Menikahi Pria terpopuler dan Pewaris DW Entertainment adalah hal paling tidak masuk akal yang pernah terjadi di hidupnya. Hanya karena sebuah pertolongan yang memang hampir merenggut nyawanya yang tak berharga ini.
Namun kesalahpahaman terus terjadi di antara mereka, sehingga seminggu setelah pernikahannya, Annalia Selvana di ceraikan oleh Suaminya yang ia sangat cintai, Lucian Elscant Dewata. Bukan hanya di benci Lucian, ia bahkan di tuduh melakukan percobaan pembunuhan terhadap kekasih masa lalunya oleh keluarga Dewata yang membenci dirinya.
Ia pikir penderitaannya sudah cukup sampai disitu, namun takdir berkata lain. Saat dirinya berada diambang keputusasaan, sebuah janin hadir di dalam perutnya.
Cedric Luciano, Putranya dari lelaki yang ia cintai sekaligus lelaki yang menorehkan luka yang mendalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quenni Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 06 - Perpisahan
Segala proses perceraian berjalan lancar, karena pengaruh keluarga Dewata. Anna hanya bisa pasrah, pada keadaannya. Ini semua karena keegoisannya, maka ia harus menerima akibat dari keegoisannya.
Mungkin saja, jika ia menerima Raven kemarin. Ia masih memiliki kesempatan untuk bertemu Lucian walau hanya sebentar. Masih bisa menatapnya.
'Astagfirullah! Anna, apa yang sebenarnya kau pikirkan!' Anna menepuk pelan kepalanya. Ia tak seharusnya melakukan ini semua.
"Hari ini Aku akan resmi bercerai dengan Lucian. Dan, Aku harus meninggalkan rumah ini dan semua kenangan kita," gumam Anna, ia menatap kosong sekelilingnya.
Ia bangun pagi-pagi sekali, menyiapkan berbagai sarapan untuk keluarga besar Dewata. Ya, tanpa diketahui Kakek dan Lucian, ia sedari lama memasak makan di Mansion ini atas perintah Rianti.
Tapi ia senang melakukannya, karena mereka sangat menikmati makanan buatannya.
Selesai menata meja. Anna berjalan perlahan menuju kamar Lucian. Lalu, membuka lemari lelaki itu dan menyiapkan setelan jas yang senada untuknya.
Ya, lagi-lagi ini adalah pekerjaan rahasia yang ia lakukan selama ini. Keluarga Dewata terbiasa bangun pukul tujuh pagi jadi selama ini ia bangun subuh untuk membereskan semuanya.
"Neng Anna, gimana sudah selesai menyiapkan pakaiannya Tuan Lucian?" tanya Tias, Pembantu rumah tangga yang seharusnya menyiapkan pakaian kerja Lucian.
"Iya, Bi. Makasih ya, Bi. Selama ini, Bibi mau memberikan tugas ini pada Anna, padahal jika ketahuan sekali saja, Bibi bisa di pecat," jelas Anna menunduk.
"Enggak apa-apa, Neng. Yang sabar, ya! Sebenernya Bibi enggak rela jika Neng Anna akan keluar dari rumah ini," jelas Tias, ia memegang bahu Anna dengan lembut.
"Namanya juga sudah takdir! Mungkin sudah waktunya aku pergi, Bi," jawab Anna, sambil tersenyum tipis.
****
"Anna!" teriak Rianti, mereka sedang melakukan sarapan Pagi.
"Ya, Nyonya," jawab Anna cepat, karena ia memang sedang berada di dapur.
"Kau sudah membereskan semua pakaianmu, kan! Kau harus angkat kaki hari ini juga," desak Rianti, ia menatap Anna penuh kemenangan.
Anna mengangguk. "Ya. Sudah saya bereskan, Nyonya," jawab Anna dengan singkat.
"Akhirnya tak akan ada lagi benalu di rumah ini! Sudah cukup selama ini kau memanfaatkan kebaikan Papa! Hah, harusnya dari dulu Aku mengusir gadis tak tahu diri ini! Bahkan dengan beraninya dia memilih menikah dengan Lucian," sindir Rianti, sembari memakan makanannya.
