Rumah tangga yang baru dibina satu tahun dan belum diberi momongan itu, tampak adem dan damai. Namun, ketika mantan istri dari suaminya tiba-tiba hadir dan menitipkan anaknya, masalah itu mulai timbul.
Mampukah Nala mempertahankan rumah tangganya di tengah gempuran mantan istri dari suaminya? Apakah Fardana tetap setia atau justru goyah dan terpikat oleh mantan istrinya?
Ikuti kisahnya yuk.
IG deyulia2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Kedatangan Mertua Nala
Keesokan harinya, tepat jam 09.00 pagi, rumah Dana kedatangan kedua orang tuanya.
Dana menyambut meskipun dalam hatinya merasa heran.
"Mana istrimu?" tanyanya terdengar sinis.
"Nala masih di kamar."
Dana menjawab tanpa menjelaskan hal yang sebenarnya terjadi apa. Kenapa Nala masih berada di kamar mengurung diri.
Tentu jawabannya adalah karena Nala marah padanya perihal kemarin yang gagal menjemput.
"Jam segini, istrimu masih di kamar. Memang dia itu tadinya belum siap menikah. Jadilah begini. Belum dewasa," omel Bu Diana tidak suka.
Dana tidak menyela apa-apa, dari pada urusan panjang, lebih baik dia diam.
"Raina mana, kenapa dia belum kelihatan?" Bu Diana menatap ke arah ruang tengah, mencari sosok Raina sang cucu.
"Raina tidur lagi setelah tadi subuh Dana bangunkan untuk sholat."
Bu Diana manggut-manggut.
"Baguslah kalau Raina sedang tidur. Kebetulan mama dan papa datang ke sini, ada sesuatu yang ingin kami sampaikan, terkait Devana," tutur Bu Diana merendahkan volume suaranya agar tidak terdengar Raina yang dikhawatirkan tiba-tiba terbangun lalu menghampiri Dana di ruang tamu.
"Terkait dengan Devana, maksud Mama?" Dana sukses mengangkat sebelah alisnya tinggi.
Bu Diana sempat menoleh ke arah suaminya, seperti sedang memberi kode.
"Beberapa hari lalu, Devana datang ke rumah dan bercerita kalau istrimu melaporkannya ke pihak sekolah terkait ucapan kotornya saat mendatangi istrimu di toko." Bu Diana menjeda ucapannya lalu melanjutkan kembali ceritanya.
"Istrimu juga mengirimkan bukti rekaman suara dirinya dengan Devana pada Ibu Kepala Sekolah. Sehingga Devana mendapat teguran dari Ibu Kepala," tutur Bu Diana.
Dana terkejut mendengar cerita Bu Diana barusan. Dia tidak menduga kalau Nala senekad itu.
"Yang benar, Mama serius?" Dana bertanya dengan mimik muka tidak percaya.
"Serius. Devana sendiri bercerita," ujar Bu Diana.
"Lalu, apa dampaknya pada Devana setelah dilaporkan pada pihak sekolah?"
"Jelas dampaknya besar untuk karirnya ke depan. Dia bisa saja diskors beberapa hari, atau yang lebih parah diberi SP," ujar Bu Diana.
Dana termenung, dampak dilaporkan terkait ucapan kotor Devana pada sang istri bisa berbuntut panjang, terlebih diberi SP. Dana merasa khawatir kalau sampai hal itu terjadi.
"Pokoknya, kamu harus hentikan istrimu agar ia tidak main lapor. Kasihan Raina kalau tahu mamanya dimasukkan sel hanya gara-gara ucapan kasar yang belum tentu benar," lanjut Bu Diana terdengar sangat menuntut.
"Baiklah, Ma. Nanti biar Dana tanyakan sama Nala. Apakah dia benar atau tidak melakukan pelaporan itu pada pihak sekolah?"
"Itu benar, Mas. Nala memang mengadukan semua perbuatan Mbak Devana pada pihak sekolah."
Suara Nala lantang menggema di ruang tamu. Sontak Bu Diana dan Pak Damar menoleh ke arah menantunya.
Nala yang dibicarakan oleh mertua perempuannya sejak tadi, rupanya sudah berada di samping tembok ruang tamu, dan menguping semua apa yang dikatakan mertua perempuannya.
Sampai suara Dana terdengar bicara lalu berhenti, Nala berjalan menghampiri ruang tamu.
"Tuh, kan benar. Apa yang mama sampaikan tidak bohong." Bu Diana menyela.
"Terus kenapa kalau benar, Ma?" tanya Nala tanpa datar.
