(Update setiap hari selama ongoing!)
Clara merasa kepalanya pusing tiba-tiba saat ia melihat kekasihnya bercinta dengan sahabatnya sendiri yang sudah ia anggap seperti saudara kandungnya. Mereka berdua tampak terkejut seperti melihat hantu setelah menyadari Clara muncul dari balik pintu kamar dengan cake bertuliskan 'Happy 6th anniversary' yang telah jatuh berantakan di bawah.
"Sa–sayang ...." Kris wang, kekasihnya tampak panik sambil berusaha memakai kembali dalaman miliknya.
Leah Ivanova juga tak kalah terkejut. Ia tampak berantakan dan berusaha menutupi tubuhnya dengan kain yang kini Tanpa busana.
"Ini bukan seperti yang kamu pikirkan, Clara!" Kris berusaha mengambil alih Clara.
Gadis itu tersenyum kecut. Berani sekali ia bicara begitu padahal segalanya telah keliatan jelas?
*
Baca kelanjutannya hanya di noveltoon! Gratis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherryblessem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAH| 23
"Tuan muda Julian telah datang, Pak." Asisten pribadi Jonghwa, Pak Harto, masuk untuk memberitahukan kedatangan Julian.
"Dengan siapa dia?"
"Sendirian, Tuan."
Jonghwa tampak berpikir. "Suruh dia masuk." Ia kemudian melanjutkan membaca puisi dari penyair terkenal Korea. Meskipun sudah lama tinggal di Indonesia, Jonghwa masih mencintai sastra dari negeri ginseng itu.
Tak lama, Julian masuk dan langsung memberikan hormat pada sang kakek. Melihat kesopanan cucunya, Jonghwa tersenyum.
"Kenapa kamu datang sendirian?" Jonghwa terdengar dingin dan misterius.
"Aku tidak tahu kalau harus membawa orang lain." jawab Julian.
"Apakah istrimu itu orang lain?" Jonghwa mengentikan aktivitasnya dan memandang Julian.
Julian terdiam namun wajahnya tak berekspresi. "Tentu saja, bukan. Dia sedang sibuk karena baru bekerja dua hari."
Jonghwa kembali ke aktivitasnya. "Aku memanggilmu kesini karena aku ingin mengadakan kerja sama bisnis dengan Costca. Aku sudah memikirkannya dengan matang untuk membiarkan kamu yang mendiskusikan kerja sama itu." Jonghwa memandang Julian dalam-dalam.
"Baik." jawab singkat Julian.
"Bagaimana kabar cucu menantuku?" Jonghwa kemudian menanyakan hal yang lebih pribadi.
"Dia baik-baik saja."
"Kandungannya? Kalian sudah ke dokter?" Jonghwa memandang Julian dalam-dalam.
Julian memaki dirinya dalam hati. Ah, mereka jelas sangat sibuk dan tak sempat pergi ke dokter untuk urusan kehamilan Clara. Sekarang, ia kehilangan strategi.
"Belum. Aku dan Clara terlalu sibuk karena dia baru bekerja."
Jonghwa memandang Julian. "Kalau begitu, biar aku panggilkan dokter untuk kalian saja."
Julian panik namun segera ia kembali mengumpulkan dirinya. "Tak perlu khawatir, kakek. Kami baik-baik saja. Setelah ini, kami akan segera ke dokter." tolak Julian.
Jonghwa kembali diam. Kali ini, dia terdiam cukup lama sehingga suasana jadi terasa aneh dan canggung.
"Aku ingin kamu menghadiri acara tahunan yang dilakukan Costca. Aku tak bisa datang secara langsung jadi kau wakili kita dan pastikan untuk membahas bisnis yang ingin kubuat dengan mereka. Kau aku utus secara resmi untuk menggantikan aku. Yang lainnya boleh datang sebagai tamu namun kamu yang harus berperan menjadi pemimpin disana." perintah Jonghwa pada cucunya.
Julian terkejut namun tak menunjukkannya. Apakah tidak apa-apa dirinya muncul sebagai perwakilan sang kakek padahal keluarganya yang lain juga akan datang?
"Baik, kakek." Julian menurut meskipun ia tak yakin.
"Jangan lupa untuk membawa istrimu. Dia harus banyak muncul di acara-acara itu. Kudengar, kau melarangnya mendatangi acara-acara tersebut."
