NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Dewa Asura

Reinkarnasi Dewa Asura

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Raja Tentara/Dewa Perang / Fantasi Timur / Balas Dendam
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mumun arch

Dikhianati oleh murid yang paling ia percayai, Asura, sang Dewa Perang, kehilangan segalanya. Tubuhnya musnah, kekuatannya hilang, dan namanya dihapus dari dunia para Dewa. Namun, amarah dan dendamnya terlalu kuat untuk mati.

Ribuan tahun kemudian, ia terlahir kembali di dunia fantasi yang penuh sihir dan makhluk mistis bukan lagi sebagai Dewa yang ditakuti, melainkan seorang bocah miskin bernama Wang Lin.

Dalam tubuh lemah dan tanpa kekuatan, Wang Lin harus belajar hidup sebagai manusia biasa. Tapi jauh di dalam dirinya, api merah Dewa Asura masih menyala menunggu saatnya untuk bangkit.

“Kau boleh menghancurkan tubuhku, tapi tidak kehendakku.”

“Aku akan membalas semuanya, bahkan jika harus menantang langit sekali lagi.”

Antara dendam dan kehidupan barunya, Wang Lin perlahan menemukan arti kekuatan sejati dan mungkin... sedikit kehangatan yang dulu tak pernah ia miliki.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mumun arch, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bara Api Yang Terbelah

Ledakan api membelah langit. Cahaya merah dan biru saling bertabrakan, menciptakan badai panas yang memantul di tebing-tebing batu. Di tengah kobaran itu, Wang Lin dan Rayan berdiri berhadapan dua generasi api, dua arah takdir yang kini saling menolak.

“Masihkah kau pikir api ini tentang kebenaran, Guru?” seru Rayan, matanya berkilat liar. “Kau mengajariku untuk menahan diri, tapi dunia tak memberi ruang bagi mereka yang menahan!”

Wang Lin melangkah maju perlahan. Setiap langkahnya meninggalkan jejak bara yang menyala lembut di tanah. “Kau salah paham, Rayan. Menahan bukan berarti lemah. Menahan berarti menguasai. Api yang sejati bukan yang membakar segalanya tapi yang memberi cahaya saat gelap.”

Rayan mengibaskan tangannya, membentuk pusaran api biru yang berputar mengelilinginya. “Kau bicara seperti orang tua yang takut pada kekuatannya sendiri.”

Wang Lin tak membalas dengan kata-kata. Ia mengangkat tangannya, dan api merah keemasan muncul, menyelimuti tubuhnya. Aura ketenangan dan kehancuran berpadu menjadi satu.

Api itu tak berkobar liar, tapi stabil seolah memiliki jiwa.

“Kalau begitu…” Wang Lin menatap tajam, “biarkan apimu dan apiku berbicara.”

Rayan berteriak, meluncur maju seperti panah berapi. Dua kekuatan bertabrakan, menciptakan gelombang panas yang menghancurkan bebatuan di sekitarnya. Langit seperti retak, udara bergetar, dan bumi berdenyut.

“Lihatlah, Guru!” Rayan menjerit, matanya menyala. “Inilah kekuatan yang dunia butuhkan! Kekuatan tanpa batas!”

Tapi Wang Lin hanya berdiam, tangannya menahan serangan Rayan dengan satu gerakan halus.

“Dan inilah kekuatan yang dunia tak boleh miliki.”

Tubuh Rayan terpental, menghantam batu besar hingga runtuh. Tapi ia bangkit lagi, darah menetes dari bibirnya. Ia tertawa, tawa yang getir tapi bangga.

“Jadi ini maksudmu menjadi manusia, Guru? Menyimpan kekuatan tapi tak menggunakannya?”

Wang Lin terdiam sesaat. Dalam tatapannya ada luka lama yang belum sembuh. “Tidak, Rayan. Menjadi manusia berarti tahu kapan harus berhenti sebelum semuanya menjadi abu.”

Rayan menggeram. “Aku bukan manusia lagi…”

Api biru di tubuhnya berubah menjadi ungu, warna yang langka dan berbahaya. Udara di sekitar mulai terbelah, waktu seakan melambat.

