Tapi, Kak… bisakah kau merekomendasikan seseorang… guru mungkin, yang bisa mengajarkanku soal hal-hal dewasa?”

Velicia menaikkan alis. “Maksudmu…?”

“Pendidikan… semacam pengetahuan tentang pernikahan,” gumam Lyeria, nyaris tanpa suara. “Tentang… tubuh. Tentang hubungan antara suami dan istri.”

Wajah Velicia berubah tipis—bukan terkejut, lebih kepada kaget bahwa Lyeria berani menanyakannya secara langsung. Tapi ia segera menjawab, tenang, “Sejujurnya, kami pikir Ferlay yang akan mengurus semua itu.”

Lyeria mendongak, perlahan. “Ferlay?”

“Iya. Tempo hari dia bicara dengan Leon. Katanya, semua yang berhubungan dengan pendidikan kedewasaanmu, termasuk pengetahuan pernikahan dan… hal-hal semacam itu, akan ditanganinya sendiri. Ia bilang kami tidak perlu mencampuri.”

Hening mendadak terasa begitu berat. Lyeria mengangguk pelan, meski dalam dadanya terasa seperti ditampar.

Ferlay melarang orang lain menyentuhnya,

Ferlay membiarkan dirinya disentuh wanita lain,

Dan sekarang… Ferlay juga ingin mengatur kapan dan bagaimana Lyeria tahu tentang tubuhnya sendiri.

Tanpa sadar, jemari Lyeria mengepal di pangkuan gaunnya. Tapi senyumnya tetap ada di bibir.

“Kalau begitu,” katanya datar, “sepertinya aku memang tidak punya siapa-siapa selain dia.”

Velicia memperhatikan ekspresi Lyeria dengan seksama, mencoba membaca maksud tersembunyi di balik kata-kata tenangnya.

“Apakah ada masalah dengan Ferlay?” tanyanya hati-hati.

Lyeria tersenyum kecil—senyum yang lebih seperti perisai daripada cerminan isi hatinya. Ia menggeleng perlahan.

“Tidak ada,” jawabnya, lembut. “Hanya saja… aku pikir aku sudah cukup besar. Tidak baik kalau hal-hal seperti ini masih diurus olehnya.”

Velicia terdiam. Kata-kata itu tidak terdengar seperti pemberontakan, tapi ada ketegasan baru dalam suara Lyeria. Seolah gadis itu ingin memisahkan sesuatu yang selama ini melekat terlalu erat. Seolah ia ingin mengambil kendali atas dirinya sendiri—dengan cara yang pelan, tapi jelas.

“Aku mengerti,” ucap Velicia akhirnya. “Kalau begitu, aku akan mencarikan guru yang sesuai. Perempuan. Yang bisa menjelaskan semuanya dengan cara yang sehat dan aman untukmu.”

Lyeria menunduk, menyembunyikan rasa lega yang entah kenapa terasa getir.

“Terima kasih, Kak.”

Velicia menyentuh punggung tangannya sebentar. “Tapi Lyeria… jika suatu hari kau ingin bercerita tentang hal yang tidak bisa dijelaskan dengan kata ‘tidak ada masalah’, aku akan mendengarkan. Tanpa menghakimi.”

Untuk sesaat, mata Lyeria memanas. Tapi ia hanya mengangguk pelan.

Karena jika ia mengatakan yang sebenarnya—tentang suara yang ia dengar malam itu, tentang tubuh yang berguncang di kamar yang sama…

Itu bukan sesuatu yang bisa diceritakan dengan mudah. Bahkan bukan kepada Ratu yang paling bijak sekalipun.

...****************...

Saat Lyeria melangkah keluar dari ruangan tempat Velicia berada, langkahnya semula tenang—namun detik berikutnya ia terhenti sejenak.

Leon dan Ferlay berdiri di koridor, tampak baru saja selesai berbicara. Leon menoleh lebih dulu, tersenyum santai seperti biasanya. Tapi Ferlay… pandangannya langsung jatuh pada Lyeria, tanpa berkedip.

