NovelToon NovelToon
SUAMI DADAKAN

SUAMI DADAKAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Pengantin Pengganti / Pernikahan Kilat / Bercocok tanam
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Khanza hanya berniat mengambil cuti untuk menghadiri pernikahan sepupunya di desa. Namun, bosnya, Reza, tiba-tiba bersikeras ikut karena penasaran dengan suasana pernikahan desa. Awalnya Khanza menganggapnya hal biasa, sampai situasi berubah drastis—keluarganya justru memaksa dirinya menikah dengan Reza. Padahal Khanza sudah memiliki kekasih. Khanza meminta Yanuar untuk datang menikahinya, tetapi Yanuar tidak bisa datang.
Terjebak dalam keadaan yang tak pernah ia bayangkan, Khanza harus menerima kenyataan bahwa bos yang sering membuatnya kesal kini resmi menjadi suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Keesokan paginya, Reza membuka matanya dengan kepala yang masih berat.

Ia menoleh ke samping ranjang kosong dan tidak ada sosok Khanza.

Hanya bantal yang dingin dan kusut, tanpa jejak kehangatan istrinya lagi.

Ingatan semalam kembali menghantamnya tentang dirinya yang menjatuhkan talak satu kepada istrinya.

Reza memejamkan mata erat-erat, tangannya menutupi wajahnya.

Penyesalan dan amarah bercampur menjadi satu di pikirannya.

Dengan cepat ia bangkit, mengambil kunci mobil, lalu melajukan kendaraannya ke kantor.

Sesampainya di sana, ia langsung masuk ke ruang kerja, matanya liar mencari sosok Khanza.

“Pak, Bu Khanza nggak masuk dari tadi pagi,” ucap salah satu staf.

Jantung Reza berdegup keras dan ia bergegas menuju villa di Bandung tempat mereka terakhir bersama.

Namun setibanya di sana, suasana sepi dan tidak ada Khanza.

Tidak ada tanda-tanda istrinya pernah kembali ke tempat itu.

Ia mulai Panik menguasai dirinya dan segera ia melajukan mobil ke desa Teratai.

Sesampainya di desa, ia melihat Mama yang sedang menyapu di halaman rumah.

“Ma…” panggilnya lirih ketika melihat Mama duduk di ruang tamu.

Mama Reza menoleh cepat, ekspresinya penuh cemas.

“Mana Khanza, Za? Mama dengar kalian ke Bandung. Dia mana sekarang?”

“Ma, semalam aku jatuhkan talak satu ke Khanza…”

PLAAK!

Suara tamparan keras mendarat di pipi Reza. Mama menatapnya dengan mata berkaca-kaca penuh amarah.

“Kamu sadar nggak apa yang baru kamu bilang, Reza?! Istri itu titipan Allah! Bagaimana bisa kamu tega buang Khanza begitu saja?! Setelah semua yang dia lakukan untuk kamu?!”

Reza memegang pipinya yang memerah, matanya tak mampu menatap balik. Air mata akhirnya jatuh juga.

“Aku marah, Ma. Devan muncul dan menunjukkan foto. Aku salah karena percaya dan aku kehilangan kendali…”

Mama menutup wajahnya dengan kedua tangan, tubuhnya bergetar.

“Ya Allah, Reza. Reza, kamu sudah menghancurkan rumah tanggamu sendiri. Kalau Khanza pergi, kamu harus tanggung jawab. Cari dia! Temukan dia! Jangan sampai kamu menyesal seumur hidupmu!”

Reza jatuh berlutut di depan Mama Khanza sambil menggenggam tangan Mama.

“Ma, aku menyesal. Aku nggak tahu harus gimana lagi. Aku takut kehilangan dia selamanya…”

Mama menggeleng dengan air mata jatuh di pipinya.

“Kalau kamu benar-benar masih cinta sama Khanza, jangan cuma menangis di sini. Berdiri, Za. Pergi cari istrimu. Jangan biarkan Devan atau siapa pun merebut kebahagiaan kalian.”

Reza menunduk dalam-dalam, lalu mengepalkan tangannya.

“Ya, Ma. Aku janji akan cari Khanza. Sampai ketemu. Walau harus kubalikkan dunia sekalipun.”

Sementara itu di tempat lain di sebuah rumah sakit di Bali, suasana ruang perawatan terasa hening.

Hanya suara mesin monitor detak jantung yang terdengar pelan, seolah menjadi pengingat bahwa nyawa yang terbaring di ranjang itu masih bertahan.

Khanza terbaring pucat, selang infus menempel di tangannya.

Rambut panjangnya terurai lemah di bantal, wajah cantiknya tampak sayu.

Di luar ruang perawatan, Yanuar duduk gelisah di kursi tunggu.

Kedua tangannya saling meremas, napasnya berat. Tatapannya kosong, penuh kekhawatiran.

Tak lama kemudian, seorang dokter keluar dari ruangan.

Ia membuka masker, lalu menatap Yanuar dengan wajah serius.

“Pak Yanuar, bisa kita bicara sebentar?”

