Impian memiliki rumah tangga harmonis ternyata harus berakhir di usia pernikahan yang ke 24 tahun. Handi sosok suami yang di harapkan bisa melindungi dan membahagiakannya, ternyata malah ikut menyakiti mental dan menghabiskan semua harta mereka sampai tak tersisa. Sampai pada akhirnya semua rahasia terungkap di hadapan keluarga besar ayah dan ibu Erina juga kedua anak mereka yang beranjak dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Enigma Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perlakuan
Radi kembali mengecek jumlah saldo di buku tabungannya sambil tersenyum. 5 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk mengumpulkan uang sampai sebanyak ini. Sedikit demi sedikit dia mengumpulkannya untuk di tabung. Berharap jumlahnya lebih dari cukup untuk merenovasi rumah bapak di kampung dan juga untuk melamar Darti gadis incarannya.
"Sudah banyak tabunganmu Di..." suara Irawan membuyarkan lamunanku.
"Lumayan Wan, kayaknya sudah cukup buat renov rumah bapak di kampung." ku simpan kembali buku tabungan di dalam lemari pakaian milik asrama tempatku bekerja sebagai PNS.
"Bisa buat ngelamar cewekmu juga?" selidik Irawan sambil senyum-senyum.
"Kalau itu aku belum tau Wan. Aku utamakan dulu buat renov rumah bapak. Kalau ada sisa dan cukup baru aku berani ke keluarganya." jawabku
"Ya, semoga bisa dua-duanya. Biar pikiranmu gak ngalor ngidul lagi. Hahahaha...." ledek Irawan
Radi ikut tertawa. Memang benar yang di katakan kawannya yang satu ini, Radi suka mikir ke mana-mana. Maklum saja, cemoohan orang di kampung tentang keluarganya belum hilang dari ingatan.
***
"Mba nanti ndak perlu berdiri di depan. Awasi yang kerja di dapur saja sama sekalian lihat-lihat ada makanan yang perlu di tambah atau tidak." ucap bule Parti adik kandung ibu.
"Iya dek. Nanti kalau ada apa-apa bilang ke mba ya,"
"Iya mba. Ya sudah sana, langsung ke dapur,"
Masih jelas di ingatannya bagaimana keluarga besar dari pihak ibunya memperlakukan ibu kandungnya seperti seorang pembantu pada saat acara mantenan Surti anak bule Parti.
Radi yang saat itu di tugaskan untuk mengambil piring dan gelas kotor yang di taruh di kolong kursi tamu tak lepas perhatian ke arah ibunya.
"Man, tugasku sudah selesai ya. Semua gelas dan piring kotor sudah aku taruh di belakang semua." ucap Radi ke Parman tetangganya.
"Iya Di, tugasmu di ganti sama mas Andi nanti. Ya sudah, istirahat dulu sana. Dari subuh kamu kan belum istirahat."
Radi mengangguk. Segera dia berlari menghampiri ibunya yang sedang sibuk di dapur. Rupanya saat itu waktu yang tepat, ketika Radi hampir sampai dia melihat ibunya tengah siap membawa sebaskom besar nasi yang akan di bawa tanpa ada yang membantunya.
"Tunggu bu!" Radi berteriak kencang.
Ibu sempat terkejut mendengar teriakkan dari luar dapur.
"Welah...kamu ngapain di sini? Jangan ke dapur, banyak barang pecah belah," Ibu melarangku
"Iya bu. Radi gak sampai ke dalam sana. Radi cuma mau bantu ibu bawakan nasi ini," Segera di ambilnya baskom besar yang berisi nasi panas dari pegangan ibunya.
Setengah berlari Radi memanggul baskom nasi yang masih mengebul di atas pundak sebelah kanannya. Hal yang sudah biasa dia lakukan bila ke pasar saat pagi hari memanggul beras 20kg jika ada yang meminta bantuannya.
Malam hari telah tiba. Radi dan ibunya sedang duduk di bale yang ada di dapur sembari menunggu teh tubruk yang sedang di buat Tina.
"Bu, tadi ibu kenapa ada di dapur? Harusnya ibu ada di dalam kumpul sama saudara lainnya," Radi memijit kaki ibu yang di taruh di pangkuannya.
"Bule mu yang minta ibu buat mengatur yang masak di dapur. Karena gak ada yang bisa di percaya katanya."
"Lah...terus buat apa ibu di pinjamkan jarit sama baju kalau ibu malah lebih sering di dapur," tanya Yono.
"Biar seragam katanya No," jawab ibu dengan suara pelan.
"Seragam apanya? Wong baju ibu beda sama saudara ibu yang di dalam kok. Aku liat sendiri loh bu. Tadi aku ke sana ngantar telur ayam pesanan pakde Marto," Yono menyahut cepat.
"Ibu itu orangnya nerimo wae mas Radi. Di hina saudaranya ya tetep diem. Aku yang gregetan, kesel. Mau tak sahut ibu ndak membolehkan," ucap Tina sambil cemberut
"Sssstttt...sudah...sudah...acaranya juga sudah selesai. Ndak usah ribut, nanti bapakmu dengar malah jadi tambah rame. Yang penting ibu sudah jalankan amanah mengawasi dapur dan makanan kemarin."
Semua terdiam tak berani membahasnya lagi karena bapak baru saja tiba dari acara syukuran di rumah bule Parti.