"Takdirnya ditulis dengan darah dan kutukan, bahkan sebelum ia bernapas."
Ling Yuan, sang pewaris yang dibuang, dicap sebagai pembawa kehancuran bagi klannya sendiri. Ditinggalkan untuk mati di Pegunungan Sejuta Kabut, ia justru menemukan kekuatan dalam keterasingan—dibesarkan oleh kuno, roh pohon ajaib dan dibimbing oleh bayangan seorang jenderal legendaris.
Kini, ia kembali ke dunia yang telah menolaknya, berbekal dua artefak terlarang: Kitab Seribu Kutukan dan Pedang Kutukan. Kekuatan yang ia pegang bukanlah anugerah, melainkan hukuman. Setiap langkah menuju level dewa menuntutnya untuk mematahkan satu kutukan mematikan yang terikat pada jiwanya. Sepuluh tahun adalah batas waktunya.
Dalam penyamarannya sebagai pemulung rendahan, Ling Yuan harus mengurai jaring konspirasi yang merenggut keluarganya, menghadapi pengkhianat yang bersembunyi di balik senyum, dan menantang takdir palsu yang dirancang untuk menghancurkannya.
Akankah semua perjuangan Ling Yuan berhasil dan menjadi Dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Aura yang Berubah.
Ling Yuan melangkah keluar dari gudang bobrok yang kini terasa seperti kuburan energi. Udara pagi yang dingin menyambutnya, tetapi dinginnya Kota Kekaisaran tidak seberapa dibandingkan dengan suhu internalnya. Energi kultivasi kutukan yang baru diserap, meski disegel, memancarkan aura esoteris yang membuat kulitnya terasa seperti marmer beku.
HSSSS…
Ia mendengar suara mendesis halus di dalam dantian-nya. Itu adalah suara Lautan Spiritual Bayangan yang berputar, menahan kekuatan puncak Mortal Peak yang seharusnya menggetarkan langit. Segel ‘ketiadaan’ yang ia pasang bekerja keras, mengompres energi padat itu menjadi kabut yang tidak terdeteksi. Namun, upaya untuk menahan kekuatan yang begitu liar itu menghabiskan sebagian besar energi mentalnya.
“Jangan lengah, Yuan'en,” Jendral Mao berbisik, suaranya kini terdengar sedikit lebih tajam melalui Pedang Kutukan. “Segel itu bukan dinding, melainkan ilusi. Jika kau membiarkan emosimu bocor, kekuatanmu akan mengikuti.”
Ling Yuan mengangguk kecil, mempertahankan ekspresi kosong. Ia harus kembali menjadi Pemulung Misterius yang bisu, sosok yang tidak penting di hiruk pikuk pasar. Tetapi bagaimana mungkin ia berbaur, ketika setiap langkahnya kini terasa seperti ia melayang di atas tanah, dan setiap sentuhannya terasa mampu merusak?
Ia mengambil karung pemulungnya yang kotor. Biasanya, benda itu terasa berat dan menjijikkan, dipenuhi bau sampah dan karat. Hari ini, karung itu terasa ringan seperti bulu. Ia harus secara sadar memperlambat gerakannya, memaksakan kekakuan pada anggota tubuhnya yang kini merespons dengan kecepatan spiritual.
SWOOSH!
Ketika ia membungkuk untuk mengambil sepotong kayu busuk, gerakan itu terlalu cepat. Hanya sepersekian detik, tetapi cukup untuk membuat sepasang mata di kejauhan, yang dilatih untuk melihat anomali, curiga. Ling Yuan segera memaksa dirinya batuk, menggunakan gangguan kecil itu untuk menutupi kecepatan alaminya.
“Terlalu cepat! Kau harus belajar menjadi lemah lagi, Yuan'en. Jika kau bergerak secepat itu di antara keramaian, kau akan segera dicurigai sebagai kultivator yang menyamar,” tegur Mao.
“Aku… aku butuh waktu untuk menyesuaikan diri,” gumam Ling Yuan, suaranya serak dan jarang digunakan. Aura spiritual barunya telah mengubah resonansi suaranya; jika ia berbicara terlalu lantang, getaran kekuatan gelapnya akan terlihat.
Berjalan di sepanjang jalan setapak menuju pasar pinggiran Kota Kekaisaran adalah ujian pertama yang sesungguhnya. Matahari mulai meninggi, dan keramaian pedagang mulai memadati jalur sempit. Ling Yuan harus menahan diri untuk tidak membersihkan dirinya dari kotoran atau bau, karena itu akan merusak identitasnya.
Dampak dari ‘Aura yang Berubah’ mulai terasa dalam interaksi sosial. Ketika ia melewati seorang ibu yang menggendong bayi, bayi itu tiba-tiba menangis kencang, menunjuk ke arah Ling Yuan dengan ketakutan yang tidak wajar.
WAAAAA!
Sang ibu segera menarik bayinya menjauh, menatap Ling Yuan—pemulung yang bisu dan kotor—dengan tatapan curiga bercampur ngeri. Bukan karena penampilannya yang kotor, tetapi karena aura dingin dan sunyi yang dipancarkannya, yang entah bagaimana dirasakan oleh makhluk-makhluk yang tidak bersalah.
“Lihat, Yuan'en. Anak-anak dan binatang adalah yang pertama merasakan energi kutukan, bahkan yang tersegel. Mereka merasakan ketiadaan, kekosongan yang kau ciptakan. Itu mengganggu naluri mereka,” jelas Mao, sedikit prihatin.
Ling Yuan menundukkan kepalanya, menyembunyikan mata gelapnya. Rasa bersalah muncul. Ia tidak ingin menakuti siapa pun, apalagi anak kecil. Kekuatan yang ia peroleh untuk penebusan, kini justru menjauhkannya dari dunia fana.
