NovelToon NovelToon
Elara Tawanan Istimewa Zevh Obscura

Elara Tawanan Istimewa Zevh Obscura

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Romansa Fantasi / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:695
Nilai: 5
Nama Author: Sibewok

Di balik ketegasan seorang Panglima perang bermata Elysight, mata yang mampu membaca aura dan menyingkap kebenaran, tersimpan ambisi yang tak dapat dibendung.

Dialah Panglima kejam yang ditakuti Empat Wilayah. Zevh Obscura. Pemilik Wilayah Timur Kerajaan Noctis.

Namun takdir mempertemukannya dengan seorang gadis berambut emas, calon istri musuhnya, gadis penunggu Sungai Oxair, pemilik pusaran air kehidupan 4 wilayah yang mampu menyembuhkan sekaligus menghancurkan.
Bagi rakyat, ia adalah cahaya yang menenangkan.
Bagi sang panglima, ia adalah tawanan paling berbahaya dan paling istimewa.

Di antara kekuasaan, pengkhianatan, dan aliran takdir, siapakah yang akan tunduk lebih dulu. Sang panglima yang haus kendali, atau gadis air yang hatinya mengalir bebas seperti sungai?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sibewok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6 - Rantai Panglima

Suara ketukan pintu terdengar, pelan namun tegas, ketika Zevh hendak merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang sudah Elara rapikan. Suara itu seakan meretakkan keheningan malam, membawa kabar yang tak pernah baik.

“Tuan, maaf mengganggu waktu Anda,” suara ajudannya datang dari balik pintu yang perlahan terbuka.

Tatapan Zevh menoleh, dingin, gelap, seakan menembus remang ruangan. Ia tak perlu berkata banyak. Sorot matanya saja sudah menuntut jawaban.

“Pangeran Arons… menyelinap masuk ke Desa Osca. Ia tidak menyentuh para penjaga, hanya melewati mereka begitu saja,” lapor ajudan itu.

Mata Zevh menyipit, garis tegas di wajahnya menegang. “Tidak mungkin dia setenang itu.” Suaranya rendah, mengandung kecurigaan yang dalam.

“Cepat cari tahu,” lanjutnya, “apa yang menarik perhatian Arons di Osca. Cari tahu apa yang ia incar kali ini.”

“Baik, Tuan.” Ajudannya menunduk, lalu menghilang di balik pintu, meninggalkan bayangan yang terasa lebih pekat dari sebelumnya.

Hening kembali menyelimuti ruangan, namun kali ini terasa berat. Ujung mata Zevh tak pernah lepas dari Elara, yang duduk diam dengan wajah terkejut.

Elara menunduk, menatap makanan yang tinggal beberapa potong di hadapannya. Tangannya bergetar, meremas salah satu camilan kecil sebelum akhirnya memasukkannya ke mulut. Ia mengunyah perlahan, seolah mencoba menelan juga rasa khawatir yang mencekik dadanya.

"Pangeran Arons… masuk ke Osca.

Ia pasti menuju kediaman ayah." Gumam itu bergema dalam hati Elara, menusuk lebih dalam dari rasa laparnya sendiri.

Zevh melangkah mendekat, suaranya datar namun tajam. “Jadi kau dari Osca. Apa keluargamu berasal dari sana?” tebaknya saat merasakan kegelisahan Elara yang Zevh bisa rasakan.

Elara terdiam. Matanya bertemu dengan tatapan Zevh hanya sesaat, lalu turun menatap lambang kerajaan Noctis yang terukir di dadanya. Ia tahu, setiap jawaban bisa menjadi jerat. Ia memilih diam.

“Zevh Obscura,” suara itu bergema, penuh kuasa. “Selama aku masih hidup, Desa Osca akan tetap menjadi bagian dari wilayah timur. Milikku.”

Tak ada amarah dalam ucapannya. Justru ketenangan itulah yang membuatnya lebih berbahaya. Zevh kemudian berdiri, tubuh tegapnya dibalut jubah yang menjuntai, meninggalkan Elara dengan satu perintah lirih.

“Tidurlah. Siapkan dirimu untuk esok hari.”

Elara hanya bisa menatap punggungnya yang menjauh, jubah hitam itu melambai seperti rantai yang tak terlihat.

"Aku tepat berada dalam rantainya." Batin Elara berbisik getir.

Namun pikirannya berbelok lagi. "Tapi… apakah keluargaku di Osca juga akan mendapatkan perlindungannya?"

Tak ada jawaban. Hanya keheningan malam yang dingin, membungkus pertanyaan itu rapat-rapat.

Yang jelas, mulai esok hari, statusnya tak lagi bisa ditolak. Ia adalah tawanan sang panglima. Tak ada jalan keluar. Dan mungkin inilah jalan terakhir yang harus ia pertahankan, meski harus bersembunyi dari bayang-bayang Arons dan keluarganya sendiri yang tidak sepenuhnya ia benci.

“Izinkan aku egois untuk kali ini saja…” bisik Elara dalam hatinya.

Dan pada detik berikutnya, kelopak matanya menutup. Tubuh dan pikirannya menyerah pada lelah, pada sesak yang tak bisa ia lawan, membiarkan malam menelan segalanya.