Lyeria menunduk, memberi hormat singkat seperti seorang bangsawan muda pada kakak-kakaknya. Tapi kali ini, tidak ada senyuman manja, tidak ada sapaan cerewet, tidak ada tatapan usil yang biasa ia lemparkan pada Ferlay. Bahkan matanya tak sedikit pun mencoba mencuri pandang ke arah pria itu.

Dia melangkah cepat, langkahnya terlalu tergesa untuk disebut sopan. Nyaris seperti melarikan diri.

Ferlay menatap punggung gadis itu yang menjauh tanpa suara. Wajahnya tetap datar, tapi matanya gelap—mengawasi, menakar, dan diam-diam bertanya-tanya apa yang berubah.

Leon menyipitkan mata, bergumam pelan, “Biasanya dia tidak sependiam itu kalau melihatmu.”

Ferlay tidak menjawab. Ia hanya menoleh pelan ke arah pintu yang baru saja ditinggalkan Lyeria.

Seolah dia tahu—diam Lyeria hari ini, bukan jenis diam yang mudah dibiarkan.

Leon memicingkan mata. “Itu aneh,” gumamnya. Dengan rasa penasaran yang menggantung, ia pun mendorong pintu dan melangkah masuk ke ruang kerja sang istri.

Velicia masih duduk anggun di balik meja bundar yang elegan, seolah tidak terganggu oleh apa pun. Cahaya matahari pagi jatuh dari jendela tinggi dan menyinari wajahnya yang tenang, nyaris terlalu sempurna.

Leon menatapnya curiga. “Aku melihat Lyeria baru saja keluar dari sini. Apa yang kalian bicarakan?” tanyanya sambil melangkah lebih dekat.

Tanpa menunggu jawaban, Ferlay yang datang bersamanya sudah menarik kursi dan duduk. Tangannya meraih beberapa lembar foto yang tergeletak di atas meja. Foto-foto itu belum sempat dimasukkan kembali ke dalam map kulit yang terbuka setengah. Ia mulai membolak-baliknya diam-diam.

Mata Leon membulat saat melihat wajah-wajah pria muda terpampang dalam foto-foto tersebut, lengkap dengan nama, gelar, dan catatan silsilah keluarga. “Perjodohan lagi?” desisnya, lalu menatap Velicia dengan tatapan tak setuju. “Dia masih kecil.”

Velicia menaikkan satu alis. Tatapannya tajam namun tetap elegan, seolah ia telah siap dengan jawabannya sejak sebelum Leon bertanya. “Aku bertunangan denganmu saat usiaku 16 tahun,” sahutnya, nadanya tenang tapi penuh makna.

Leon mengangkat alis, lalu tertawa kecil, “Itu berbeda. Kau sudah matang dan tahu apa yang kau mau.”

Velicia menatap suaminya dengan tenang. “Dan kau lupa, Lyeria juga bukan gadis biasa, dan semua orang tahu cepat atau lambat akan ada banyak mata yang tertuju padanya. Lebih baik jika kita memulai lebih dulu, memilih dengan bijak sebelum orang lain melakukannya untuknya.”

Sementara itu, Ferlay tidak berkata sepatah pun. Ia hanya membalik satu per satu foto pria-pria muda yang telah diajukan untuk Lyeria. Sorot matanya dingin. Tangannya bergerak lambat, tapi tegas.

Saat melihat satu foto, ia terhenti. Wajah pria dalam foto itu tersenyum sopan, mengenakan pakaian formal, tampak muda dan terpelajar. Di sudut fotonya tertulis nama: Caleb Arven Madra.

Velicia memperhatikan Ferlay. “Putri Nata yang mengusulkan dia. Caleb tertarik pada Lyeria sejak beberapa pertemuan. Dan mengingat posisinya, aku rasa—”

“Tidak.”

Suara Ferlay datar, tapi tajam, memotong kalimat itu tanpa ampun.

Leon mengalihkan pandang, menatap Ferlay. “Itu bukan hakmu memutuskan. Bahkan aku belum memutuskan.”

