Aku terpaksa mengikuti permainan orang orang kaya dengan meminum satu botol wiski demi uang untuk operasi jantung adikku.
Siapa sangka setelah itu aku terbangun di pagi harinya sudah kehilangan kesucianku, dan yang lebih menyakitkan lagi, aku sama sekali tidak tahu siapa pria yang sudah menodaiku.
Dengan berlinang air mata, aku kabur dari hotel menuju rumah sakit. Aku menangis sejadi-jadinya untuk menghilangkan sesak di dadaku.
Aku Stevani Yunsu bukanlah wanita murahan. Apakah pria itu akan bertanggung jawab atas perbuatan malam itu?
Ikuti cerita novelku...🤗🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 💞💋😘M!$$ Y0U😘💋💞, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cia Teman Yang Baik
Setelah Stevani dan Zaline berbicara dari hati ke hati, keduanya pun bisa lebih tenang sekarang. Zaline tidak jadi mengatakan siapa dirinya sebenarnya karena Stevani melarang untuk membahas hal itu. Stevani tertidur di sofa rumah sakit hingga pukul satu siang. Wanita itu bahkan tetap bergeming saat Zaline di periksa oleh dokter.
"Sepertinya kakakmu sangat lelah." ujar dokter yang menangani Zaline.
"Ia bekerja malam hari pak dokter, ia baru tidur jam 9 pagi ini." jawab Zaline.
"Aku tahu pekerjaan kakakmu."
"Aku tekankan bahwa kakakku bukan wanita murahan atau wanita seperti itu pak dokter."
Dokter tersebut menautkan alisnya lalu tersenyum. "Aku percaya ia wanita baik baik, aku sudah mengenalnya selama 5 tahun nona Zaline, pertama kali ia membawamu aku pikir ia adalah ibumu."
"Kakak bekerja sebagai pengantar minuman di sebuah klub malam. Tapi ia tak pernah minum setetes pun selama bertahun tahun. Kakak memang seperti seorang ibu bagiku, ia benar benar menyayangiku." ujar Zaline.
"Pertahanan yang luar biasa, pergaulan di malam hari biasanya akan mengubah seseorang. Tapi nona Vani bisa mempertahankan dirinya."
"Kakak wanita yang cantik dan baik, ia sangat bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Banyak sekali yang menghinanya pak dokter. Tapi kakak selalu sabar dan mengacuhkan semua hinaan itu."
"Nona Vani memang sangat cantik, ia juga penyabar, aku tahu apa yang dialaminya, sedikit banyak ia pernah menceritakan kehidupannya padaku. Oh ya pria yang membayar semua biaya rumah sakit, aku pikir ia sangat menyukai kakakmu."
"Ia bukan pria baik baik pak dokter, aku bisa melihatnya. Ia sedang memanfaatkan keadaan, semoga kak Vani bisa mendapatkan uang untuk mengembalikan semuanya pada pria itu."
"Kau posesif sekali pada kakakmu."
"Karena aku sangat menyayanginya."
Dokter itu tersenyum lagi. "Kau sudah siap kan untuk operasi besok?"
Zaline menganggukkan kepalanya.
"Percayalah operasi ini akan berhasil nona kecil, kau akan sembuh dan kembali bersama kakakmu. Dimana bu Yoyoh?"
"Bukankah bu Yoyoh ada di luar?"
"Sebelum aku masuk kemari, aku tak melihatnya di luar."
"Mungkin bu Yoyoh sedang berjalan jalan karena bosan, ia wanita yang sangat baik."
"Mengapa kau baru tahu soal bu Yoyoh nona kecil? Sebenarnya bu Yoyoh itu sudah menjagamu sejak kau ditinggalkan nona Vani untuk bekerja. Apa kau merasa tidak membutuhkan wanita itu?"
"Kakak sering mengatakannya tapi aku tidak perduli karena aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku selalu berpikir negatif pada orang orang di sekitar kakak. Pertama kali aku bertemu bu Yoyoh di warungnya, aku bersikap acuh tak acuh. Dan kini aku sadar, Tuhan ternyata masih menciptakan orang baik seperti bu Yoyoh."
"Bicaramu sangat dewasa, baiklah kita sudahi obrolannya, bukankah saatnya kau membangunkan kakakmu, ia akan terlambat bekerja." ujar dokter tersebut.
Zaline menatap jam dinding. "Ya Tuhan, dokter benar, kakak bisa terlambat."
"Aku tidak berani membangunkannya, aku pamit nona Zaline. Segera tekan tombol di samping ranjangmu jika merasakan sesuatu pada tubuhmu, oke cantik..."
Zaline menganggukkan kepalanya dan membiarkan dokter yang menanganinya keluar dari ruangan. Dokter tersebut memang sudah seperti teman untuk Zaline dan Stevani. Dokter yang sangat baik dan selalu berbicara santai dengan mereka.
Zaline menatap Stevani yang masih tertidur pulas, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tak tega juga membangunkan kakaknya yang terlihat sangat lelah. Tapi kakaknya harus tetap bekerja karena besok ia akan mengambil cuti.
"Kakak..." panggil Zaline pelan. "Kak Vani... kakak..." panggilnya lagi dengan suara lebih keras.
