Shanum dan Wira Wiguna sudah menikah selama 6 tahun dan memiliki seorang anak bernama Mariska namun kebahagiaan mereka harus diuji saat Niar, mertua Shanum yang sangat benci padanya meminta Wira menikah lagi dengan Aura Sumargo, wanita pilihannya. Niar mau Wira menikah lagi karena ingin memiliki cucu laki-laki yang dapat meneruskan bisnis keluarga Wiguna. Saat itulah Shanum bertemu Rivat, pria yang membuatnya jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Ingat Semua
Di dalam kamar, Wira duduk merenung. Perkataan Niar dan Sheila terus terngiang di benaknya, namun ia tidak percaya. Ada sesuatu yang tidak beres, ia bisa merasakannya. Wira pura-pura percaya saja dengan apa yang mereka katakan, namun di dalam hati, ia bertekad untuk mencari tahu kebenarannya. Ia tahu ia harus menghubungi satu-satunya orang yang mungkin bisa dipercaya: tantenya, Anne.
Sore itu, Wira membuat alasan untuk keluar sebentar. Ia pergi ke sebuah kafe tersembunyi yang jarang didatangi orang. Tak lama kemudian, Anne datang. Wajahnya terlihat bersemangat, tatapan matanya dipenuhi antusiasme.
"Wira! Akhirnya kau menemuiku," sapa Anne, langsung duduk di hadapan Wira. "Aku tahu kau tidak percaya pada Niar."
Wira menatap Anne dengan serius. "Tante, aku butuh kebenaran. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa wanita di foto itu? Kenapa Mama dan Sheila membohongiku?"
Mendengar itu, Anne tersenyum puas. Anne yang memang musuh Niar, dengan menggebu-gebu memperlihatkan semua hal yang disembunyikan Niar pada Wira. Ia mengeluarkan sebuah tablet dari tasnya, lalu menyodorkannya pada Wira.
"Dengar baik-baik, Wira. Wanita yang kau cari tahu itu namanya Shanum. Dia adalah istrimu," kata Anne, suaranya dipenuhi semangat. "Dan anak kecil itu, dia putrimu. Namanya Mariska."
Wira terkejut, matanya membelalak. "Istriku? Putriku?"
Anne mengangguk, lalu menunjukkan foto-foto dan video pernikahan Wira dan Shanum di tabletnya. "Lihat ini! Ini adalah video pernikahanmu. Shanum bukan penguntit atau pencuri. Dia istri sah-mu! Niar yang membencinya, karena dia bukan wanita pilihan Niar."
Anne terus menjelaskan semuanya. Ia menceritakan bagaimana Niar memanipulasi Wira, bagaimana ia mengusir Shanum dan Mariska, bahkan bagaimana ia membayar orang untuk mencelakai Shanum. Wira mendengarkan semua itu dengan terkejut, lalu matanya terpaku pada sebuah video yang menunjukkan Mariska sedang memanggil Wira "Papa".
Seketika, kilasan-kilasan ingatan kembali muncul, kali ini lebih kuat dari sebelumnya. Wira mengingat tawa Mariska, pelukan Shanum, dan momen-momen indah yang ia habiskan bersama mereka. Kepalanya terasa sakit, namun ia tidak peduli. Ia kini tahu kebenarannya.
"Jadi... ini semua ulah Mama?" tanya Wira, suaranya bergetar menahan amarah. "Dia membohongiku selama ini?"
"Ya," jawab Anne, nadanya tegas. "Niar mencuci otakmu, dia menghapus semua kenangan indahmu, dan kini ia ingin membunuh istrimu. Dia wanita jahat, Wira. Dia merusak semua yang kau punya."
Wira mengepalkan tangan, amarahnya meluap-luap. Ia kini tahu siapa dirinya sebenarnya, dan ia tahu apa yang harus ia lakukan. Ia harus membalaskan dendamnya, dan ia harus menemukan Shanum serta Mariska.
****
Ruangan sidang Pengadilan Agama terasa dingin dan sepi. Wira duduk di bangku, ditemani Niar dan Aura. Wira terlihat gelisah, matanya terus mencari sosok Shanum, namun ia tidak menemukannya. Di seberangnya, duduk Pak Chandra, pengacara yang mewakili Shanum. Sidang perdana akan segera dimulai, dan Shanum tidak hadir di acara sidang perdana perceraiannya dengan Wira.
Wira menatap Pak Chandra, ada banyak pertanyaan di benaknya. Ia ingin tahu mengapa Shanum tidak datang. Ia ingin meminta maaf, menjelaskan semuanya, dan memintanya untuk kembali. Namun, ia tidak berani berucap sepatah kata pun, karena Niar terus mengawasinya.
Setelah sidang ditunda, Wira memberanikan diri menghampiri Pak Chandra. Ia berdiri di hadapan pengacara itu, wajahnya dipenuhi rasa putus asa.
"Maaf, Pak Chandra," ucap Wira, suaranya pelan. "Di mana Shanum? Kenapa dia tidak datang?"
Pak Chandra menatap Wira dengan sorot mata dingin. Ia tahu semua drama yang terjadi di antara Wira dan keluarganya. "Itu tidak penting, Tuan Wira. Yang penting, saya datang hanya dihadiri oleh pengacaranya saja."