“Dia bukan untuk Lyeria,” ucap Ferlay lagi, kali ini sambil membuang semua foto itu ke perapian yang menyala

Velicia mencondongkan tubuhnya. “Ferlay, jika kau ingin menentukan masa depan Lyeria, maka katakan. Apa yang sebenarnya kau inginkan darinya?”

Ferlay menatap Velicia. Matanya tenang, tapi bayangan gelap berkaca di balik irisnya.

“Yang tak bisa kalian pahami.”

Velicia menghela napas perlahan, seolah sedang menimbang antara logika dan insting. Lalu dengan suara lembut namun tegas, ia berkata, “Tapi Lyeria baru saja menyetujui permintaan Caleb. Dia bahkan bersikeras menuliskan sendiri surat balasan untuk dikirimkan padanya. Caleb berusia dua puluh tahun tahun ini. Itu bukan usia yang terlalu jauh… masih wajar untuk Lyeria.”

Ferlay tidak menjawab. Sorot matanya tetap terpaku pada perapian, seolah api itu lebih layak diperhatikan dibanding realita yang sedang dibicarakan.

Leon menimpali, mencoba meredakan ketegangan dengan nada logis, meski suaranya mengandung ketidaksetujuan yang samar. “Ibu dan ayahku saja beda sebelas tahun,” katanya. “Dan itu bukan masalah. Bahkan menjadi pasangan yang paling dihormati seantero kerajaan.”

Velicia mengangguk. “Dan Caleb bukan pria biasa. Dia sopan, cerdas, punya masa depan, dan—”

Ferlay tiba-tiba berdiri, menghentikan kalimat itu. Tatapannya kembali pada keduanya, kali ini dingin dan penuh muatan.

“Justru karena dia bukan pria biasa, aku tidak percaya padanya.”

Velicia memandang Ferlay dengan tatapan yang lebih serius. “Ferlay… kalau kau menolak Caleb, kami butuh alasan yang jelas. Kau tahu kami tak akan memaksa Lyeria, tapi—”

“Aku sudah bilang tidak,” potong Ferlay, nadanya datar tapi tidak bisa dibantah. “Dan kalian tak perlu mengharapkan alasan dariku.”

Leon mendekat satu langkah. Nada suaranya mulai meninggi. “Lyeria adalah adik kandungku. Aku punya hak untuk tahu siapa yang layak atau tidak untuknya.”

Ferlay menoleh perlahan. Sorot matanya tidak berubah—dingin, tetap, dan sangat mengintimidasi.

“Dan kau… harus tahu tempatmu, Leon.”

Leon sempat terdiam. Nada Ferlay bukan sekadar ucapan dari seorang kakak angkat atau pelindung. Itu terdengar seperti perintah dari seorang pemilik. Nada milik, seperti ayahnya dulu—Pangeran Riana—saat membicarakan Yuki di masa lalu.

Velicia bisa merasakannya juga. Aura itu. Aura klaim mutlak, tanpa bisa disangkal. Dan untuk sesaat, Velicia mengerti—ini bukan hanya tentang penolakan perjodohan. Ini tentang batas yang tak boleh dilewati siapa pun.

Leon menggeleng pelan, seperti tidak percaya. “Apa maksudmu? Kau tak bisa bertindak seperti… seperti—”

“Aku akan bertindak sesukaku jika itu menyangkut Lyeria,” sahut Ferlay tajam. “Dan siapa pun yang menantang itu… akan kusesali.”

Velicia akhirnya duduk kembali. Tidak bicara. Karena tidak seperti biasanya, kali ini Ferlay tidak terdengar seperti seorang pria yang melindungi… tapi seperti seseorang yang tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh apa yang dia anggap miliknya.

Bahkan jika itu keluarga sendiri.

1
Vlink Bataragunadi 👑
hmmmm.... ada yg cemburu?
Vlink Bataragunadi 👑: oooh gitu, siap kak, aku ke sana dulu /Chuckle/
Vidiana A. Qhazaly: Mungkin supaya paham alur yg ini bisa baca di morning dew dulu klik aja profilku
total 2 replies
Vlink Bataragunadi 👑
kynya rameeee, tp awal bab byk kata kiasan yg aku blm ngerti
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!