"Benar. Aku tak mau dia lelah." Julian yakin jawabannya tak akan terlalu di protes.
"Kau harus tahu posisinya di keluarga ini. Jika kau mengurungnya seperti itu, orang-orang akan memikirkan hal yang tidak-tidak." Jonghwa menasehati.
"Aku paham." Ia mengangguk singkat.
"Pergilah, aku sudah selesai dengamu.
Julian kemudian pergi dari ruangan sang kakek. Tiba-tiba, Julian teringat bahwa laki-laki yang Julian temui di pesta Sophie dan yang makan bersama Clara adalah Cakra, putra sulung dari pemimpin Costca itu sendiri.
Sepertinya, ini akan sangat menarik.
*
"Kemana saja kamu?" Clara sudah seharian tidak melihat Julian sehingga itu menjadi kata-kata pertama yang keluar dari mulutnya ketika laki-laki itu muncul.
"Aku bertemu dengan kakek. Kamu sudah tahu, kan?" Julian menanggapi sambil menarik kursi untuk duduk.
Malam ini setelah selesai bekerja, Julian mengajak Clara untuk makan di luar. Sepertinya, agenda makan malam bersama sudah menjadi agenda rutin yang tidak mereka berdua sadari.
Clara memutar bola matanya. "Aku tahu. Tapi, kenapa kamu selama itu? Aku harus membatalkan beberapa janji temu denganmu. Kau tahu, rasanya semua yang kamu lakukan itu penting sehingga aku kesulitan!" Clara mengeluh.
"Kau harus mematikan perasaan seperti itu jika ingin bekerja dengan nyaman. Percayalah padaku." Julian masih cuek menanggapi.
"Tetap saja! Hidupmu sangat sistematis! Jika aku salah, akulah yang disalahkan, kau tahu? Apalagi, kamu tak mengabarinya padaku." Clara cemberut.
"Aku baru saja akan mengatakannya."
Clara memutar bola matanya. "Terlambat, aku sudah tidak peduli!" Ia terdengar ketus namun anehnya, Julian malah tersenyum.
"Kakek ingin aku dan kamu menghadiri acara Costca Enterprise. Dia secara khusus menginginkan aku untuk menggantikannya sebagai perwakilan perusahaan induk." Julian bicara tanpa peduli pada reaksi Clara.
"Oh, ya? Kenapa begitu?"
Julian mengasikkan bahunya. "Entahlah. Aku tak tahu apa maksud kakek. Yang jelas, dia ingin kita berdua datang sebagai perwakilannya."
"Apakah yang lain tak bisa datang?" Clara memandang Julian dengan heran.
"Entahlah. Tapi, sudah pasti mereka datang. Tak mungkin mereka semua tidak datang. Acara tahunan ini adalah salah satu jalan membuka koneksi dengan Costca. Mereka lumayan tertutup. Lagipula, keluargaku semuanya pengusaha dan selalu diundang. Hanya saja, kakekku baru terpikirkan urusan kerja sama bisnisnya." Julian menjelaskan panjang lebar.
"Julian, bukankah kakekmu punya tiga orang anak? Apakah ketiganya semua pengusaha? Bagaimana dengan kakak-kakak sepupumu?" Suara Clara terdengar khawatir.
Julian tak berekspresi namun tentu selalu menjawab pertanyaan gadis itu. "Yah. Benar."
"Mmm ..., mengapa kakekmu tidak menyuruh mereka saja? Kau tahu, well, mereka kan lebih tua?" Clara berusaha mengutarakan pikirannya dengan baik.
Julian tak menjawab sebab ia sudah tahu arah dan maksud pertanyaan itu di keluarkan oleh Clara. Ia bisa merasakan kejanggalan itu di mulut Clara namun ia menolak menerimanya. Entah mengapa, seperti Clara, ia juga memiliki kekhawatiran yang sama yang tak terungkapkan.
"Well, mungkin karena mereka sibuk." Singkatnya.
"Yah ..., benar. Mereka pasti sibuk." Clara tersenyum dengan matanya, menyembunyikan perasaannya yang sesungguhnya.
Entah mengapa, ada sedikit kekhawatiran di hati Clara karena kejadian tiba-tiba ini, bisa jadi sesuatu yang mereka hindari dan takuti. Namun, apapun itu, Clara tak ingin memikirkannya sekarang.