Kairos Lim, aktor papan atas yang terpaksa menghadapi badai terbesar dalam hidupnya ketika kabar kehamilan mantan kekasihnya bocor ke media sosial. Reputasinya runtuh dalam semalam. Kontrak iklan dibatalkan, dan publik menjatuhkan tanpa ampun. Terjebak antara membela diri atau menerima tanggung jawab yang belum tentu miliknya. Ia harus memilih menyelamatkan karirnya atau memperbaiki hidup seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi Buruk
"Jika tidak membantuku, aku akan bunuh diri Kai!" ancam Han Sena, berlutut dan memegangi kaki panjang Kairos.
"Aku tidak peduli, jika mau mati maka mati saja. Lompat dari gedung ini agar enyah dari hidupku!" Menyentak tangan Han Sena agar terlepas dari kakinya.
Kairos berjalan semakin jauh tanpa peduli pada tangisan Han Sena, ia baru menoleh saat mendengar suara benda terjatuh. Ia berlari sekencang mungkin menuju pinggir rooftop, berharap tangannya bisa menggapai tangan mantan kekasihnya.
Darahnya berdesir hebat, keringat dingin terus keluar melalui pori-pori kulitnya, melihat darah dan tubuh tidak berdaya di bawah sana.
"Han Sena!" teriak Kairos.
"Han Sena." Suara Kairos melirih, pandangannya mengedar ke segala arah dan menemukan dirinya ada di sebuah ruangan gelap. Ruangan yang selalu menjadi saksi bisu rasa bersalahnya atas kematian Han Sena tanpa siapapun tahu.
"Ak-aku tidak membunuhnya," lirih Kairos meremas rambutnya yang berantakan. Sejak kasus Han Sena, Kairos tidak pernah lagi tidur di ranjang empuknya. Sofa telah menjadi teman tidurnya.
Ia mulai kesulitan bernapas, keringat tidak henti-hentinya membanjiri tubuh padahal suhu ruangan itu semakin dingin. Ia meringkuk di kaki sofa saat napasnya hampir hilang. Susah payah dirinya meraih botol obat yang tergelincir di kaki meja. Botol itu berisi obat tidur agar dia tidak mimpi buruk.
Oppa sudah tidur?
Alih-alih mengambil obat, Kairos menyambar ponselnya melihat pesan yang baru saja masuk. Ia hendak membalas tetapi panggilan lebih dulu masuk.
"Oppa."
"Hm Jagiya," lirih Kairos. Aneh tapi nyata, suara itu mampu menenangkan detak jantungnya. Serangan panik menghilang begitu saja.
"Oppa baik-baik saja? Suara oppa terdengar serak. Apa jangan-jangan oppa terbangun karena panggilanku?"
"Bukan Jagiya, oppa terbangun karena mimpi buruk. Malah oppa bersyukur kamu menelepon, oppa tenang setelah mendengar suaramu."
"Mimpi buruk?"
"Hm."
"Mimpi apa oppa?"
"Kamu meninggalkan oppa dan pergi bersama pria lain." Kebohongan terucap begitu saja di mulut Kairos agar sang kekasih tidak tahu sebesar apa rasa bersalahnya atas kematian Han Sena. Itulah salah satu alasan kenapa Kairos tidak ingin aib Han Sena diketahui oleh dunia.
"Tidak akan, Oppa Kai selalu ada di hati Hanna. Sudah dulu ya oppa."
"Hm, semoga mimpi indah Jagiya."
Kairos memutus telepon, meletakkan ponselnya di atas meja. Ia duduk di sofa memandangi langit malam melalui dinding kaca apartemennya yang mewah.
Sedangkan di belahan dunia lainnya, seorang gadis mengendap-endap keluar dari rumah hanya mengenakan piyama tidur dibalut cardigan sepanjang betis. Malam ini ia tidur di rumah orang tuanya karena paksaan dari sang papa.
Shin Hanna menghela napas lega setelah berada di jalan raya. Ia berhasil kabur tanpa diketahui oleh siapapun. Gadis itu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh menuju Grand Hannam yang terletak di Hannam-dong, yongsan-gu.
Laju mobil Shin Hanna memelan setelah memasuki kawasan elit Hannam-dong, menyebutkan unit tujuan kepada penjaga agar dibiarkan masuk.
Kaki kecilnya melangkah dengan cepat memasuki lift dari basemen, selain takut makhluk tidak kasat mata, ia juga was-was kalau saja ada reporter yang berkeliaran di sekitar apartemen.
Berulang kali Shin Hanna memencet bel apartemen Kairos sebagai bentuk privasi karena pemilik apartemen ada di dalam. Tidak lama pria dengan penampilan acak-acakan membuka pintu.
"Jagiya." Jelas Kairos terkejut melihat kedatangan Hanna jan satu dini hari seperti ini. Pria itu langsung menarik kekasihnya dan menutup pintu, jaga-jaga ada yang memotret.
"Kenapa datang Jagiya? Sudah oppa bilang untuk sementara kita tidak bertemu dulu."
"Katanya oppa mimpi buruk dan tenang saat mendengar suaraku. Aku datang untuk menemani oppa agar tidak mimpi buruk lagi."
Kairos menghela napas panjang, menutup tirai yang sejak pagi ia biarkan terbuka, barulah setelahnya menyalakan lampu di dalam ruangan itu.
"Tidurlah di kamar, besok kamu ada jadwal latihan kan?"
"Oppa?"
"Tidur di sofa."
"Kalau begitu aku tidur sofa juga, aku datang untuk menangkal mimpi buruk oppa." Hanna tersenyum lebar seolah dirinya adalah manusia tanpa beban di dunia ini.
"Sini tidur di pelukan aku oppa." Merentengkan tanganya lebar-lebar.
Kairos tersenyum tipis, ia duduk di samping Hanna dan bersandar di pundak wanita yang selalu membuat dirinya tenang. Andai saja dia lebih awal menyadari perasaan di hatinya, mungkin dia tidak akan terlibat scandal sebesar ini.
"Gomawo Hanna-ya karena selalu berada di pihak oppa, selalu menemani oppa di keadaan apapun." Mengeratkan pelukannya, rasa kantuk tiba-tiba menyerang merasai hangatnya pelukan sang kekasih.
Insomnia yang ia derita seolah tidak pernah terjadi, ia terlelap begitu mudahnya di pelukan Hanna. Berbeda dengan Shin Hanna yang tampaknya enggang untuk memejamkan mata. Ia terus memandangi wajah tampan Kairos Lim. Hidung mancung dan bibir indahnya adalah bukti ciptaan tuhan yang begitu sempurna.
"Mianhae oppa karena menyembunyikan sesuatu yang sangat besar. Aku tidak ingin oppa semakin terluka," lirihnya memainkan rambut Kairos yang menutupi kening.
"Seharusnya orang tua tidak egois mencampurkan urusan mereka dan percintaan kita. Andai bisa memilih lahir di rahim seorang wanita, aku ingin lahir dari rahim wanita yang hidupnya biasa saja. Agar hubungan dan masa depanku bebas aku pilih tanpa tuntutan siapapun."
"Oppa, jika suatu hari nanti aku mengingkari janji dan meninggalkanmu, jangan pernah putus asa ya. Percayalah di dunia ini banyak yang menyayangi oppa. Mungkin saja Eomma oppa tidak membuang oppa, melainkan berusaha melindungi sehingga menitipkan oppa di panti asuhan."
Mana nih pembaca Kairos, kok nggak ada wujudnya🙈