Wang Lin menatapnya dengan mata berat.

“Rayan… jangan lakukan ini.”

Tapi muridnya hanya tersenyum, air mata tipis jatuh dari sudut matanya.

“Maaf, Guru… tapi aku sudah terlalu jauh untuk kembali.”

Dan seketika, dunia di sekitar mereka meledak dalam cahaya ungu yang menyilaukan.

Dua api yang dulu menyatu kini terbelah oleh pilihan dan dari bara itu, lahirlah kehancuran.

Ledakan besar itu mengguncang lembah. Batu-batu beterbangan, tanah terbelah, dan langit berubah menjadi ungu gelap. Api milik Rayan menjalar liar, menelan segalanya tanpa arah.

Wang Lin berdiri di tengah kekacauan itu. Jubahnya terkoyak, tubuhnya penuh luka bakar, tapi matanya tetap tenang. Ia menatap muridnya anak muda yang dulu ia selamatkan dari kematian, kini berdiri sebagai ancaman terbesar bagi dunia.

“Rayan… kau benar-benar memilih jalan ini?” suara Wang Lin parau, tapi tegas.

Rayan tertawa pelan. “Jalan ini bukan pilihanku, Guru. Dunia memaksaku. Kau mengajarkanku api, tapi dunia mengajarkanku kebencian.”

Ucapannya membuat dada Wang Lin terasa berat. Ia tahu kata-kata itu bukan dusta. Dunia memang kejam terhadap mereka yang memiliki kekuatan, dan Rayan adalah korban ambisi para penguasa.

“Kalau begitu, biarkan aku menanggung sisanya,” ujar Wang Lin lirih. “Biar semua kebencian berhenti di sini.”

Rayan menggeleng. Api ungu di tubuhnya berkobar makin besar, membentuk sayap-sayap dari energi murni. “Tidak, Guru. Dunia akan tahu rasa sakit yang dulu aku rasakan!”

Dalam sekejap, ia meluncur ke langit. Ledakan berikutnya mengguncang udara. Suara dentuman membelah awan, cahaya ungu memancar, menghapus warna senja yang tadinya indah.

Wang Lin mengepalkan tangan. Api merah keemasannya menyalakan seluruh lembah, membentuk lingkaran pelindung yang menahan ledakan itu. Setiap detik terasa seperti pertarungan antara takdir dan keputusasaan.

Yue yang menyaksikan dari kejauhan berteriak, “Wang Lin! Kau akan terbakar bersama dia!”

Wang Lin menoleh sedikit, menatap Yue dengan senyum lemah.

“Kalau itu yang dibutuhkan untuk menghentikannya… aku rela.”

Ia melompat ke arah cahaya ungu, menerobos badai panas tanpa ragu.

Di dalam pusaran itu, dua sosok menyatu guru dan murid, api dan bara. Tidak ada kebencian di wajah Wang Lin, hanya duka dan kasih yang dalam.

“Rayan,” katanya pelan, “kau bukan penghianat… hanya seseorang yang terluka terlalu dalam.”

Air mata Rayan mengalir, tapi sudah terlambat. Tubuhnya mulai terurai oleh energinya sendiri.

“Guru… andai dulu aku sekuat ini saat semua menghina kita… mungkin aku takkan membencimu.”

Seketika, api ungu itu menghilang.

Sunyi. Hanya angin malam yang berhembus membawa debu panas dan sisa cahaya yang memudar.

Wang Lin jatuh berlutut, tubuhnya gemetar, tapi matanya menatap langit dengan tenang.

“Api ini bukan untuk menghancurkanmu, Rayan. Tapi untuk menerangi jalanmu... meski aku harus terbakar sendirian.”

Langit kembali tenang. Tapi di balik ketenangan itu, Wang Lin tahu setiap bara meninggalkan bekas. Dan luka ini... akan menemaninya untuk waktu yang lama.

Debu mulai turun perlahan, seperti abu salju dari langit kelam. Di tengah reruntuhan lembah, Wang Lin berdiri dengan susah payah. Tubuhnya nyaris tak berbentuk manusia, penuh luka, darah, dan bekas terbakar. Tapi matanya masih menyala… tenang, namun berduka.