Yanuar berdiri cepat, suaranya penuh panik.

“Dok, bagaimana keadaan Khanza? Kenapa dia belum sadar juga?”

Dokter menarik napas panjang, lalu berbicara hati-hati.

“Kami sudah melakukan pemeriksaan lengkap. Kondisi Bu Khanza memang sangat lemah dan hasil laboratorium menunjukkan sesuatu yang cukup serius.”

“Maksud Dokter…?”

Dokter menatapnya dalam, lalu berkata dengan pelan namun tegas:

“Bu Khanza positif menderita leukemia stadium awal. Penyakit ini sudah berkembang cukup lama tanpa gejala jelas. Mungkin itulah sebabnya beliau sering jatuh sakit, mudah lemas, dan beberapa kali pingsan.”

Yanuar tertegun, tubuhnya kaku. Suara dokter terasa seperti petir yang menyambar dadanya.

“L-leukimia?” ulangnya dengan suara bergetar.

“Tidak mungkin, Khanza menderita penyakit itu. Dia nggak pernah cerita apa-apa."

“Wajar jika beliau tidak tahu. Banyak pasien leukemia tidak menyadari gejalanya hingga stadium lanjut. Tapi untungnya, Bu Khanza masih di tahap awal. Dengan perawatan intensif, peluang sembuh tetap ada.”

Yanuar langsung menunduk, air matanya jatuh tanpa bisa ditahan.

“Ya Allah, kenapa harus Khanza? Kenapa harus dia lagi yang menderita begini…”

Dokter menepuk bahu Yanuar dengan lembut.

“Kami butuh keputusan keluarga untuk langkah pengobatan lebih lanjut. Saat ini, yang paling penting adalah menjaga kondisi mental Bu Khanza. Dia butuh ketenangan dan dukungan penuh dari orang-orang yang dia percaya.”

Yanuar mengangguk, meski air matanya terus mengalir.

“Iya, Dok. Saya akan jaga dia. Saya janji, saya nggak akan biarin dia sendirian.”

Ketika dokter pergi, Yanuar masuk kembali ke ruang perawatan

Ia duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan Khanza yang dingin.

“Khanza, kenapa kamu harus tanggung semua ini sendirian?” bisiknya lirih.

Air matanya jatuh membasahi punggung tangan Khanza.

“Kalau Reza tahu pasti dia hancur. Tapi aku nggak bisa diam juga. Aku harus kuat buat kamu, Za. Demi kamu.”

Kelopak mata Khanza perlahan bergetar sebelum akhirnya terbuka.

Pandangannya masih buram, cahaya putih ruangan rumah sakit membuatnya menyipit.

Suara mesin monitor terdengar samar, begitu pula suara kursi yang bergeser cepat di sampingnya.

“Za! Alhamdulillah, kamu sadar!” seru Yanuar lega. Ia segera berdiri dan menekan bel panggil untuk memanggil dokter.

Dokter dan perawat masuk tergesa, memeriksa kondisi Khanza dengan teliti.

Setelah beberapa menit, dokter menatapnya lembut.

“Bu Khanza, kondisi Anda sudah lebih stabil sekarang. Tapi saya harus jujur. Anda mengalami leukemia. Penyakit ini memang butuh penanganan jangka panjang.”

Khanza langsung terkejut ketika mendengar perkataan dari dokter.

“Leukimia, dok? Ya Allah, kenapa aku, Dok? Aku… aku belum siap…”

Yanuar yang berdiri di samping ranjang ikut menunduk, hatinya perih melihat tangis Khanza.

Ia menggenggam tangan wanita itu erat-erat.

“Za, jangan ngomong gitu. Kamu kuat. Kamu pasti bisa lewatin ini.”

Khanza menggelengkan kepalanya sambil menangis sesenggukan.

"Yan,jangan bilang Mama sama Mas Reza…”

“Za, tapi mereka punya hak tahu. Mereka orang yang paling sayang sama kamu.”

Air mata Khanza jatuh lagi. Ia menggenggam tangan Yanuar lebih erat, seakan memohon.

“Justru karena itu, aku nggak mau mereka tahu. Mama pasti bakal hancur kalau dengar anaknya kena penyakit ini. Dan Mas Reza… dia udah cukup sakit hati karena aku. Aku nggak mau dia tambah terbebani.”

“Khanza…” suara Yanuar tercekat, matanya ikut berkaca-kaca.

“Aku mohon, Yan. Biarkan ini jadi rahasia kita. Biar aku aja yang tanggung. Kalau memang umurku nggak panjang, setidaknya aku pergi tanpa bikin mereka semakin menderita.”

Yanuar menggeleng cepat, suaranya penuh emosi.

“Jangan ngomong gitu! Kamu bakal sembuh, Za."

Ia menarik napas panjang, lalu menunduk pasrah.

“Kalau itu yang kamu mau, aku janji. Aku nggak akan bilang ke Mama atau Reza. Tapi dengan satu syarat…”

“Syarat?”

Yanuar menganggukkan kepalanya dan mengatakan kalau Khanza harus optimis.

1
Dwi Estuning
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!