Keesokan harinya.

Mentari pagi menyinari Desa Neval, meninggalkan penginapan yang kini hanya menjadi jejak samar di belakang rombongan kuda milik Zevh. Derap kaki kuda bergema menyatu dengan desir angin dingin, membuka perjalanan baru menuju desa selanjutnya.

Seperti biasa, Veron menjadi pengganggu pagi. Tatapannya menyapu Elara yang menunggang kuda dengan wajah dingin. “Zevh, aku masih tidak mengerti bagaimana kau bisa menahan diri dengan tawanan semanis ini. Gadis bandit atau tidak, matanya seperti emas cair.”

Elara mendengus, menoleh tajam. “Berhenti memanggilku gadis bandit. Aku muak mendengarnya.”

Veron menyeringai. “Ah, jadi kau ingin aku memanggilmu apa? Putri? Ratu?”

"Veron. Ingatlah ketiga istrimu sebelum menggoda lagi gadis itu" Zark menyeringai.

“Lebih baik kau pulang pada tiga istrimu, sebelum ada yang melaporkan pada mereka bahwa kau gemar mengganggu gadis asing!” serang Elara, suaranya penuh keberanian.

Zark yang menunggang di sisi lain sontak meledak tertawa. “Veron, ini tamparan keras. Kau bilang tiga istrimu surgamu, tapi tampaknya mereka harus tahu surga kecilmu kini berubah arah.”

Elara menoleh cepat ke Zark. “Dan kau, jangan ikut tertawa. Kau pun sama menjengkelkannya!”

Tawa Zark semakin pecah. “Terima kasih, aku menyukai pujian mu.”

Namun kegaduhan itu segera terhenti ketika ajudan Zevh menoleh dari belakang, suaranya kaku. “Nona, tolong jaga ucapanmu. Pangeran Veron dan Pangeran Zark bukan orang sembarangan. Mereka pangeran dari wilayah selatan dan barat. Bicara sopanlah pada mereka.”

Wajah Elara sontak membeku. Tapi bukannya minta maaf, Bibirnya mengecil, kesal, Ia segera membuang mukanya tak memperdulikan ucapannya.

“Gadis bodoh,” gumam Zevh, lirih namun cukup jelas untuk menusuk telinga Elara.

Merah padam, Elara menghantamkan sikunya ke dada Zevh. Benturan itu keras, namun tubuh Zevh tak bergeming sedikit pun.

“Kukira kau putri bangsawan,” bisik Zevh, dekat di telinganya. “Ternyata kau hanya gadis bandit dengan wawasan dangkal.”

Elara mendongak, sorot keemasan matanya bertemu dengan tatapan hitam Zevh. Hanya beberapa detik, namun cukup untuk membuatnya merasa ditelanjangi.

“Pria sombong,” desisnya. Ia membuang muka, menatap lurus ke depan, pada hamparan perkebunan yang mulai tampak dari kejauhan.

“Desa apa ini?” tanyanya, suaranya lirih namun tetap bernada menantang.

“Boxton,” jawab Zevh, datar namun mengerikan, seakan satu kata itu saja sudah menjadi ancaman.

Elara menatap warga desa yang sedang bekerja di ladang dan jalan. Sorot mata mereka tajam, seolah menguliti dirinya yang datang di bawah bayangan panglima perkasa.

“Kenapa wajah mereka tidak bersahaja? Seakan aku musuh yang harus diusir,” tanya Elara, bingung.

Zark menjawab, “Karena Boxton dihuni orang-orang yang tak mengenal bersahaja. Mereka menolak berbaur dengan siapapun yang asing.”

Elara memutar bola mata, kesal. “Bisakah kau bicara dengan jelas?”

Veron, yang kini mulai menahan tawanya, menimpali dengan suara lebih tenang. “Maksud Zark, Boxton adalah tempat bagi mereka yang keras kepala. Siapa pun yang datang ke sini harus siap diuji, atau mereka tidak akan menerima keberadaanmu.”

Penjelasan itu membuat Elara terdiam sejenak. Ada ketakutan samar yang berusaha ia sembunyikan, namun di baliknya, jiwa pemberontaknya justru merasa tertantang.

Rombongan berhenti di tepian jalan. Veron turun lebih dulu dari kudanya. Zevh menoleh, mengulurkan tangan pada Elara. Namun Elara menepisnya, turun sendiri tanpa bantuan. Zevh hanya mengamati, bibirnya nyaris membentuk senyum tipis yang tak pernah benar-benar lahir.

Dengan langkah tegak, Elara masuk ke sebuah kedai kayu yang ramai oleh penduduk Boxton. Ia duduk di salah satu bangku panjang, lalu segera menenggak segelas air hangat yang diletakkan pelayan, mencoba mengusir dingin yang anehnya masih menggigit meski siang telah tiba.

Zevh berdiri di luar pintu, kedua matanya mengawasi punggung Elara yang tampak kecil di tengah suasana asing bagi Elara sendiri.

Desa itu adalah ujian, baik bagi para prajuritnya, maupun bagi gadis tawanan yang kini berani menantang takdirnya sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!