Stevani mengerjapkan matanya berkali kali lalu akhirnya membuka matanya. Wanita itu menatap jam dinding lalu terkesiap dan seketika terduduk. Zaline tertawa melihatnya membuat Stevani menatapnya.
"Kau sengaja membiarkan kakak tertidur ya?"
"Kakak terlihat lelah, aku tidak berani membangunkan kakak. Bahkan tadi dokter Mark datang tapi kakak tidak bangun."
"Ya Tuhan, dokter Mark memeriksamu dan melihat kakak tertidur, memalukan sekali. Apa kata dokter Mark, kau baik baik saja kan?"
Zaline menganggukkan kepalanya. "Dokter Mark tahu kakak lelah, ia juga tak berani membangunkan kakak. Dokter bilang hal hal yang baik soal operasiku, kakak tak perlu khawatir. Kak Vani nanti terlambat, kakak pulanglah untuk mengganti pakaian."
"Dimana bu Yoyoh?"
"Aku tak tahu."
"Kakak mencari bu Yoyoh dulu baru pulang, sebentar ya sayang."
Stevani beranjak dari tempat duduknya, baru mau keluar ruangan, bu Yoyoh masuk ke dalam.
"Maafkan ibu neng, tadi ibu bertemu teman lama yang anaknya sedang sakit juga. Jadi ibu mengobrol sebentar." ujar bu Yoyoh.
"Baru saja aku ingin mencari ibu, tidak apa apa bu. Maaf aku harus pulang sekarang, aku titip Zaline ya." ujar Stevani.
"Tentu neng Vani, hati hati di jalan."
Stevani menganggukkan kepalanya lalu mendekati Zaline. "Kakak pulang dan bekerja ya, kakak akan usahakan pulang lebih cepat nanti untuk menemanimu sebelum masuk ruang operasi." ujarnya seraya mencium kening Zaline.
"Jika pekerjaan sibuk, kakak tak perlu terburu-buru pulang. Aku bersama bu Yoyoh, kakak tak perlu khawatir. Operasi juga akan di mulai jam 10 pagi."
"Baiklah kalau begitu... Kakak pergi sekarang, dah..."
"Hati hati kak."
Stevani menganggukkan kepalanya lalu keluar dari ruangan, ia segera keluar dari rumah sakit menuju kontrakannya dengan taksi.
*****
Beruntung bagi Stevani karena tidak terlambat datang ke klub, jika ia sampai terlambat maka Huber bisa bisa tak mengizinkannya mengambil cuti. Waktu perjanjian pengembalian uang tinggal 3 hari lagi. Ia harus bekerja lebih keras lagi untuk mendapatkan uangnya.
Sebenarnya Stevani sudah putus asa, ia merasa tak mungkin mendapatkan uang sebesar itu selama 3 hari terakhir.
"Van... bagaimana keadaan Zaline?" tanya Cia mengejutkannya. "Ya Tuhan, kau sedang melamun nona."
"Maaf Cia, aku sedang banyak pikiran. Zaline baik, ia besok akan operasi."
"Aku mendengar soal tuan Dani. Mengapa kau tidak mengatakannya padaku, kau malah menceritakan semuanya pada Juana."
"Apa bedanya aku menceritakan semua ini padamu atau Juana? Kalian pasti akan tahu semuanya."
"Apa kau kehabisan akal hingga terlibat dengan pria itu Van?"
"Aku juga tak ingin Cia, ia datang ke rumah sakit dan melakukan semuanya tanpa persetujuanku. Aku tak tega dengan Zaline hingga terpaksa melakukannya."
"Aku ada tabungan 50 juta, aku bisa meminjamkannya padamu. Jangan menolaknya Vani, aku tak ingin kau jatuh di pelukan pria bertunangan itu. Aku meminjamkannya bukan memberikannya cuma cuma, aku akan membantumu untuk mendapatkan sisanya. Kau tahu tidak kalau malam ini ada tamu istimewa yang menyewa lantai 3, aku akan mendapatkan uangnya dari para konglomerat itu."
"Cia..."
"Aku tak ingin mendengar apapun dari mulutmu, aku tahu kau tak mungkin bisa mendapatkan uangnya. Kau ingin menyerahkan dirimu pada pria itu, jangan harap aku mengizinkannya." ujar Cia marah.
Stevani terisak, ia tak menyangka ada teman yang seperti Cia. Wanita itu menjual tubuhnya untuk mendapatkan uang, bagaimana ia bisa memakai uang wanita itu.
"Cia... aku akan memakai uangmu jika benar benar selama 3 hari ini aku tak mendapat solusinya. Tolong jangan paksa aku untuk merepotkanmu Cia." ujar Stevani.
Cia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar keras kepala. Tapi ingat kata kataku, aku tidak akan mengizinkanmu bersama tuan Dani, ingat itu. Jika kau tetap melakukannya, anggap saja kita tidak pernah kenal." ancamnya seraya meninggalkan Stevani.
"Cia..." panggil Stevani tapi wanita itu tetap meninggalkannya begitu saja.
Stevani menundukkan kepalanya lalu menghapus air matanya.
"Vani..." panggil Huber.
Stevani pun segera menghampiri Huber.
*****
Happy Reading All...