Riris Ayumi Putri seorang gadis yang haus akan kasih sayang dan cinta dari keluarganya. Dan sialnya ia malah jatuh cinta pada kakak temannya sendiri yang umurnya terpaut jauh dengannya. Bukanya balasan cinta, justru malah luka yang selalu ia dapat.
Alkantara Adinata, malah mencintai wanita lain dan akan menikah. Ketika Riris ingin menyerah mengejarnya tiba-tiba Aira, adik dari Alkan menyuruhnya untuk menjadi pengantin pengganti kakaknya karena suatu hal. Riris pun akhirnya menikah dengan pria yang di cintainya dengan terpaksa. Ia pikir pernikahannya akan membawa kebahagiaan dengan saling mencintai. Nyatanya malah luka yang kembali ia dapat.
Orang selalu bilang cinta itu membuat bahagia. Namun, mengapa ia tidak bisa merasakannya? Apa sebenarnya cinta itu? Apakah cinta memiliki bentuk, aroma, atau warna? Ataukah cinta hanya perasaan yang sulit di jelaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon risma ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22
Alkan masih terdiam memaku mendengar sebuah rekaman yang ada pada flashdisk itu. Rekaman suara dirinya yang sedang memaksa meniduri istrinya dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh alkohol.
Hatinya sangat sesak mendengar isakan tangis istrinya yang terus mengatakan sakit. Di situ Alkan tidak perduli dan malah terus mencumbu nya dengan sesekali mengatakan nama Dara.
Alkan langsung mematikan rekaman suara tersebut. Hatinya sakit mendengarnya, ia tidak ingin semakin di hantui rasa bersalah. Lelaki itu masih diam sambil menatap kosong ke depan.
"J-jadi, Riris sedang mengandung anakku?" lirihnya pelan.
Antara senang dan sedih. Alkan kembali meneteskan air matanya. Kemana istrinya pergi? Apakah sesakit itu lukanya sampai dia menyerah? Alkan tak bisa membayangkan, ia tahu pasti wanita itu sangat terluka.
Tiba-tiba dirinya teringat dengan cctv. Alkan melihat cctv yang sudah seminggu belum dia lihat. Dengan berurutan ia mulai memutarnya, ingin tahu kapan istrinya pergi.
Dan lagi-lagi Alkan menyaksikan sebuah rekaman di dapur beberapa hari yang lalu. Terlihat Dara yang dengan sengaja menampar dan menjatuhkan dirinya. Dan dengan gampangnya Alkan percaya hingga membuatnya kembali melukai istri dan calon anaknya.
"Arghh!" teriaknya sambil mengacak-acak rambutnya kasar.
Setelah tahu semua kebenarannya, Alkan benar-benar menyesal. Sudah berhari-hari ia terus mencari keberadaan istrinya. Namun, tak ada tanda-tanda wanita itu di temukan. Sesekali Alkan terus menghubungi nomornya yang tidak aktif.
Saat ini dirinya sedang berada di sebuah cafe. Sepulang bekerja tadi Alkan kembali mencari istrinya. Namun, sampai sekarang ia tidak menemukan tanda-tanda keberadaannya.
Sebuah pelayan pria menghampirinya dengan membawa segelas jus mangga kesukaannya. Alkan tanpa sengaja meliriknya, ia terdiam menatap pelayan itu seperti tidak asing.
"Lo yang waktu itu anterin istri gue pulang kan?" tanyanya membuat pelayan itu menatapnya tidak mengerti.
"Saya?" tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri.
Alkan mengangguk pelan, "Lo kenal Riris?" tanyanya lagi.
"Oh Riris Ayumi? Kamu suaminya?" Alkan kembali mengangguk.
"Lo siapanya? Kenapa Lo anterin dia pulang?"
Alkan sangat penasaran, ia tidak ingin menuduh yang macam-macam lagi. Karena tau istrinya memang wanita baik-baik.
"Riris adalah teman kerja saya. Dia juga bekerja di cafe ini sebagai pelayan. Namun, sekarang dia sudah resign," jawabnya yang membuat Alkan terdiam.
Istrinya bekerja? Mengapa ia tidak tahu? Alkan baru ingat jika dirinya jarang memberinya uang. Lagi-lagi ia gagal menjadi suami.
Pria itu semakin frustasi, hidupnya terus di hantui rasa bersalah. Alkan benar-benar merasa kehilangan. Setiap hari tak ada lagi yang menyiapkannya makan, menyambutnya saat pulang kerja.
Tak terasa sudah sekitar dua bulan berlalu. Sampai sekarang Alkan belum menemukan keberadaan istrinya. Pria itu sekarang semakin dingin dan lebih banyak diam. Badannya semakin kurus karena jarang makan dan terus memikirkan istrinya.
"Woi! Lo kenapa sih, Kan?" tanya Bima, melihat Alkan yang sedari tadi diam saja.
