tidak mudah bagi seorang gadis desa seperti Gemi, untuk menjadi seorang prajurit perempuan elit di kerajaan, tapi yang paling sulit adalah mempertahankan apa yang telah dia dapatkan dengan cara berdarah-darah, intrik, politik, kekuasaan mewarnai kehidupannya, bagaimana seorang Gemi bertahan dalam mencapai sebuah kemuliaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mbak lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pasukan pelarian
Pasukan pemberontak sudah dipenjarakan dan dilucuti senjatanya, sebagian lagi melarikan diri, di jalan mereka bertemu dengan dua orang berkuda dari arah selatan ,
" pasukan sudah dikalahkan, pangeran Soka dilumpuhkah, Tumenggung Manca mangkat ( pimpinan tertinggi ) " berkata orang dari pasukan yang baru keluar dari kotaraja.
" kita akan kemana " tanya yang lain
" bagaimana kalau kita pergi mengambil beberapa rampasan di bukit kerang, para wanita istana bersembunyi disana, pengawal mereka tinggal sedikit saja " kata orang yang baru saja datang dari menyerang para wanita bangswan.
" berapa kekuatannya "
" tidak sampai lima belas prajurit elit lelaki dan perempuan, kita bisa merampok mereka dan juga membalaskan dendam pangeran Soka dengan membantai wanita dan anak-anak, kemudian kembali ke rumah atau mencari tempat berlindung drngan harta rampasan " kata yang lain
pada Akhirnya diputuskan bahwa sekitar seratus tiga puluh orang itu akan mengambil uang terlebih dahulu sebelum meneruskan pelarian.
Benteng bukit kerang adalah bekas benteng terbengkalai, beberapa tahun lalu menjadi pusat pertahanan, bangunanya masih kokoh berada di tengah-tengah bukit kerang dengan dengan beberapa sistem perlindungan bagi penghuninya.
tapi benteng ini mungkin layak bagi kami para prajurit yang terbiasa tinggal dimanapun, tapi ini adalah masalah untuk para wanita, tangisan dan rengekan mulai terdengar.
" naiklah menara pengintai " kataku memberikan perintah kepada seorang pengawal
" lima orang berjaga, yang lain istirahat " perintahku lagi dengan cepat perintah itu dilaksanakan,
" carilah sumur atau penampungan air " kataku kepada yang lain lagi
" biarkan para putri beristirahat " kataku kepada seorang emban muda
" bagaimana cara istirahat, tempat ini ..." seorang emban yang kuperintah sedikit ragu, aku mengerti ilalang setinggi tubuh manusia bertebaran dimana-mana,
" itu tugas kalian, kerjakan saja " kataku tidak mau tahu, gadis itu menggigit bibirnya, tapi seseorang berjalan ke arahku.
" hai kau pengawal bodoh, kau pemimpin rombongan ini kan ? bahkan Hantu tidak bisa istirahat disini, kau menyuruh kami tidur di tempat seperti ini, dimana otakmu ?" kata Selir Gatari, selir itu adalah putri seorang pembesar di daerah blambangan, mempunyai cara berbicara dengan cepat.
" biar diurus sebentar oleh para emban, mohon selir sedikit bersabar " kataku dengan memejamkan mata,
kemudian selir Gatari mulai memaki dan berkata dengan kasar, aku berada diujung kesabaran,
" Dengarkan " aku berteriak sambil mengacungkan celuritku yang berlumuran darah, seketika selir itu terdiam
" kalau kau tidak mau tinggal, segera bawa orangmu pergi dari sini dan pulanglah ke istana yang nyaman, dengarkan tugasku menjaga kalian dengan taruhan nyawa kami, jangan remehkan tugas saya kami tidak bertugas membuat selir merasa nyaman " kataku sambil menekankan posisku, bukan aku meremehkan tugas para emban aku hanya merasa kami mempunyai tugas masing-masing.
" apapun itu kau tetep jongos " kata selir Gatari sambil berlalu, setidaknya dia sedikit merasa jeri karena aku sudah mengeluarkan celuritku, mungkin kalau ini diistana aku akan ditangkap karena sudah membuat selir ini tidak nyaman, ahhh aku membenarkan rambutku yang panjang, hitam dan selalu tergelung dengan rapi mulai acak-acakan, tiba-tiba aku mempunyai niat kalau selamat dari sini akan memendekan rambut sehingga tidak perlu lagi waktu lama untuk membuat gulungan pada rambut.
aku berkeliling dan melihat pasukanku, beberapa orang bergelimpangan di koridor benteng tanpa alas tanpa dibersihkan dengan senjata lengkap, beberapa orang berjaga di bibir benteng dan melihat sekitar, seorang pengintai berada di atas.
