Setelah kemenangannya melawan keluarga Ashcroft, Xander menyadari bahwa kejayaan hanyalah gerbang menuju badai yang lebih besar.
Musuh-musuh lama bangkit dengan kekuatan baru, sekutu berpotensi menjadi pengkhianat, dan ancaman dari masa lalu muncul lewat nama misterius: Evan Krest, prajurit rahasia dari negara Vistoria yang memegang kunci pelatihan paling mematikan.
Di saat Xander berlomba dengan waktu untuk memperkuat diri demi melindungi keluarganya, para musuh juga membentuk aliansi gelap. Caesar, pemimpin keluarga Graham, turun langsung ke medan pertempuran demi membalas kehinaan anaknya, Edward.
Di sisi lain, Ruby membawa rahasia yang bisa mengguncang keseimbangan dua dinasti.
Antara dendam, cinta, dan takdir pewaris… siapa yang benar-benar akan bertahan di puncak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
"Aku, Bernard, dan para pengawalmu akan mengawasimu dari jarak cukup jauh. Kemarin, Bernard dan Darren sudah memasang beberapa kamera di beberapa sudut pulau itu sehingga semua gerak-gerikmu selama menjalankan ujian bisa kami lihat. Untuk memaksimalkan ujian, semua alat komunikasi akan dibatasi, kecuali satu alat pelacak.
Dan seperti yang sudah kutekankan sejak awal, para pengawalmu tidak dibolehkan menolongmu selama ujian. Jika aku dan Bernard merasa keadaan menjadi semakin berbahaya, kami akan menolongmu dan menghentikan ujian. Kau mengerti, Alexander?"
"Aku mengerti, Tuan." Xander mengepalkan tangan erat-erat.
"Kau memiliki waktu terbatas untuk mempersiapkan semuanya. Kita akan bertemu di pantai dalam waktu setengah jam lagi. Pastikan kau melakukan yang terbaik."
Evan Krest, Bernard, Darren, dan Kelly meninggalkan Xander. Mereka berjalan menuruni bukit melalui undakan tangga batu untuk sampai ke pantai.
"Apa menurutmu Alexander akan berhasil, Ayah?" tanya Bernard yang berjalan di belakang Evan Krest.
Darren dan Kelly saling menoleh satu sama lain.
Evan Krest tertawa. "Tentu saja Alexander bisa melakukannya. Dia cerdas dan nekat di saat bersamaan. Dengan meningkatnya kekuatan fisiknya, dia akan menjadi lebih merepotkan dibandingkan sebelumnya."
Evan Krest, Bernard, Darren, dan Kelly berhenti sesaat, lalu kembali menuruni undakan tangga batu dengan langkah agak cepat.
"Tapi Alexander tidak memiliki pasukan dan teknologi canggih bersamanya saat ini."
"Aku sudah mendengar cerita masa lalu Alexander dari Tuan Marcus beberapa hari lalu. Sejak bayi, Alexander terpisah dengan orang tuanya dan harus hidup mandiri tanpa kekayaan dan kedudukan. Dia mampu selamat dari tragedi berdarah tiga puluh tahun lalu di mana pelaku utamanya tidak lain adalah keluarganya sendiri yang menyewa sekelompok pembunuh bayaran yang dipimpin oleh pria bernama Miguel."
Bernard, Darren, dan Kelly sontak terkejut.
"Apa Miguel yang dimaksud adalah Miguel yang sekarang menjadi orang kepercayaan Alexander, Kakek?" tanya Darren dengan wajah yang masih terkejut.
"Kau benar. Miguel dilempar ke penjara oleh keluarga Ashcroft setelah gagal membunuh Alexander dalam kejadian tiga puluh tahun lalu. Saat dia terbebas dari penjara, Miguel berniat untuk membalaskan dendam pada keluarga Ashcroft. Dalam perjalanannya, Miguel justru bertemu dengan adiknya yang sedang sekarat. Alexander memerintahkan pasukannya untuk menolong adik Miguel dan di saat yang sama menangkap Miguel. Dibandingkan membunuhnya, Alexander justru menjadikan Miguel sebagai bawahannya. Alexander tahu jika Miguel berniat untuk membalaskan dendam pada keluarga Ashcroft. Di sisi lain, Alexander sengaja menolong adik Miguel agar Miguel memiliki hutang budi padanya sekaligus satu-satunya pilihan untuk bisa membalaskan dendam pada keluarga Ashcroft. Cara itulah yang digunakan Alexander untuk menjerat Miguel. Itu cara yang cerdik, licik sekaligus sembrono."
"Kau benar, Ayah. Cara yang digunakan Alexander licik dan juga sembrono. Alexander menjerat Miguel dengan kelemahan dan dendamnya, padahal Miguel bisa saja berbalik menyerangnya dengan mudah. Keuntungan yang diperoleh Alexander sebanding dengan keburukan yang akan didapatkannya ketika Miguel berbalik arah. Tapi sepertinya Miguel sudah mengaku kalah dan tunduk. Aku benar-benar terkejut orang sekuat Miguel bisa dengan mudah takluk di hadapan Alexander. Aku jadi semakin bersemangat melatih Alexander." Bernard mengeratkan jari-jarinya.
