NovelToon NovelToon
Wajah Polos Penuh Jiwa Gelap

Wajah Polos Penuh Jiwa Gelap

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Perperangan / Identitas Tersembunyi / Action / Mafia / Romansa
Popularitas:771
Nilai: 5
Nama Author: Komang basir

Arga adalah remaja SMA yang selalu terlihat ramah dan polos, bahkan dikenal sebagai kuli pikul yang tekun di pasar tiap harinya. Namun di balik senyumnya yang tulus, Arga menyimpan rahasia kelam yang hanya diketahui sedikit orang. Ia diam-diam menyelidiki siapa dalang pembantaian keluarganya yang tragis, terbakar oleh tekad balas dendam yang membara. Perjalanan mencari kebenaran itu membawanya bertemu dua gadis tangguh bernama Kinan dan Keysha, yang ternyata juga anak-anak mafia dari keluarga besar yang menyamar sebagai murid SMA biasa namun tetap memiliki jiwa petarung yang kuat di sekolah. Bersama ketiganya, kisah penuh intrik, persahabatan, dan konflik berseteru di dunia gelap mafia pun dimulai, menyingkap tabir rahasia yang tersembunyi jauh di balik wajah polos mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komang basir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

sudah di rencanakan

“Kalau boleh tahu siapa nama bos kalian,” tanya Arga dengan nada tegas, sorot matanya menajam seolah ingin mengukur reaksi Kinan dan Keysha.

Pertanyaan itu justru membuat keduanya saling pandang sekilas, lalu tersenyum kecil. Mereka merasa Arga mulai tertarik, seakan pintu yang mereka buka akhirnya berhasil mengundang langkah Arga masuk.

“Wijaya,” jawab Kinan lugas, penuh percaya diri, seakan menyebut nama itu adalah sebuah kehormatan.

Keysha yang mendengar justru menyinggol lengan Kinan pelan, matanya melirik cepat dengan ekspresi seolah memberi kode agar Kinan tak terlalu terbuka. Namun Kinan hanya menanggapinya dengan senyum tipis, lalu mengangguk santai, seakan semua sudah diperhitungkan.

Arga berbeda. Begitu nama itu keluar, tubuhnya refleks tersentak kecil. Ekspresi wajahnya sempat goyah, seperti orang yang baru saja mendengar sesuatu yang menghidupkan kembali kenangan lama atau luka yang tak ingin ia buka.

“Kamu kenapa, Ar?” tanya Kinan dengan nada heran, matanya memperhatikan perubahan ekspresi Arga.

Arga buru-buru menghela napas dan membenahi wajahnya. Senyum kecil dipaksakan kembali, menutupi gejolak yang sempat terpampang jelas. “Enggak… aku cuma kaget saja. Paling tidak sekarang aku tahu siapa bos kalian,” jawabnya datar, mencoba terdengar meyakinkan.

Keysha perlahan merubah posisi duduknya. Meski tangannya masih menekan perut yang nyeri, ia sudah bisa duduk lebih tegak. Sesekali ia menarik napas panjang untuk menahan rasa sakit, tapi sorot matanya tetap tertuju pada Arga, mencoba membaca apa yang sebenarnya ia sembunyikan di balik senyum tipis itu.

“Jadi gimana, apakah kamu mau gabung dengan kami?” tanya Kinan menegaskan, kali ini nadanya terdengar lebih serius, seolah ingin memastikan agar Arga tidak lagi berkelit.

Arga terdiam. Tatapannya kosong menembus ke depan, seperti sedang menimbang beban berat yang baru saja diletakkan di pundaknya.

Dalam benaknya, bayangan nama Wijaya masih terus bergema, menimbulkan perasaan waspada bercampur amarah yang ia tahan rapat-rapat.

“Akan kupikir-pikir dulu,” jawab Arga akhirnya dengan suara tegas. “Kalau aku sudah yakin, akan kuberi kalian berdua jawabannya.”

Meski jawaban itu belum kepastian, Kinan dan Keysha saling pandang, bibir mereka tersungging senyum kecil. Bagi keduanya, ini sudah lebih dari cukup. Cepat atau lambat, mereka yakin Arga akan masuk ke lingkaran yang sama dengan mereka.

Menyadari malam sudah terlalu larut, Kinan akhirnya berdiri. “ternyata hari Sudah larut malam ya, maaf ar kami harus pulang. karena Besok masih ada banyak hal yang harus dikerjakan.”

Keysha mengangguk pelan. Rasa nyeri di perutnya memang masih ada, tapi cukup berkurang hingga ia bisa berjalan. Dengan langkah hati-hati, ia mengikuti Kinan menuju pintu keluar rumah sederhana itu.

“Oh ya, Ar,” ucap Kinan tiba-tiba, menoleh ke belakang setelah melangkah beberapa langkah menjauh. Senyumnya kembali muncul, kali ini bercampur nada menggoda. “Selamat ya, sekarang kamu sudah lulus dari tes jadi pacarku.”

Arga hanya terdiam mendengar itu. Matanya mengikuti Kinan yang beranjak pergi, senyum tipisnya tidak menunjukkan apakah ia menanggapi ucapan itu serius atau hanya sekadar basa-basi.

