Maria bereinkarnasi kembali setelah kematiannya yang tragis oleh tunangannya yang mengkhianati dirinya, dia dieksekusi di kamp konsentrasi milik Belanda.
Tragisnya tunangannya bekerjasama dengan sepupunya yang membuatnya mati sengsara.
Mampukah Maria membalaskan dendamnya ataukah dia sama tragisnya mati seperti sebelumnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 KEDATANGAN DOKTER TETANGGA
Matthijs masih terbaring tak sadarkan diri di atas sofa panjang yang ada di ruangan tamu.
Sedangkan Grand duke Herman tampak murung, duduk didekat Matthijs, wajahnya menampakkan kesedihan yang teramat dalam.
Akibat Grand duke Herman marah dan emosi karena Maria menjalin hubungan lain dengan Rexton bahkan melakukan nikah kontrak padahal status Maria saat ini masih bertunangan dengan Prinsen, hal itu lah membuatnya menghukum cambuk putrinya itu.
Terdengar langkah kaki berderap masuk ke ruangan tamu rumah dinas Grand duke Herman.
Datang Menik dan Ayu sepertinya mereka tidak datang hanya berdua saja melainkan bertiga.
"Meneer, ini dokternya...", ucap Menik.
"Yah...", sahut papa sembari beranjak berdiri lalu melangkah mendekati mereka.
"Saya dokter Airlangga, tetanggaan dengan anda disini, rumah saya di ujung jalan", kata dokter Airlangga ketika dia mengenalkan dirinya.
"Saya Grand duke Herman, atau panggil saja, Herman", kata papa sembari menjabat tangan dokter Airlangga.
"Siapa yang sakit ?" tanya dokter seraya melirik ke arah ruangan tamu.
"Oh, yah, putra saya, dia pingsan...", sahut papa tanpa memberitahukan apa penyebab Matthijs pingsan.
"Boleh saya memeriksanya ?" tanya dokter Airlangga.
"Silahkan... ! Silahkan... !" sahut papa sembari mempersilahkan masuk kepada dokter Airlangga.
"Permisi...", ucap dokter dengan santunnya masuk ke ruangan tamu.
Dokter Airlangga sempat menyapa ramah sembari menganggukkan kepalanya kepada Maria dan Rexton yang berada di ruangan tamu.
Secepatnya, dokter Airlangga memeriksa kondisi Matthijs.
"Bagaimana dia bisa pingsan ?" tanya dokter.
"Sa-saya tidak sengaja, cambuk saya mengenai Matthijs sehingga dia jatuh tak sadarkan diri", sahut papa.
Dokter Airlangga terdiam, menoleh sekilas ke arah papa.
"Kenapa dicambuk ?" tanya dokter.
"Karena saya sedang menghukum anak gadis saya yang nakal tapi adiknya datang membelanya", sahut papa canggung.
Dokter Airlangga menoleh ke arah Maria dan Rexton, pandangannya serius.
"Tolong bantu saya mendudukkan anak ini", ucapnya.
"Ya, ba-baik...", sahut Menik sembari menghampiri sofa panjang dimana Matthijs berbaring disana.
Ayu ikut menyusul Menik, dia menghampiri sofa lalu membantu Matthijs yang dalam keadaan pingsan itu duduk.
"Tolong lepaskan bajunya, saya mau melihat lukanya !" pinta dokter.
Menik mengangguk cepat, dia dibantu Ayu melepaskan baju milik Matthijs.
Tampak luka yang cukup parah membekas pada punggung Matthijs dan membuat dokter agak terkejut saat melihatnya.
"Lukanya sangat parah...", ucap dokter.
Grand duke Herman hanya bisa terdiam sembari menundukkan kepala karena dia merasa bersalah.
"Saya hanya bisa mengobati luka untuk sementara saja, kalau saran saya sebaiknya anak ini segera dibawa ke rumah sakit, biar ditangani lebih baik disana", nasehat dokter Airlangga.
"Ya, baik, dokter", sahut papa.
"Saya cuma memberinya obat antibiotik buat anak anda, sebaiknya besok segera dibawa ke rumah sakit, saya kuatir lukanya nanti membekas, kasihan dia", kata dokter.
"Siap, dokter", jawab papa.
"Tolong kalian berdua bantu saya pegangi anak ini karena saya mau membalut perban pada lukanya !" pinta dokter Airlangga.
"Ya, dokter...", sahut Ayu karena Menik sudah memegangi Matthijs agar anak itu bisa duduk.
Kedua asisten rumah tangga itu membantu tugas dokter Airlangga untuk mengobati Matthijs.
Selang berapa lama, dokter Airlangga telah menyelesaikan pekerjaannya, dia memberikan obat untuk diminum oleh Matthijs.
"Obat ini hanya boleh diberikan kepada dia sampai besok saja sebab dia sudah harus dibawa ke rumah sakit", kata dokter.
"Ya, dokter", sahut Menik.
"Ingat pesan saya, hanya diminum sampai besok saja", pesan dokter.
Menik mengangguk paham, diterimanya obat tersebut.