Ia memutuskan untuk bergerak ke area yang lebih sepi, di belakang pasar ikan yang busuk, tempat ia sering mencari barang rongsokan yang masih bernilai spiritual. Di sana, ia bisa membiarkan auranya sedikit longgar tanpa menimbulkan kepanikan massal.
Saat ia menyentuh sebuah palet kayu yang telah lapuk, ia merasakan getaran aneh. Bukan dari kayu itu sendiri, melainkan dari tanah di bawahnya. Energi kutukan dalam dirinya bereaksi terhadap jejak spiritual yang sangat kecil.
Ia berlutut, mengabaikan tatapan sinis dari beberapa pedagang. Menggunakan ujung jarinya, Ling Yuan menggali lumpur dan kotoran. Ia menemukan sebuah liontin perunggu kecil yang patah. Liontin itu tidak berharga, tetapi membawa jejak kultivasi.
“Itu bukan kotoran biasa, Yuan'en. Rasakan energi itu,” desak Mao.
Ling Yuan memfokuskan sebagian kecil dari energi Lautan Spiritual Bayangan ke ujung jarinya. Begitu ia melakukannya, liontin itu terasa sangat dingin. Energi yang menempel di sana adalah sisa-sisa qi spiritual yang cepat memudar, tetapi memiliki karakteristik yang sangat spesifik.
Itu adalah energi yang sama yang ia rasakan selama pemindaian spiritual tadi malam.
“Agen Selir Sin,” bisik Ling Yuan. “Mereka sudah datang.”
Liontin itu tidak ditinggalkan secara tidak sengaja. Itu adalah penanda, sebuah pancing spiritual yang diletakkan oleh kultivator yang terlatih untuk menarik reaksi dari target yang dicurigai. Jika Ling Yuan adalah kultivator spiritual biasa, ia mungkin akan terjerat dalam perangkap itu.
Namun, Pedang Kutukan memberinya keunggulan. Ia tahu liontin itu adalah umpan.
Ling Yuan segera menyegel liontin itu di dalam tas kecil yang dilapisi dengan daun penyerap spiritual. Ia tidak menghancurkannya; ia ingin Selir Sin percaya bahwa pancingnya gagal, bahwa tidak ada yang mengambil umpan.
Ling Yuan mulai bergerak lebih jauh ke jalanan yang lebih tersembunyi, menuju lorong-lorong gelap yang menjadi urat nadi pasar gelap Kota Kekaisaran. Di sana, ia bisa menjadi 'pemulung misterius' yang sebenarnya—pengumpul informasi, bukan hanya sampah.
Tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin yang lebih pekat. Itu bukan hawa dingin dari auranya, melainkan kehadiran lain. Seseorang sedang mengawasinya dari atap bangunan tua. Pengamatan ini jauh lebih dekat dan jauh lebih fisik daripada pemindaian spiritual tadi malam.
Ia tidak bisa melihat orang itu, tetapi naluri kultivasinya yang baru diasah menjerit peringatan. Orang ini bukan mata-mata tingkat rendah, tetapi seseorang yang terlatih untuk pertempuran.
Ling Yuan memutuskan untuk bertindak bodoh. Ia sengaja menjatuhkan karung pemulungnya, menimbulkan suara gaduh. Ia berpura-pura mencari koin yang hilang di antara kotoran, memberikan target di atap ilusi bahwa ia hanyalah pemulung yang ceroboh dan terdistraksi.
“Agen itu akan turun sebentar lagi. Ia sedang menilai kelemahanmu. Yuan'en, kau harus menggunakannya untuk berlatih. Biarkan dia melihat pemulung yang lemah, lalu tunjukkan Pedang Kutukan Mao,” instruksi Mao, nadanya kini penuh antisipasi.
“Aku mengerti. Aku akan membawanya ke tempat yang lebih gelap,” jawab Ling Yuan dalam hati. Ia harus memancing agen ini ke lorong yang sangat sempit, tempat ia bisa menggunakan kecepatan baru dan kekuatan gelapnya tanpa mengganggu segel auranya terlalu banyak.
Ia mengambil karungnya dan mulai berjalan perlahan menuju Lorong Bayangan Hitam, sebuah tempat di mana bahkan penjaga kekaisaran pun enggan masuk. Saat ia melangkah, ia merasakan bayangan bergerak cepat di atap, mengejar diam-diam.
Agen itu mendekat. Ling Yuan, di balik topeng bisu dan kotornya, tersenyum dingin. Ia telah mematahkan kutukan kelahirannya. Kini, ia siap mematahkan tulang belulang siapa pun yang dikirim Selir Sin.
Ketika Ling Yuan memasuki Lorong Bayangan Hitam, agen di atap melompat turun, mendarat dengan suara nyaris tak terdengar. Sosok itu mengenakan jubah abu-abu gelap, wajahnya tertutup syal. Matanya memancarkan niat membunuh yang dingin, ditujukan pada pemulung yang dianggapnya lemah.
“Dia datang, Yuan'en. Ini adalah ujian pertamamu dengan darah di tanganmu,” desis Mao.
Ling Yuan berhenti di tengah lorong yang remang-remang. Ia tidak berbalik. Ia hanya meletakkan karungnya, dan perlahan, tangannya menyentuh gagang Pedang Kutukan yang tersembunyi di balik jubah lusuhnya. Ia merasakan energi gelap dari Pedang itu mendesak segelnya, bersemangat untuk dilepaskan. Aura yang berubah akan segera menunjukkan kekuatan sejatinya, bahaya....