" jangan sampai tertidur , kalau mengantuk segera cari ganti " teriaku
" Baik " kata yang berada di atas
" ada sumur tua, saya sudah mengecek dan masih berfungsi, airnya juga bersih " lapor Darma
" beritahukan kepada para emban, biarkan mereka membuat makanan " kataku kembali memberikan perintah.
" Nyai Senapati, apakah layak bagi ibu suri dan permaisuri tinggal di tempat ini " seorang emban yang sedikit berumur datang ke arahku, aku menarik nafas panjang dan bergegas mendatangi sebuah aula yang tidak terlalu besar, ibu suri dan Permaisuri sudah duduk dengan tenang diantara ilalang yang ditebas dan dibuat menjadi dampar darurat.
" maaf ibu suri, apakah keadaan benteng ini bisa diterima " tanyaku dengan pelan, aku tahu orang tua ini jauh lebih bijaksana, dan pemimpin sesungguhnya dari dinasti, semua akan menurut padanya, satu-satunya yang dibuat mengerti adalah wanita tua ini.
" Kau uruslah keamanan, jangan urusi hal sepele seperti ini " kata ibu suri sudah bertitah, ada beberapa mata memandangku dengan tidak puas,
" Terimakasih atas pengertian ibu suri , terimakasih atas pengertian permaisuri " kataku juga menyanjung wanita nomer satu itu, dan aku segera meninggalkan tempat itu diiringi tatapan tajam beberapa orang yang mungkin ingin menelanku bulat-bulat.
Malam segera datang, api unggun menerangi benteng dan satu-satunya cahaya adalah api unggun ini, kekuatan kami bertahan di benteng dengan manusia sebanyak ini adalah tiga hari, kemtongan dari atas menara pengintaian di bunyikan, kami bersiap seketika, aku berlari menuju menara
" ada pasukan menuju kesini nyai "
" berapa orang " tanyaku
" lima puluh pasukan berkuda dan lebih dari seratus berjalan kaki " kata nya, kami terkejut
" berapa lama " tanyaku lagi
" sejam perjalanan "
" rapatkan pintu benteng, siapkan panah, lepaskan panah sanderan " pekikku aku tahu konsekuensi fatal dari melepas panah sanderan, akan memberikan titik pasti kepada musuh dimana kami berada, tapi aku berharap dengan dilepaskan panah sanderan adalah satu-satunya sinyal meminta bantuan kepada pasukan kami yang lain.
semua bergerak menempati posisi masing-masing, para pembawa tandu juga sudah bersiap dengan pedang masing-masing.
" ibu suri, permaisuri mohon bersiap, benteng sedang di kepung " kataku berhati-hati, permaisuri menampakan wajah pucat seputih kapas, kami tidak mendapatkan informasi apapun dari luar, dengan kedatangan pasukan untuk mengepung kami, besar kemungkinan bahwa pasukan sinuhun berhasil dikalahkan tanpa kami ketahui kalau pasukan ini hanya pasukan pelarian, apalagi malam gelap gulita kami tidak bisa melihat dengan jelas kondisi pasukan penyerang.
ibu suri walaupun terlihat terpukul tapi mampu menguasai diri, terdengar isak tangis,
" berapa kekuatannya mereka " tanya ibu suri
" sekitar seratus limapuluh pasukan " kataku dengan cepat
" berapa sisa orangmu " tanya ibu suri lagi
" empat belas prajurit, empat puluh lelaki pembawa tandu " jawabku lagi
" Apa ada harapan " tanya ibu suri terlihat berat, bersamanya adalah anak, menantu para cucu bahkan cicit, beberapa masih anak-anak dan bayi.
" kami akan berusaha, mohon bersiap " kataku dan segera meninggalkan aula sempit itu, seorang putri meraung
"Kenapa mereka mengincar perempuan dan anak-anak " aku tersenyum kecut dan tidak berhenti untuk menjawab pertanyaan semacam itu.
Dalam pergantian kekuasaan biasanya perempuan akan menjadi harta rampasan, tapi tidak dengan anak lelaki, biasanya mereka akan di habisi, tapi tentu saja itu setelah kami para pengawal habis dulu.