"Siapa namanya ?" tanya dokter Airlangga.
"Matthijs..., dokter...", sahut papa.
"Oh, iya, meneer, saya sarankan agar dia berbaring miring untuk sementara waktu, biar obat di dalam perbannya bisa bekerja maksimal", kata dokter.
"Siap, dokter", sahut papa.
"Kalau begitu, saya bisa pamit pulang sekarang, hubungi saya sewaktu-waktu jika memang diperlukan", kata dokter Airlangga.
"Baik, dokter...", kata papa.
"Apa tidak menunggu Matthijs sadar, dokter ?" tanya Maria.
"Tidak perlu, saya rasa dia sudah ditangani dengan baik jadi tidak perlu lagi dicemaskan kondisinya", sahut dokter.
Dokter Airlangga tersenyum ramah kepada papa dan berkata padanya.
"Sebentar lagi dia akan sadar...", ucapnya.
"Terimakasih, dokter, atas kesediaannya datang kemari", kata papa.
Grand duke Herman menoleh ke arah Menik dan Ayu, memberi tanda isyarat pada keduanya.
Sepertinya Menik dan Ayu paham maksud meneer, dengan tergesa-gesa Menik berjalan ke arah meja konsul didekat dinding, dia bergegas kembali ke arah dokter Airlangga.
"Maaf, ini dari meneer, tolong diterima sebagai rasa terima kasih atas pertolongan dokter", kata Menik.
Menik memberikan sebuah amplop pada dokter Airlangga namun dokter menolaknya.
"Tidak perlu repot-repot, ini tidak perlu, saya membantu seikhlasnya karena panggilan hati untuk menolong sesama", ucap dokter.
"Tidak perlu sungkan, kami semua sangat berterimakasih pada dokter karena telah bersedia datang kemari padahal anda juga sangat sibuk di rumah", kata papa.
Grand duke Herman menghampiri dokter Airlangga, dia tersenyum lembut sembari menepuk pundak dokter.
"Anggap saja hadiah buat dokter karena kami juga tidak bisa memberi lebih dari jasa yang telah dokter berikan pada putra saya, Matthijs", ucap papa.
Dokter Airlangga tersenyum kembali lalu menyapu ke seluruh ruangan tamu.
"Apa tidak ada yang terluka lagi, mungkin saya bisa bantu mengobati selama saya disinu ?" tanyanya.
Maria terburu-buru melangkah maju, dia menghampiri dokter yang sedang berdiri bersama papa.
"Bo-boleh saya minta obat salep...", kata Maria takut-takut.
"Apa anda juga terkena cambukan ?" tanya dokter.
Maria menggeleng pelan lalu menatap dokter dengan hati-hati.
"Tapi Rexton yang terkena cambukan papa tadi", sahutnya.
Dokter Airlangga bergegas mendekati Rexton yang terduduk diam.
"Boleh saya lihat lukanya ?" tanya dokter.
"Saya baik-baik saja", sahut Rexton.
"Tapi kata nona ini, anda juga tercambuk, mungkin ada yang dirasakan anda karena cambukan itu, biar saya melihatnya", kata dokter.
"Bukan masalah, saya tidak terluka, hanya tergores saja", kata Rexton.
Dokter Airlangga memandangi Rexton dengan tatapan serius, sepertinya dokter sangat cemas akan keadaan Rexton saat ini.
"Baiklah, saya akan berikan obat untuk anda sebagai langkah antisipasi", kata dokter.
Dokter Airlangga menyerahkan obat teruntuk Rexton.
"Karena urusan saya sudah selesai disini, saya pamit pulang dulu, jika ada sesuatu hal penting, bisa segera hubungi saya, jangan lupa segera bawa Matthijs besok ke rumah sakit untuk perawatan lebih intensif", lanjutnya.
"Terimakasih...", sahut Rexton dalam logat Inggrisnya.
Dokter Airlangga tersenyum sekilas sembari berucap pada Rexton.
"Rupanya anda dari Inggris, terdengar jelas dari logat bicara anda yang khas sana", kata dokter.
"Ya, begitu lah...", sahut Rexton datar.
"Kapan hari juga ada orang Inggris datang ke kawasan rumah disini, dia tetangga dekat dan tinggal di seberang jalan jika dari rumah ini", kata dokter.
"Oh, ya, suatu kebetulan kalau begitu, boleh tahu dari mana asalnya ?" tanya Rexton.
"Kalau masalah itu, terus terang saya kurang paham karena kami jarang bertemu sedangkan tetangga itu baru saja pindahan, belum sempat ngobrol lama", sahut dokter.
"Oh, begitu, saya paham", kata Rexton dengan anggukkan kepala.
"Silahkan mampir ke rumah saya jika ada hal lainnya yang diperlukan dari saya", kata dokter.
"Baiklah, terimakasih", sahut Rexton.
"Sampai jumpa, dan semoga hari kalian penuh keselamatan...", ucap dokter Airlangga seraya mengangguk pelan lalu berpamitan pergi kepada semua orang yang ada diruangan tamu ini.