Pesantren Al-Insyirah, pesantren yang terkenal dengan satu hal, hal yang cukup unik. dimana para santriwati yang sudah lulus biasanya langsung akan dilamar oleh Putra-putra tokoh agama yang terkemuka, selain itu ada juga anak dari para ustadz dan ustadzah yang mengajar, serta pembesar agama lainnya.
Ya, dia adalah Adzadina Maisyaroh teman-temannya sudah dilamar semua, hanya tersisa dirinya lah yang belum mendapatkan pinangan. gadis itu yatim piatu, sudah beberapa kali gagal mendapatkan pinangan hanya karena ia seorang yatim piatu. sampai akhirnya ia di kejutkan dengan lamaran dari kyai tempatnya belajar, melamar nya untuk sang putra yang masih kuliah sambil bekerja di Madinah.
tetapi kabarnya putra sang kyai itu berwajah buruk, pernah mengalami kecelakaan parah hingga membuat wajahnya cacat. namun Adza tidak mempermasalahkan yang penting ada tempat nya bernaung, dan selama setengah tahun mereka tidak pernah dipertemukan setelah menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEPERCAYAAN
Ujian kelulusan adalah hal yang sangat adza tunggu karena dia tidak sabar untuk segera lulus agar bisa menyambung kuliah. Dia sudah belajar banyak selama ini dan memahami banyak pelajaran. Jadi tidak ada keteteran untuk mempelajari apapun sebab dia selalu belajar tiap hari.
Selama seminggu ujian, hari ini adza bisa mengembuskan napasnya dengan lega karena ujian sudah berakhir semalam. Selama itu juga dia hanya bertukar kabar melalui pesan dengan Azka karena pria itu tahu kalau dia harus belajar dan fokus pada ujiannya jadi tidak begitu banyak mengirimkan pesan.
Hari ini adalah hari libur karena mereka sudah selesai ujian jadi tidak ada lagi pelajaran yang harus mereka kerjakan. Beberapa santri terlihat santai, ada yang membaca buku dan ada yang sedang melakukan olahraga kesukaan mereka. Sementara itu adza sedang ada di salah satu pondok untuk bersantai para santri dengan Rahman, dan menatap beberapa berkas yang sudah mulai dia kerjakan.
"Bapak bisa langsung urus saja semuanya dengan distributor, saya sudah tandatangani semuanya," ujar adza membuat Rahman mengangguk paham.
Adza memang sudah mulai memahami segala macam urusan yang ada di perusahaannya, dia pintar dalam hal ini karena dia diajari langsung oleh ayahnya sebelum pria itu pergi meninggalkannya, lalu juga dibimbing dengan baik oleh Rahman, dia tentu saja tidak mau adza tak tahu apa-apa soal ini. Bagaimana pun Rahman adalah orang kepercayaan ayahnya adza, dan sekarang dia merupakan orang kepercayaan adza langsung yang memiliki otak bisnis dan kepintaran yang menurun dari ayahnya.
"Kalau begitu saya akan kembali ke perusahaan." Rahman berkata membuat adza mengangguk.
"Nona belum mau datang ke sana untuk melihat?"
Adza menggeleng. "Untuk saat ini dan saat kuliah nanti, saya akan mengaturnya lewat remote atau Bapak yang datang ke apartemen kalau memang ada urusan yang harus saya lakukan. Saya mau menjadi Hidden Owner dulu saat ini karena belum percaya diri untuk naik, kalau saya sudah mau lulus nanti baru mungkin saya akan menduduki kursi. Sekarang saya merasa masih terlalu muda, itu bisa berpengaruh pada saham dan bisnis kita," ujarnya membuat Rahman mengangguk.
Memang harus benar-benar matang dalam segi apapun, itu adalah kriteria seorang pemimpin perusahaan. Karena para kolega yang bekerja sama tentu saja lebih percaya pada orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan dan usia yang mapan dan terjamin.
Sementara adza masih Aliyah dan sebentar lagi baru akan masuk ke Universitas, tentu saja dia belum yakin untuk naik ke kursi karena orang-orang bisa menganggapnya belum mampu.
Makanya Rahman yang menjadi fake owner untuk saat ini, walau banyak yang tahu kalau mendiang dari atasan mereka memiliki seorang anak tapi tak banyak yang tahu siapa dia dan berapa usianya. Yang mereka tahu adalah dia belum mau memberikan informasi mengenai dirinya dan sedang melanjutkan pendidikan makanya sampai saat ini perusahaan baik-baik saja.
Rahman pergi dan adza terlihat santai di tempatnya seraya menikmati waktu pagi. Seminggu lagi adalah bagi raport dan dia akan benar-benar lulus.
Sebenarnya dia berniat hari ini untuk izin keluar tapi sejak tadi dia belum menemukan Firdaus atau salah satu dari keluarga mertuanya untuk meminta izin, mereka sedang sibuk dengan banyaknya urusan dan data nilai siswa yang harus mereka input.
"Za ... Kamu sudah selesai?" adza menoleh dan tersenyum menemukan kedatangan intan. Setelah dia mengangguk dan mengajak intan untuk duduk bersamanya, intan mengeluarkan beberapa buah yang dia bawa.
