Bukan menantu pilihan, bukan pula istri kesayangan. Tapi apa adil untuk ku yang dinikahi bukan untuk di cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Sementara di lantai 1 Night Club.
“Kenapa lama sekali sih?” tanya Ida yang langsung menggelayut manja di lengan Hasan.
“Maaf sayang, ayo kita lanjut main.”
Hasan langsung menyambar kartu yang ada di tangan Ida.
“Gak salah dengar nih gue, lo mau main… punya modal gak lo?” Doni, pria yang duduk di seberang Ida dan Hasan.
“Gue ngajak main, berarti gue punya modal. Bukan begitu, sayang!” Hasan melirik Ida dengan senyuman nakalnya.
“Betul sekali, ide ku gak pernah salah kan, sayang! Coba aja, kamu mau dengerin aku dari dulu!” gerutu Ida.
“Maaf ya sayang, aku sempat meragukan ide gila mu.”
“Wih gila benar, serius lo… jadiin istri lo jaminan sama bos besar?” timpal Sukdi.
Hasan terkekeh, "Yah mau gimana lagi, satu satunya cara ya cuma itu. Lagi juga gua ini termasuk suami yang baik kan! Gua izinin tuh si Wati nyobain batang lain, hitung hitung biar itu anak tau gaya kalo di ranjang. Jangan cuma gaya batu kelelep aja bisanya ahahah."
"Gila lo jadi suami, San!" sentak Doni.
"Hahaha itu bukan gila, tapi lo gokil, San! Keren lo! Bisa bisanya lo julukin permainan bini lo gaya batu kelelep. Kocak lo!" kekeh Sukdi.
“Ssstttt gak usah pake toa, udah lanjut aja main lagi. Kali ini, sayang ku mas Hasan pasti bakal menang mengalahkan kalian.” seru Ida dengan menatap remeh Sukdi dan Doni
Tangan Ida menyambar gelas minuman yang ada di atas meja, tanpa malu lalu Ida membantu Hasan meminumnya.
Doni menggelengkan kepala gak habis pikir.
“Apa lo gak sayang, istri lo dicicipi bos besar dari night club ini, San?”
Hasan menatap dalam Ida, menatap wanita itu penuh cinta, “Gak usah banyak tanya. Selama ada Ida di sisi gue, istri gue… lewat.”
“Kalau begitu, kenapa gak kamu ceraikan istri mu, sayang… eh tapi jangan deh. Nikahi aku, sayang. Aku tidak keberatan jika harus menjadi istri ke 2. Asal Wati yang akan kita berikan pada bos besar, jika kamu kalah di meja judi lagi, aku hanya milik mu kan!” tanpa rasa malu, Ida mengatakannya di depan Doni dan Sukdi.
“Ide mu bagus juga sayang, boleh lah kita laksanakan. Aku juga sudah jenuh dengan permainan Wati di atas ranjang. Terlalu payah! Wanita itu hanya bisa gaya kedebong kanyut, harus selalu aku yang pekerja keras. ” dumel Hasan.
“Jika dengan mu saja wanita itu sudah payah, lalu bagaimana jika bos besar yang bermain dengannya? Apa bos besar akan puas dengan istri mu, sayang?” pikir Ida.
“Aku tidak peduli lah sayang, yang penting saat ini aku terbebas dari hutang judi.” sentak Hasan.
“Gue tebak nih ya, istri lo udah kaya angka sepuluh saat bersatu dengan bos besar, secara bos besar itu pendek, gendut pula perutnya.” kekeh Sukdi.
“Ahaha kau benar Sukdi, sudah seperti angka sepuluh, lucu sekali aku membayangkannya.” timpal Ida dengan nada mengejek.
“Dasar pasangan gila.” umpat Doni.
“Bukan pasangan gila, tapi pasangan licik.” ralat Sukdi melihat Hasan dan Ida dari sudut pandangnya.
Bukannya marah, Hasan dan Ida justru tertawa, “Hahaha, itu benar.”
"Wah sudah lengkap nih, ayo tambah minumnya." seru Nining, seorang wanita berpakain minim, saat menghampiri ke empatnya dengan satu rekan wanitanya yang sebelumnya duduk di samping Sukdi.
"Malam ini kita berpesta, sayang." ujar Doni pada Siska, wanita yang menuangkan minuman ke dalam gelas minumannya.
"Waah sepertinya ada yang habis menang banyak nih!" timpal Julia, wanita yang duduk bersama Sukdi.
"Gak usah banyak tanya deh, pokoknya malam ini kita berpesta." timpal Ida, gak mau menjelaskan pada Siska dan Julia.
Satu meja dengan 3 pasangan itu pun lanjut bermain, dengan di temani minuman dan kacang kulit di atas meja
Pukul 2 dini hari.
“Kau bisa antar aku dan istri ku pulang, sayang?” tanya Hasan, dengan tatapan memohon pada Ida.
Ida memperlihatkan wajah sendunya dengan mata berbinar sedih, “Aku akan mengantar mu sayang, tapi kenapa aku harus mengantar saingan ku juga? Tidak kah kau kejam pada ku sayang?”
“Untuk kali ini, sayang! Anggap saja ucapan terima kasih karena Wati sudah mau menggantikan posisi mu.” Hasan mengangguk kan kepalanya meyakinkan Ida.
“Baik lah, jemput sana saingan ku. Dia pasti sudah selesai melayani bos besar.” Ida mengibaskan tangan nya.
Cup.
“Kamu paling pengertian.” Hasan mengecup bibir Ida.
Hasan beranjak dari duduknya lalu menuju lift, tujuannya sudah pasti kamar di mana ia meninggalkan Wati.
Sesampainya di lantai paling atas, Hasan yang sudah berdiri di depan 2 orang pengawal langsung mengatakan maksudnya.
“Bagaimana, apa bos besar sudah menyuruh Wati keluar dari kamar?” tanya Hasan dengan gak jelas karena dalam pengaruh minuman.
“Kami rasa, anda harus melupakan wanita yang ada di dalam sana! Dia bukan lagi wanita mu!” seru Danu dengan seringai di bibirnya.
Hasan mengerutkan keningnya, mencoba mencerna perkataan sang pengawal, “Apa maksud mu?” tanya Hasan pada akhirnya.
Bersambung...