"Sekalinya matre tetap matre, bahkan dia mengincar Raven juga," sahut Liana, yang merasa tak suka.
Anna tertegun mendengar ucapan itu, ia bahkan tak tahu Raven menyukainya. Ia hanya menanggapi setiap pertanyaan Raven terhadapnya."Saya tidak pernah mengincar Tuan Muda Raven, maupun Tuan---"
Plak!
Tamparan keras itu mendapat di pipinya. Hingga membekas. Sakit! Ia menahan sakit di pipinya yang berdenyut. Menahan air matanya yang hampir lolos.
"Heh! Kau mulai enggak tahu diri ya! Dasar wanita jal*Ng!" bentak Rianti, menatap Anna dengan tatapan merendahkan.
"Mama! Jangan keterlaluan," pinta Adam, yang tak bisa berbuat apa-apa.
Lucian. Lelaki itu hanya diam, melanjutkan makanannya seolah-olah tak terjadi apapun di hadapannya.
*****
Kamar Anna.
Satu persatu pakaiannya ia masukkan kedalam tasnya. Setiap lembar pakaian yang ia lipat terasa berat. Ia semakin merasakan bahwa ia benar-benar akan kehilangan semuanya.
"Dia bahkan tak bergeming melihatku di perlakukan tidak adil oleh keluarganya..."
Kemana ia harus pergi! Tapi untunglah ia selalu menyimpan uang pemberian Kakek padanya. Dan juga uang mahar senilai satu milliar itu. Setidaknya cukup untuknya membangun usaha kecil-kecilan.
Lama Anna termenung, menatap ruangan kecil ini dengan sendu. Ia akhirnya harus pergi.
Kakinya melangkah gontai. Mulai melewati kamar Lucian, ia menangis menahan sesak didadanya. Kakinya terhenti di depan pintu Lucian. Lama ia memandangi pintu itu dengan kerinduan mendalam.
"Bahkan jika aku ingin menahanmu, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan padamu, Luc. Karena... Tidak ada alasan untukku mempertahankanmu selain Kakek," gumam Anna.
CEKLEK!
Deg!
Anna terlonjak kaget saat pintu itu tiba-tiba terbuka dan menampilkan sosok Lucian.
"Kau harusnya tau, Anna. Aku sangat-sangat membencimu!" Anna terdiam untuk waktu yang lama, ia berusaha menata hatinya agar tak mudah jatuh.
Ia tahu, Lucian. Ia selalu memperhatikan dirinya. Lucian berbeda dengan keluarga lainnya.
"Tapi... Aku tidak bermaksud, Luc. Aku tak pernah berniat merebut kasih sayang Kakek darimu," jelas Anna, berusaha menjelaskan bagaimana Kakek selalu membanggakan Lucian dan menyayangi Lucian.
"Kakek hanya tak pernah memperlihatkannya padam---."
Plak!
Deg!
Anna menahan denyut di pipinya. Ia menatap Lucian dengan tatapan tak percaya. Hatinya hancur, layaknya kepingan puzzle yang berantakan, sulit untuk di pasang kembali.
"Berani-beraninya kau mengatakan hal itu! Kau merebut diriku dari wanita yang Aku cintai! Wanita yang Aku cintai dan mencintaiku sedang terbaring koma dirumah sakit gara-gara wanita tak jelas seperti, tapi dengan tidak tahu dirinya kau mau menerima pernikahan konyol ini!" bentak Lucian, mengeluarkan semua uneg-unegnya.
"Aku berharap kau tak pernah ada di dunia ini," ujar Lucian pada akhirnya. Ia berlalu meninggalkan Anna yang mematung.
Tubuh Anna bergetar hebat, menahan tangisnya. Buliran bening itu mengalir deras tanpa permisi, tanpa bisa lagi ia tahan. Ia tak tahu, bahwa kehadirannya di rumah ini benar-benar tak diinginkan. Ia pikir perhatian yang selama ini ia berikan pada Lucian bisa diterima dengan baik. Karena selama ini Lucian selalu hanya diam tak menanggapinya.
Kakinya melangkah meninggalkan Rumah besar itu.