Keysha yang berjalan di samping Kinan menghela napas panjang. Ia tahu persis bagaimana sifat Kinan saat menjalin hubungan. Dalam hatinya, ia takut Arga hanya akan dijadikan boneka hidup yang dipermainkan sesuka hati.

“Jangan sampai dia jadi trauma karena sikapmu itu,” bisik Keysha pelan, lirikan matanya menyiratkan rasa khawatir yang dalam. Ia tahu benar, di balik wajah manis Kinan, ada sisi gelap yang tidak semua orang bisa bertahan menghadapinya.

Di saat keadaan sudah benar-benar sepi, hanya ditemani cahaya bulan pucat dan suara jangkrik dari kejauhan, Arga duduk bersandar di tangga rumah kosong yang ia tinggali. Udara malam menusuk kulitnya, tapi pikirannya lebih dingin daripada itu. Ia merogoh saku, mengambil ponsel tua yang retak di bagian layarnya, lalu mencari satu nama—Bara.

Begitu menemukan kontak tersebut, jarinya menekan tombol panggil. Nada sambung terdengar panjang, membuat dada Arga berdegup pelan. Tak lama kemudian, suara berat khas Bara terdengar di ujung sana.

“Halo,” sahut Bara singkat namun tegas.

Arga menghela napas sebentar lalu tersenyum kecil. “Selamat malam, Paman. Maaf sudah mengganggumu malam-malam begini.”

Suaranya terdengar tenang, meski ada sedikit ketegangan tersembunyi di balik kata-katanya.

Tawa lepas Bara langsung meledak dari seberang telepon. “Hahaha… kau ini. Aku sama sekali tidak akan merasa terganggu, apalagi kalau yang menghubungiku itu kamu.”

Arga menunduk sedikit, senyum tipis masih terukir di wajahnya. Tapi berbeda dengan nada suaranya yang sopan, sorot matanya mengeras, tatapannya menembus kegelapan halaman kosong di depannya. Wajahnya kini menyiratkan sesuatu yang lain—dingin, keras, nyaris menyeramkan.

“Ada keperluan apa tuan muda menghubungiku malam-malam begini?” tanya Bara. Nada suaranya lebih sopan, tapi tetap menyimpan ketegasan seorang pria berpengalaman.

Arga menghela napas pelan. Ia berdiri dari duduknya, satu tangan masuk ke saku celana, sementara tangan lainnya menempelkan ponsel di telinga. Tatapannya kosong menembus gelapnya perumahan yang sepi.

“Jangan panggil aku tuan muda, Paman,” ucapnya sambil menyunggingkan senyum tipis. “Panggil saja Arga.”

Bara terdiam sejenak, lalu terdengar tawa kecil dari seberang. “Baiklah… akan kucoba biasakan. Tapi susah rasanya menghapus kebiasaan lama.”

Arga melangkah masuk ke dalam rumah. Lantai berdebu berderit pelan di bawah pijakan kakinya. Ia meletakkan tubuh di kasur tipis yang dingin, menatap langit-langit yang retak, seolah tengah merancang sesuatu di kepalanya.

“Aku sudah berhasil membuka jalan untuk masuk ke kelompok Wijaya,” ucapnya tiba-tiba, suaranya datar namun penuh keyakinan.

Bara, yang biasanya tenang, langsung terdengar kaget. “Apa? Bagaimana bisa secepat itu? Rencana kita seharusnya butuh waktu berbulan-bulan, Arga!”

Arga terkekeh lirih, lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke dinding yang kusam. “Mudah saja, Paman. Aku sudah berhasil mengambil hati anaknya.”

Sunyi sejenak. Hanya suara napas Bara yang terdengar berat di seberang sana, seolah mencoba mencerna kata-kata itu.

“Anaknya… maksudmu Kinan?” tanya Bara akhirnya, nadanya rendah namun penuh tekanan.

Arga tersenyum miring. Matanya berkilat dingin meski hanya menatap dinding polos di depannya. “Ya. Dia percaya padaku. Bahkan sudah mulai menganggapku lebih dari sekadar orang asing.”

Bara menarik napas panjang, terdengar jelas lewat telepon. “Arga, kau harus hati-hati. Wijaya bukan orang sembarangan. Kau memang berhasil menyusup lewat kelemahan anaknya, tapi itu juga bisa jadi titik kehancuranmu. Sekali dia tahu niatmu, kau habis—kita semua habis.”

Arga menutup mata, senyum tipis tak kunjung hilang. “Bukankah itu yang selalu Paman ajarkan padaku? Cari celah, manfaatkan, lalu kendalikan. Sekarang aku sudah menemukannya. Dan aku tidak akan melepaskannya.”

“Jangan terlalu percaya diri,” suara Bara kini terdengar lebih berat, penuh peringatan. “Banyak orang hancur karena meremehkan Wijaya. Jangan biarkan perasaan bercampur dengan tujuanmu.”