"Jika Alexander berhasil mengatasi kelemahan terbesarnya dan di saat yang sama dia memperkuat kelebihannya, dia akan menjadi sosok yang sangat sulit ditaklukan." Evan Krest tertawa. "Ujian ini seharusnya tidak membuatnya kesulitan. Ya, aku harap Alexander tidak mengecewakanku."
Sementara itu, Xander masih berada di pinggiran tebing, memandang pulau yang akan dijadikannya sebagai tempat ujian. Dengan keterbatasan teknologi dan tidak adanya pasukan, ia harus bisa membuat rencana yang tepat untuk bisa membawa kelima bendera dan menyelesaikan ujian dengan tepat waktu.
Xander sudah membaca beberapa informasi mengenai pulau-pulau kecil di sekitar pulau Tuzon dan pulau-pulau besar lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Evan Krest, pulau-pulau kosong merupakan tempat beberapa spesies hewan-hewan racun yang berbahaya.
"Tuan Xander," ujar Govin yang mendekat bersama Miguel dan pengawal lain.
Xander melirik sekilas, kembali memandangi pulau. "Kalian tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku sudah memikirkan rencana untuk melewati ujian ini."
"Kami mempercayai Anda sepenuhnya, Tuan," balas Govin.
"Aku harus bersiap dan sebaiknya kita tidak berbicara lebih jauh dari ini. Jangan sampai Evan Krest dan Bernard mencurigai kita." Xander berjalan menuju tangga untuk sampai ke pantai. Langkahnya terasa sangat ringan karena lepas dari sepatu dan rompi besi.
Govin menatap kepergian Xander. Ia sama sekali tidak pernah meragukan Xander. Dengan melihatnya sekarang, ia tahu jika atasannya itu sudah bertambah kuat.
"Kita akan tetap merahasiakan soal Edward yang sudah menemukan Franklin sekaligus informasi mengenai Franklin pada Tuan Xander," kata Govin, "kita akan memberitahunya ketika Tuan Xander sudah menyelesaikan ujiannya."
Govin dan para pengawal memilih jalur berbeda dengan Xander menuju pantai.
Sementara itu, Xander tengah menuruni undakan tangan dengan cukup cepat. Ia menyadari jika selama ini sudah terlalu bergantung dengan pasukannya serta kekuasaan yang dimilikinya sehingga membuatnya cukup abai dengan perkembangannya yang harus terus ditingkatkan.
Xander menoleh saat melihat rombongan pengawal dari jalur lain. Kepalan tangannya menguat bersamaan dengan langkahnya yang semakin cepat. "Aku harus bisa melakukannya."
Lima menit sebelum pemberangkatan, Xander sudah tiba di pantai.
"Dilihat dari sorot matamu, kau sepertinya sudah sangat siap, Alexander." Evan Krest tersenyum, memberi tanda pada Darren.
Darren memeriksa tubuh Xander dari atas hingga bawah. "Aman."
Kelly maju selangkah, kemudian memberikan sebuah tas kecil pada Xander.
"Kau boleh memeriksa tas itu lebih dulu, Alexander." Evan Krest menoleh pada Govin, Miguel, dan pasukan Xander yang juga berada di sekitar pantai dalam jarak yang agak jauh.
Xander segera memeriksa tas. Sesuai dengan penjelasan tadi, hanya terdapat pisau, tali, dan obat-obatan dalam jumlah terbatas.
"Kita berangkat sekarang." Evan Krest menaiki perahu lebih dahulu, diikuti oleh Bernard, Kelly, Darren, kemudian Xander.
Govin, Miguel dan sebagian pengawal akan menaiki perahu yang berbeda, sisanya akan bertahan di pulau untuk berjaga.
Perahu melaju dengan cukup cepat. Xander menatap pulau yang semakin membesar dalam pandangannya. Sejujurnya, ia cukup tegang meski di saat yang sama semakin bersemangat.
Lima belas menit kemudian, perahu hampir menepi di pantai.
Pulau yang terlihat kecil berubah menjadi pulau yang cukup luas.
Xander bergegas memeriksa semua perlengkapan.
Perahu akhirnya menepi di sisi pantai. Perahu yang membawa Govin, Miguel, dan beberapa pengawal tiba tak lama setelahnya di belakang perahu yang dinaiki Xander.
"Alexander, kau sudah siap?" tanya Evan Krest.
"Aku siap, Tuan." Xander menoleh pada pasir putih tak jauh darinya. Saat ia menyentuh pasir itu, ujian akan langsung dimulai.
"Selain kau harus mengambil kelima bendera dalam waktu yang ditentukan, aku ingin kau juga datang membawa sesuatu."
"Sesuatu?" Xander terdiam sesaat, menerka maksud tersebut.
"Saat kau mendengar suara lonceng kapal untuk kedua kalinya, itu tandanya waktu ujianmu berakhir." Evan Krest memberi tanda pada Kelly dengan anggukan kepala. "Waktu ujianmu dimulai dari sekarang."
Lonceng seketika berbunyi.
Xander dengan cepat melompat ke pantai. Begitu kakinya menyentuh butiran lembut pasir, ia menarik napas panjang, kemudian melesat ke arah kerumunan pohon di depannya.
#✌️✌️✌️
cepat² di up nya min
#makan2