Wira merasa frustasi. "Tapi saya ingin bertemu dengannya. Saya ingin bicara. Saya ingin..."
Pak Chandra memotong perkataan Wira. "Anda tidak perlu bertemu dengannya. Shanum sudah muak dengan semua drama ini. Dia hanya ingin hidup tenang."
Wira menunduk, merasakan sakit di dadanya. "Tapi saya ingin menjelaskan semuanya. Saya sudah ingat semuanya. Mama membohongi saya."
Pak Chandra menghela napas. Ia menatap Wira dengan penuh simpati. "Saya tahu, Tuan Wira. Shanum juga tahu. Tapi itu tidak mengubah apa pun."
"Kenapa? Kenapa dia tetap ingin bercerai?" tanya Wira, suaranya bergetar.
Pak Chandra menatap Wira lekat-lekat. "Shanum bilang ia tetap mau bercerai dengan anda," ucapnya tegas. "Bukan karena dia tidak cinta, tapi karena dia sudah lelah. Dia hampir meninggal karena ulah ibu Anda. Nyawa putrinya juga terancam. Dia tidak bisa lagi hidup dalam ketakutan seperti itu."
Wira terdiam, rasa bersalah dan amarah bercampur aduk di dadanya. Ia tidak bisa menyalahkan Shanum. Ia mengerti.
"Jadi, saya mohon," lanjut Pak Chandra, "Anda jangan memperlambat proses cerai ini." "Ini adalah satu-satunya cara Shanum bisa mendapatkan ketenangan. Biarkan dia bahagia."
Wira menatap Niar yang berdiri di kejauhan dengan tatapan penuh kebencian, lalu kembali menatap Pak Chandra. Ia tahu, ia tidak bisa memaksakan kehendaknya. Ia harus melepaskan Shanum, demi kebahagiaan wanita itu.
****
Wira berjalan keluar dari ruang sidang, langkahnya terasa berat namun hatinya dipenuhi tekad. Di sisi lain, Niar dan Aura menyambutnya dengan senyum puas. Niar merasa lega karena Shanum tetap ingin bercerai, mengira rencananya berhasil.
"Bagus, Nak. Sekarang semuanya selesai," kata Niar, menepuk bahu Wira. "Sekarang kamu bisa fokus pada pernikahanmu dengan Aura."
Wira berhenti. Ia menatap Niar dengan tatapan dingin yang tidak pernah Niar lihat sebelumnya. Senyum di wajah Niar luntur seketika.
"Ma... Aku ingat semuanya," ucap Wira, suaranya tegas. Wira tak menahan diri lagi, ia mengatakan bahwa ia ingat semuanya.
Niar dan Aura terkejut. Wajah mereka pucat, mata mereka membelalak tidak percaya. Niar dan Aura terkejut dengan pengakuan Wira.
Niar dengan cepat berusaha menutupi kebohongannya. "Apa yang kamu bicarakan, Nak? Kamu pasti lelah. Ayo kita pulang," ajak Niar, mencoba menarik tangan Wira.
Namun Wira menepisnya. "Tidak, Ma. Aku ingat semuanya. Semua kebohongan yang kalian ceritakan, semua manipulasi yang kalian lakukan, aku ingat semuanya!"
Niar berusaha menceritakan cerita bohong lagi. "Wira, jangan dengarkan siapa pun. Mereka hanya ingin memisahkan kita. Itu semua bohong, Nak," ucap Niar, suaranya dipenuhi kepanikan.
"Cukup, Ma!" bentak Wira. Wira tak percaya dengan Niar. Ia tahu kebenaran yang sesungguhnya. Ia menatap Niar dengan tatapan penuh kebencian, lalu mengalihkan pandangannya pada Aura.
"Aura," panggil Wira, suaranya datar. "Maaf, tapi aku tidak bisa melanjutkan ini."
Aura terdiam, tidak mengerti. "Melanjutkan apa, sayang? Pernikahan kita?"
Wira mengangguk. "Ya. Pernikahan kita batal."
Mendengar itu, Aura shock. Wajahnya langsung memerah, ia berteriak histeris. Ia membuat drama di sana, menangis dan memaki Wira. "Tidak! Tidak bisa! Kamu tidak bisa melakukan ini padaku! Apa salahku?!"
Wira hanya menggeleng, ia tidak peduli. Wira tak peduli. Ia sudah muak dengan semua kebohongan dan sandiwara yang mereka ciptakan. "Maaf, Aura. Aku tidak mencintaimu. Aku mencintai istriku."
Niar, yang menyaksikan semua itu, marah. "Wira! Kau sudah gila?! Kau akan menikah lagi dengan wanita rendahan itu lagi?! Tidak! Aku tidak akan membiarkan itu terjadi!"
Namun Wira tidak mempedulikannya. Ia berbalik, meninggalkan Niar dan Aura yang masih berteriak. Wira malah pergi, langkahnya cepat dan pasti. Ia tahu ia tidak bisa membuang waktu lagi. Ia harus menemukan Shanum, meminta maaf, dan membuktikan cintanya. Ia harus menemukan Shanum, satu-satunya wanita yang ia cintai.