Arga membuka matanya perlahan, sorotnya tajam menusuk gelap. “Tenang saja, Paman. Kinan hanya kunci. Targetku tetap Wijaya. Aku bersumpah… dia akan jatuh.”

Di seberang, Bara terdiam. Lalu suaranya terdengar tegas, penuh penekanan. “Kalau begitu, bersiaplah. Begitu kau melangkah lebih dalam, tidak ada jalan untuk mundur lagi.”

Arga tersenyum tipis, menatap atap reyot di atasnya. “Aku tidak pernah berencana untuk mundur.”

Meski Bara tahu Arga bukan remaja sembarangan yang bergerak tanpa perhitungan, tetap saja naluri seorang penasihat membuatnya waspada. Suara napas Bara terdengar berat di seberang sambungan, lalu ia menegaskan dengan nada tajam.

“Ingat, Ar… kuasai dendammu. Jangan biarkan amarah mengendalikanmu, karena sekali kau lengah, itu bukan hanya dirimu yang hancur—tapi juga semua rencana yang sudah kau bangun.”

Arga terdiam sejenak. Senyum kecil mengembang di wajahnya, namun matanya menyimpan bara yang sudah lama tak padam. Ia menatap lurus ke arah jalan gelap di depan rumah, seakan bayangan musuhnya sudah menunggu di sana.

“Jika aku bertemu dengannya… aku akan segera menghabisinya.” Suara Arga terdengar dingin, tak lagi sekadar ancaman, melainkan tekad yang tak bisa ditarik kembali.

Bara langsung meninggikan suara, marah seakan sedang menegur anaknya sendiri.

“Jangan bodoh, Ar! Meski ada rumor Wijaya terlibat dalam kematian ayahmu, itu belum pasti. Aku masih menyelidikinya, jadi jangan bertindak gegabah!”

Namun, Arga justru menegang. Rahangnya mengeras, dan genggaman pada ponselnya semakin kuat hingga terdengar bunyi gesekan.

“Aku tidak peduli! Kedatanganku ke sekolah itu memang rencana Paman—agar aku mendekati Kinan dengan santai. Dan sekarang, aku sudah berhasil melakukannya dengan caraku sendiri. Selanjutnya… akan kubunuh semuanya. Aku ingin mereka merasakan balasan yang sepadan!”

Suasana hening sejenak. Hanya suara napas Arga yang tersengal bercampur amarah. Bara di seberang menutup matanya, menahan gejolak yang berkecamuk. Ia tahu, Arga sedang berdiri di tepi jurang—antara logika dan dendam yang bisa menenggelamkannya kapan saja.

“Janjiku pada mayat Ayah akan segera aku lakukan… mulai dari bawah.” Ucap Arga, suara rendahnya bergetar antara dendam dan luka batin.

Bara terdiam. Kebingungan melingkupinya, bukan karena ia tak tahu harus berkata apa, melainkan karena hatinya sendiri ikut tercekat mendengar tekad muram itu. Ia tahu, kata-kata Arga bukan sekadar emosi sesaat, melainkan sumpah yang dipatri oleh kehilangan yang begitu dalam.

“Tenangkan dirimu dulu, Ar…” suara Bara melembut, berusaha menahan gejolak di balik nadanya. “Sebelum kau bertindak, alangkah baiknya kau telusuri dulu. Masuklah ke dalam lingkaran mereka… sambil bekerja di bawah naungan Wijaya. Dari sana, kau akan tahu siapa kawan, siapa lawan, dan kapan waktunya menyerang.”

Arga memejamkan matanya. Air mata menetes, membasahi wajah yang masih terlihat muda namun sudah tercoreng luka batin yang tak tertahankan. Dada berguncang oleh amarah yang mendesak keluar.

“Aku sudah muak dengan wajah polos ini!” teriaknya, suara parau bergema di rumah kosong itu. “Aku ingin segera melepaskan belenggu polos yang menyiksa batinku!”

Tawa keras pun pecah dari bibir Arga. Tawa itu bukan sekadar luapan emosi, melainkan seperti jeritan iblis yang menyamar dalam kesedihan seorang anak. Suara itu menusuk telinga, membuat malam yang sepi terasa semakin mencekam.

Bara hanya bisa terdiam di ujung telepon, mendengarkan tawa itu dengan perasaan campur aduk—antara khawatir, marah, dan iba. Ia sadar, Arga kini berada di persimpangan paling berbahaya: antara menjadi harapan terakhir keluarga… atau jatuh ke dalam jurang gelap yang sama seperti musuh-musuhnya.

1
Corina M Susahlibuh
lanjut dong cerita nya Thor
nunggu banget nih lanjutannya
tukang karang: terimakasih atas penantian nya dan juga komen nya, bab apdet setiap hari kak di jam 12 siang🙏🙏
total 1 replies
Aixaming
Bener-bener rekomendasi banget buat penggemar genre ini.
tukang karang: makasi kak, maaf aku baru pemula🙏🙏
total 1 replies
Celia Luis Huamani
Wah, seru banget nih ceritanya, THOR! Lanjutkan semangatmu!
tukang karang: siap, bantu suport ya🙏🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!