Saat ini hari weekend, mereka sedang berkumpul di basecamp tempat biasa mereka nongkrong.
"Lo jangan di pikirin terus, kita bakal bantu cari istri Lo."
"Thanks," ucap Alkan sambil tersenyum tipis.
Memang Alkan sudah menceritakan semuanya kepada mereka. Awalnya teman-temannya sempat kesal dan ingin memukulinya. Dari awal mereka selalu mengingatkannya, tapi tidak pernah di dengar. Dan sekarang apa yang mereka katakan terjadi.
Mereka sedikit senang dengan penyesalan Alkan. Anggap ini sebagai pelajaran agar pria itu mikir dengan semua kesalahannya. Namun, tetap saja ada rasa kasihan pada Alkan. Pria itu terus bersedih dan terkadang mereka sering melihatnya menangis.
"Gue pamit dulu," pamitnya sambil beranjak dari duduknya.
Alkan berlalu pergi meninggalkan mereka menuju sebuah tempat. Tempat yang sunyi dan sedikit menyeramkan.
Ya, saat ini Alkan berada di sebuah pemakaman. Ia menatap sebuah batu nisan di hadapannya sambil tersenyum sendu.
"Sampe sekarang gue belum menemukan nya. Apa Lo tau kemana dia pergi?"
"Gue mohon kasih gue kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Gue janji gak bakal nyakitin dia lagi."
Sedangkan di sisi lain. Di sebuah pedesaan, seorang gadis sedang duduk bersantai di bawah pohon di belakang rumahnya. Saat ini dirinya sedang telfonan dengan seseorang.
"Kamu beneran baik-baik saja kan? Kalau ada apa-apa kasih tau aku. Lagian kenapa pake tinggal di sana segala sih!" ucap seseorang di sebrang sana.
"Aku baik-baik saja, gimana kabar dia?"
"Kamu masih saja memikirkannya! Dia stres nyari kamu, badannya sampe kurus. Dia sering menanyakan padaku juga, tapi aku abaikan. Biarin aja biar tau rasa," gerutunya.
"Kamu jangan begitu, Ra. Mau gimana pun juga dia Mas mu."
"Riris kamu jadi orang baik banget sih. Walaupun dia Masku, tetap saja dia salah. Biarin dia menyesali perbuatannya," ujar Aira merasa greget dengan kakak iparnya itu.
"Oh iya gimana sama calon keponakanku?" tanyanya antusias.
Riris menunduk menatap perutnya yang mulai membuncit. Padahal baru menginjak tiga bulan, tapi perutnya sudah terlihat sedikit membuncit.
"Alhamdulilah baik Aunty, sekarang udah gak rewel dong," ucapnya sambil tersenyum mengelus perutnya.
"Udah gak pernah muntah-muntah lagi. Tapi malah suka rewel minta sesuatu. Sering minta buat ketemu ayahnya juga," lanjutnya membuat Aira terkekeh di sebrang sana.
"Ah itu mah Bundanya yang pengen kali," goda Aira yang membuat pipinya bersemu.
Memang sebenarnya Riris sangat merindukan suaminya. Apalagi calon anaknya yang rewel, selalu ingin dekat-dekat dengan ayahnya.
Saat sedang asik mengobrol tiba-tiba terdengar suara Alkan di sebrang sana. Suara yang selama ini selalu ia rindukan.
"Eh aku tutup telfonnya dulu ya. Ada Mas Alkan," ucap Aira pelan sambil menutup telfonnya.
Riris menatap panggilannya yang sudah terputus. Lalu ia mengalihkan pandangannya menatap sekelilingnya sambil tersenyum. Hembusan angin menerpa wajahnya, suasana di sini sangat adem berbeda dengan di kota.
Jika sedang banyak pikiran, ia selalu bersantai di belakang rumahnya menikmati hembusan angin dengan menatap air danau yang memenangkan. Pikirannya akan tenang setiap kali berada di sana.
Ya, saat ini Riris berada di sebuah pedesaan. Ia menjauh dari suaminya berniat menenangkan dirinya. Riris juga ingin belajar memperbaiki diri. Seperti saat ini perlahan ia mulai menutup auratnya. Riris tidak ingin itu menjadi dosa jariyah bagi suaminya. Ia ingin belajar menjadi istri yang baik dan penuh berkah.
"Entah mengapa aku mengharapkanmu kembali dengan versi yang berbeda," gumamnya sangat berharap suaminya kembali.
Riris pergi dari suaminya karena ingin memberinya pelajaran. Sebenarnya ia tidak ingin benar-benar pisah. Apalagi saat ini dirinya sedang mengandung. Ia tidak ingin anak-anaknya menderita karena perpisahan mereka.
baru pub chap 6 penulisan makin bagus, aku suka>< pertahankan! cemangattttt🫶