"Terus kenapa, tentu saja dampaknya jelek bagi perkembangan psikologis Raina. Raina bisa-bisa tidak percaya diri ketika dia harus masuk sekolah atau bergaul di luaran sana," jelas Bu Diana sok mengajari.
"Lalu bagaimana dengan perkembangan psikologis Nala, ketika melihat mantan istri dari suaminya begitu berani keluar masuk rumah ini tanpa melihat ada Nala di rumah ini?" balas Nala melawan.
"Kamu jangan terlalu terbawa perasaan. Devana itu sudah menganggap Dana seperti saudara, jadi wajar saja kalau dia merasa masuk rumah ini seperti masuk ke dalam rumahnya sendiri. Karena di sini ada anak kandungnya yang dititip." Bu Diana menjeda ucapannya sesaat.
"Hanya gara-gara itu, harusnya tidak lantas kamu laporkan pada pihak sekolah. Kamu ini terlalu memandang persoalan ini berlebihan," lanjut Bu Diana semakin membuat kuping dan hati Nala panas.
Nala mengepal tangannya erat-erat, wajahnya memerah. Mulutnya ingin menjerit dan meneriaki mertua perempuannya yang masih saja terus membela Devana.
"Mama harus tahu, kenapa Nala melaporkan Mbak Devana? Perkataan dia saat di toko yang berkata kotor dan mengatai Nala yang tidak pantas. Itu yang memicu Nala nekad melaporkannya, biar dia tahu bahwa seorang Pengajar harusnya tahu attitude."
"Lagipula alasan terbesar Nala melaporkan Mbak Devana, karena di rumah ini Mas Dana, Mama dan Papa tidak memberi dukungan pada Nala. Jadi, jangan salahkan kalau Nala terpaksa harus melaporkan dia. Kalau Mama tidak percaya, silahkan dengarkan bukti rekaman ini. Di sini, jelas Mbak Devana begitu kotornya berbicara dan menghina Nala," ujar Nala sembari memberikan Hp nya pada Bu Diana.
Nala membuka bukti rekaman di dalam galeri Hp nya lalu rekaman itu diputar.
Terdengarlah, rekaman suara Devana yang menghina Nala serta mengatainya mandul.
"Sekarang Mama, Papa dan Mas Dana puas mendengar Nala dihina oleh seorang wanita yang harusnya punya attitude baik, tapi mulutnya kotor? Mungkin memang yang Mama dan Papa inginkan selama ini untuk dijadikan menantu adalah Mbak Devana. Mantan istri yang yang diceraikan karena berkhianat, dan kini diharapkan kembali," tandas Nala seraya bergegas diiringi tangisan.
"Nala, tunggu. Jangan kamu berprasangka buruk. Mas sama sekali nggak pernah berharap lagi sama mamanya Raina." Dana berteriak dan mengejar Nala menuju tangga.
Bu Diana dan Pak Damar melongo, mereka tidak bisa berkata-kata melihat menantunya bergegas pergi dengan isak tangis.
"Mama sih, terlalu keras terhadap Nala. Lagian benar juga apa yang dilakukannya. Nala, merasa Devana terlalu berani datang ke rumah ini. Wajar dia cemburu. Itu artinya Nala sangat mencintai Dana. Gara-gara Mama, papa ikut disalahkan sama Nala, kalau papa ikut mendukung Devana. Papa sama sekali sudah tidak mau kalau Dana harus kembali sama Devana. Mantan ya mantan, apalagi Devana dulu sudah berkhianat terhadap Dana."
"Mama tahu, Pa. Maksud mama, Nala itu jangan melaporkan Devana ke sekolah tempat dia ngajar. Mama hanya takut berdampak buruk pada Raina," tukas Bu Diana.
Tanpa Bu Diana dan Pak Damar sadari. Ketika mereka masih berdebat dengan Nala, Devana ternyata sudah berdiri di luar di balik tembok. Saat dia datang, Devana mendengar perdebatan antara Nala dan mertuanya.
Tadinya Devana mau langsung masuk, akan tetapi perdebatan Nala dan Bu Diana malah semakin panas. Dan ujungnya Devana justru mendengar pengakuan Dana yang sudah tidak berharap lagi padanya.
"Lho, Devana? Kamu ada di luar? Ya ampun, sejak kapan kamu di sini, kenapa tidak masuk saja?" Bu Diana keburu melihat bayang Devana di luar lalu segera menegurnya. Baik Bu Diana dan Devana, satu sama lain bersikap kaku.
Sepertinya Bu Diana merasa tidak enak dan menduga kalau perdebatannya tadi dengan Nala sudah didengar Devana.
kuncinya dana harus tegas dan mertua g ikut campur
bener2 mertua jahat bisa2nya GK bisa bedain mana wanita terhormat dan wanita bar2.