Siapa bilang pria dingin yang telah tumbuh dewasa itu tidak menyimpan rasa pada sang adik angkat, yang jelas-jelas dirinya hanyalah kakak angkat yang kebetulan di rawat oleh keluarga Satuan.
"Siapa suruh kamu begitu menarik, jangan salahkan kakak jika kamu selama ini jadi fantasi kakak, kamu cantik dannnn menarik Sea. " Delane menatap bingkai foto milik Sea.
Tapii, hubungan itu telah membawa keduanya ke jenjang yang seharusnya tidak di lakukan. Apalagi setelah itu mereka terpisah negara dan juga waktu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy ha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. demam bikin panik
Sea pagi berangkat tadi memang sengaja mengguyur tubuhnya dengan air dingin supaya ia sakit dan mengecek siapa saja yang peduli terhadapnya.
Sky yang mendengar sang adik sakit juga langsung izin pulang sekolah juga, ternyata keluarga Sea seeforth itu terhadap dirinya.
Lihatlah, setelah Dokter selesai memeriksa. Ada Brian, Gea, Sky, Delane, lalu nenek Oma Jasmin dan pelayan kediaman ini lalu satu lagi orang yang datang tak di undang yaitu Kai.
Namun tak berselang lama datanglah om Aryana dan Roberto membawa berbagai macam makanan agar segera sembuh dan vitamin-vitamin juga.
Duhhh demam doang bikin panik semua orang, gimana kalau hal lain terjadi. Bisa-bisa di kurung gak di izinin keluar sama sekali, intinya repot untuk diri sendiri.
"Nyatanya? " Delane memberikan semangkuk kecil bubur untuknya minum obat setelah ini.
Sea terpaksa memakannya, semua orang begitu khawatir terhadapnya. Memiliki Sea dan mengenalnya suatu keajaiban, bagaimana tidak setiap proyek bahkan tender miliaran sampai Terliunan selalu berhasil jika mengikut sertakan Sea.
"Iya sakit, dan bikin semua orang panik, "
Kai menyapa semuanya saat ia baru sampai di kediaman, ternyata semua orang berkumpul gimana mau cari perhatian ke calon mertua, meski sekarang membawa buah tangan tapi ia sungkan dan malu.
Tuk.
Meletakkan keranjang buah di nankas.
"Ini untukmu Sea, cepat sembuh ya bidadari cantik. "
Namanya laki ya harus begini berani bicara di depan banyak orang, bukan pura-pura ini.
Delane diam saja, awalnya ia begitu khawatir namun melihat Sea sudah baik-baik saja ia beranjak pergi.
Gea khawatir pada putrinya begitu juga dengan Brian, tapi setelah itu justru ia khawatir dengan perasaan Delane, kenapa putranya itu menjadi aneh perasaannya akhir-akhir ini apa ada masalah. Mungkin saja ia setres karena mau berangkat ke Harvard bulan depan, pasti itu menjadikan ia emosinya tidak stabil. Padahal sejak awal Gea sudah bicara dari hati kehati agar Delane sekolah di dalam negri saja sama saja sebenarnya jika tekun.
"Sea, are you oke? " Brian mengecek lehernya yang lumayan sudah turun demamnya, dahinya mengenakan plester kompres penurun panas.
Gea ikut mengecek putrinya.
Kini para orang tua mengobrol di ruangan sana dan Sea sudah terlelap usai meminum obatnya dan Kai berbicara dengan Delane di lapangan golf sedangkan Gea ada di dapur membuatkan camilan untuk suaminya dan anak-anak.
"Mas, ini. "
"Terimakasih ay, kenapa gak nyuruh pelayan saja yang antar sih? " Posesif bucin akut padahal sudah tua.
Aryana dan Roberto biasa melihat pemandangan yang selalu berhasil membuat keduanya tersenyum kecut disertai getir.
"Pengennya aku yang antar sih mas, sekalian untuk anak-anak. Aku mau bicara dengan Delane. "
"Pergilah ay, bicarakan apa yang menjadi kekhawatiran kamu ay, " Mengecup ubun-ubun Gea.
Gea mengangguk.
Senyumnya terbit sedari tadi saat melihat berapa tampan dan gagahnya Delane, apalagi saat stik golf itu terangkat ke atas sejajar dengan bahunya.
"Delane, Kai. Istirahat sebentar. " Suara lembutnya menghentikan keduanya saat bermain golf.
"Mom, " Secara bersamaan Kai dan Delane berucap.
Setelah duduk keduanya menantikan Gea berbicara lebih dahulu. "Kalian menyukai perempuan yang sama? " Sepontan ia bertanya dan membuat keduanya tersedak minuman bersama.
Uhuk uhuk.