Api merah keemasan yang dulu menyala gagah kini hanya tinggal percikan di telapak tangannya.

Ia memandangi tangan itu lama, seolah melihat seluruh perjalanan hidupnya dari Dewa Asura yang ditakuti, hingga manusia yang belajar memahami arti kehilangan.

“Jadi begini rasanya… membakar seseorang yang dulu kau lindungi.”

Suara lirih itu lenyap terbawa angin. Tak ada jawaban, hanya gemuruh lembah yang runtuh perlahan.

Yue berlari mendekat, wajahnya pucat dan penuh debu.

“Wang Lin! Kau masih hidup?!”

Wang Lin menoleh pelan. Senyum samar muncul di wajahnya.

“Masih… meski kadang aku berharap tidak.”

Yue terdiam. Ia bisa melihat kesedihan yang dalam di mata pria itu,kesedihan yang tidak berasal dari luka fisik, tapi dari jiwa yang hancur.

“Rayan sudah tiada,” bisik Yue.

“Tidak,” jawab Wang Lin, menatap abu di udara. “Dia tidak tiada. Dia hanya… berubah menjadi bagian dari api ini.”

Ia menggenggam udara, dan dari sisa percikan di telapak tangannya, muncul semburat cahaya ungu samar, warna api Rayan.

“Selama warna ini masih ada, berarti dia belum benar-benar hilang.”

Yue menatapnya tak mengerti. “Kau… masih bisa memaafkannya?”

Wang Lin menatap jauh, ke arah langit yang mulai cerah.

“Penghianatan hanyalah hasil dari luka yang tak disembuhkan. Kalau aku tak bisa memaafkannya, maka aku sama saja dengannya.”

Angin berhembus lembut, membawa abu dan cahaya itu menari di udara. Sejenak, Wang Lin menutup mata, membiarkan ketenangan mengalir melewati tubuhnya.

Namun di balik kedamaian itu, ia tahu sesuatu telah berubah.

Suara samar bergema di dalam pikirannya suara Rayan, tapi bukan sepenuhnya milik Rayan.

“Guru… api tidak padam. Ia hanya berpindah tempat.”

Wang Lin membuka mata.

Langit yang semula biru kini tampak retak halus seperti kaca yang menahan tekanan besar dari dalam.

Yue melihatnya juga dan terbelalak. “Langit… kenapa berubah?”

Wang Lin menarik napas dalam.

“Energi Rayan terlalu besar. Dia bukan sekadar murid… dia adalah kunci. Dan aku baru saja membukanya.”

Di kejauhan, cahaya ungu muncul di horizon pelan, tapi pasti, seperti mata yang baru saja terbuka.

Wang Lin menatap ke arah itu, dan dalam bisikan kecil ia berujar,

“Sepertinya… ini belum berakhir.”

1
Nanik S
Ceritanya kurang Hidup
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Asura terkenal sebagai penghancur
Nanik S
Kata... oky dan kata Dong.. jangan dipakai
Nanik S
Lanhua apakah juga seorang oengikut Asura dimasa lalu
Nanik S
NEXT
Nanik S
Inginya Wang Lin hidup tenang tapi sebagi mantan Dewa perusak tentu saja diburu
Nanik S
Apakah Mei Lin akan berjalan bersama Asura
Nanik S
Lanjutkan 👍👍
Nanik S
Wang Kin apakah akan ke Lembah Neraka
Nanik S
Mantap jika bisa tentukan takdirnya sendiri
Nanik S
Bakar saja para dewa yang sok suci
Nanik S
Sudah berusaha jadi manusia malah masih diburu... Dewa Sialan
Nanik S
Tidak akan perang tapi kalau mereka datang harus dihadapi
Nanik S
Laaanjut
Nanik S
Wang Lin
Nanik S
Dendam yang tetap membuatnya masih hidup
Nanik S
Bakar saja pengikut Royan
Nanik S
Dewa pun bisa lapar 🤣🤣🤣 awal yang bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!