"Ini sisa dari buah-buahan yang diantarkan oleh ayahku dua hari lalu. Katanya untuk menambah nutrisi sebab aku ujian," ujar intan lalu memberikan jeruk dan apel pada adza.
"Masih segar kok, aku menumpang kulkas milik Ustadz Farel makanya masih fresh." adza tersenyum dan mengupas kulit jeruk setelah mengatakan terima kasih.
"Nanti boleh tidak kamu ikut denganku untuk melihat apartemen yang akan kutempati setelah lulus? Aku belum pernah melihatnya sama sekali jadi niatnya hari ini karena tidak ada pekerjaan apapun lagi jadi aku mau mengeceknya ke sana. Boleh tidak kamu izin pada Ustadz Farel?" tanya adza membuat intan tersenyum lebar.
"Mau! Kamu tenang saja soal izin, kamu tahu bagaimana Ustadz Farel padaku," ujar intan dengan kerlingan mata penuh semangat.
Adza tertawa kecil lalu menatap wajah intan yang selalu terkesima setiap kali melihat adza yang memakan makanan apapun dengan anggun. Jiwa wanita independennya benar-benar terlihat, adza memang sosok pengusaha wanita yang dia yakini bakal sukses di masa depan. Walau perusahaan itu peninggalan orang tuanya, tapi dia yakin adza mampu untuk menghandle dan membuatnya menjadi lebih berkembang di masa depan.
"Aku tahu, Ustadz Farel paling menyayangimu. Mana mungkin dia menolak permintaan calon istrinya," goda adza membuat intan terkekeh.
"Iya," balas intan sebelum akhirnya dia menghela nafas.
"Masih menjadi calon suami. Mana Ustadz Farel ganteng lagi, masih ada juga beberapa santriwati yang menyukainya padahal sudah jelas-jelas dia melamarku. Aku jadi takut, apalagi Ustadz Farel bisa dikatakan humble parah," gumamnya membuat adza tersenyum kecil.
"Kalau memang jodoh pasti akan bersama mau dekat ataupun jauh. Tidak belajar dari kisahku?" tanya adza lembut membuat intan menghela napas.
"Walaupun aku tidak tahu bagaimana Gus menjalani kehidupannya di sana dan apakah dia punya teman-teman perempuan, tapi setidaknya aku dan dia saling percaya. Masalah dia akan mencoreng kepercayaanku, itu adalah urusannya. Yang penting saat ini aku percaya padanya," tambah adza lagi membuat intan menatapnya.
"Jadi tidak menutup kemungkinan yang dekat atau yang jauh itu bisa setia 'kan?"
Adza mengangguk. "Itu tergantung kepribadian dan prinsip. Kita tidak tahu bagaimana hati seseorang," ujar adza membuat intan mengangguk.
"Kamu benar, Ustadz Farel memang sudah melamarku tapi aku tidak tahu bagaimana ke depannya kami apakah akan jadi menikah atau tidak. Aku percaya padanya tapi kalau dia memang tidak menjaga kepercayaanku maka aku sama sepertimu. Apa yang akan kamu lakukan kalau seseorang mencoreng kepercayaanmu?" tanya intan yang malah mulai membicarakan hal serius.
Padahal tadi mereka hanya sedang membicarakan tentang akan ke apartemen adza dan juga tentang izin yang akan mereka minta.
"Aku mengatakan ini bukan karena aku memiliki masa depan yang sudah cerah dengan perusahaan peninggalan kedua orang tuaku, ya, tapi aku mengatakan ini karena prinsipku sebagai seorang perempuan," gumam adza membuat intan mengangguk.
"Kalau aku suatu saat disakiti dan dikhianati sementara aku sudah percaya, aku akan meminta jawaban dan kalau dia memang mengatakan khilaf atau sejenisnya, maka itu bukanlah hal yang seharusnya bisa kita percaya. Aku tidak mau menyakiti hatiku, jadi aku memilih mundur."
Intan diam mendengarnya sementara adza sudah tersenyum.
"Jangan menganggap kalau ini adalah provokasi, ini adalah pemikiranku. Aku tidak pernah berharap dikhianati, tapi aku juga tidak akan mencintai seseorang melebihi diriku sendiri. Jadi ... kamu pasti bisa juga kok, semangat!" ujar adza membuat intan mengangguk pelan.
"Jangan lupa istikharah menjelang pernikahan. Pernikahan itu ada dua, sebuah ujian atau ibadah. Kalau memang hati kamu tidak yakin kamu bisa memikirkannya lagi."
Intan kembali mengangguk. "Kamu benar, aku akan melakukan hal yang sama."
Adza tersenyum. "Tetapi daripada menyerah, kamu bisa menjadi istri yang galak dan posesif lho, intan ... Dengan itu Ustadz Farel pasti takut macam-macam," usul adza membuat intan diam sebentar untuk berpikir.
"Ide bagus!"
Adza tertawa kecil, di susul oleh intan yang juga melakukannya hingga tanpa mereka sadari seorang pria yang mengintip sudah tersenyum kecil.
"Cemburu juga akhirnya ..."