"Maksud mommy apa? " Delane tetap mengelak.
Kai justru tersenyum. "Iya mom calon mommy mertua, " Terang-terangan sekali.
Gila cinta secara ugal-ugalan ini, sat set banget.
"Oh ya? Dari segi apa kamu mencintai putri mommy? "
Perlu diajak berbicara keduanya, tapi pelan-pelan.
"Semua mom, Kai suka semua yang ada di diri Sea. Sea itu perempuan special yang pernah Kai temui. " Segitu bangganya terhadap sosok Sea.
Lalu Gea menatap ke arah Delane. "Kamu? "
Delane tak bergeming. "Apaan sih mom, Sea kan adik aku mom, "
"Jangan berbohong Delane, mommy merawatmu sebelum kamu lahir sampai kamu lahir mommy tau gerak gerik mu. "
Delane membeku, bicara jujur salah tidak jujur juga salah pokoknya serba salah di posisi Delane. "Maaf mom, tapi jawaban Delane tidak. Delane tidak ada perasaan apa-apa kecuali sebagai kakak yang berusaha melindungi adiknya. "
Lebih baik, ia sadar akan posisinya di keluarga Satuan seperti apa. Kenapa harus ada yang namanya perasaan jika perasaan itu hanya mengukir keperihan saja.
"Baiklah baiklah, karena mommy cuma penasaran dan ingin membicarakan hal ini dari hati ke hati baiklah. Tapi mommy berharap, kamu jujur Delane." Gea belum puas dengan jawaban Delane.
Jika di lihat orang pasti jawabannya tetap sama, tapi jika tak ada orang lain cerita.
Gea menyeduh secangkir teh sambil melamun, pikirannya terbang kemana-mana bahkan ia tak sadar air panas sudah mendidih di atas kompor.
"Nyonya Gea, maaf. Airnya. " Di tegurlah dia yang sedang melamunkan sesuatu.
"Eh iya, hufffttt, " Ia menghela nafas.
"Nyonya, sepertinya nyonya banyak pikiran. Maaf nyonya, bukan saya bermaksud lancang. "
"Tidak apa-apa, " Gea beranjak dari dapur menuju ruang keluarga.
Ia membuka brankas dan melihat foto dibuku pernikahan itu, pasangan pengantin yang serasi. Satunya cantik dan satunya lagi tampan, lihatlah senyum keduanya terlihat sangat bahagia.
"Anakmu sudah besar, sebentar lagi masuk kuliah. Apa kamu tidak ingin menemuinya meski dalam mimpi dan kamu, kalau masih hidup kenapa tidak ada itikad baik untuk berkunjung sebagai seorang papa, padahal sudah sering kali kami mengalah mencari informasi mu. " Gea sangat kecewa dengan sosok papanya Delane.
Lalu Gea mengembalikan buku pernikahan itu, sudah lama ia tak berkunjung ke pemakaman mamanya Delane.
"Sebaiknya aku ke sana. " Ia bersiap-siap.
Brian baru saja menemui istrinya tapi justru Gea sudah siap-siap bahkan pakaiannya sudah berganti.
"Ay, mau kemana? " Memeluk tubuh istrinya dari belakang.
"Ke pemakaman mas, mau kesana juga? " Menatap suaminya penuh cinta.
"Iya ay, kita ke pemakaman, "
Kini Brian dan Gea berada di pemakaman setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, meski masih satu kota tapi berada di perbatasan dengan kota lain.
"Oma, kami rindu dengan kalian. " Menatap area pemakaman. Keluarga Satuan berada di bidang tanah yang sama jadi mengunjungi mereka semua ya secara serempak juga.
Usai dari pemakaman mereka kembali tak lupa mengunjungi makam kedua orang tua Brian serta lainnya juga, ada bekas bunga sepertinya baru di kunjungi entah siapa yang berkunjung.
"Mas."
"Iya ay, "
"Kalau putri kita wajahnya bersih tanpa luka, sepertinya sangat cantik ya mas. "
Deg.
Kenapa mendadak Gea membicarakan hal ini padahal Brian selalu berusaha agar Gea tak membicarakan hal tersebut, kenapa sekarang mulai di bahas masalah ini.
Perasaannya mulai resah.
"Eemmm iya ay, cantik seperti kamu. " Meraih dagu Gea dan mengecupnya, romantis sekali pasutri yang usianya sudah tak muda lagi.
"Ah kamu mas, gombal banget, " Tak percaya dengan bualan Brian.
"Gak gombal, kenyataan sayangku cintaku yang paling cantik ini. " Memperbaiki anak rambut yang menutupi sebagian wajahnya.
Tunggu dulu, kenapa pembicaraannya beralih ke pujian untuk dirinya.