Tak pernah terpikirkan bagi Owen jika dirinya akan menikah dengan selebgram bar-bar semacam Tessa. Bahkan di sini dialah yang memaksa Tessa agar mau menikahinya. Semua ia lakukan hanya agar Tessa membatalkan niatnya untuk menggugurkan kandungannya.
Setelah keduanya menikah, Tessa akhirnya melahirkan seorang putri yang mereka beri nama Ayasya. Kehadiran Ayasya, perlahan-lahan menghilangkan percekcokan yang awalnya sering terjadi di antara Tessa dan Owen. Kemudian menumbuhkan benih-benih cinta di antara keduanya.
Empat tahun telah berlalu, satu rahasia besar akhirnya terungkap. Seorang pria tiba-tiba datang dan mengaku sebagai ayah biologis Ayasya.
Bagaimana kelanjutan rumah tangga Owen dan Tessa?
Apakah Ayasya akan lebih memilih pria yang mengaku sebagai ayah biologisnya dibanding Owen, ayah yang merawatnya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShasaVinta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Kehadiran teman lama
Klik.
Bunyi kunci pintu yang dibuka oleh Owen dari dalam. Sebelumnya, ia sudah mencoba untuk menengok ke luar melalui jendela. Pandangannya tak begitu jelas. Yang dapat ia lihat hanyalah dua pria yang berdiri di depan pintunya.
“Untung saja bukan Tessa yang membuka pintu,” gumam Owen.
Pintu terbuka dan seperti yang dilihatnya melalui jendela, kini di hadapannya berdiri dua orang pria dengan wajah tampan dan tubuh yang cukup kekar. Owen sempat berpikir, mungkin saja kedua pria ini adalah penagih dari pinjaman online yang sedang marak-maraknya. Tetapi saat ia amati lagi, penampilan kedua pria ini bagai Mall berjalan. Semua barang yang mereka pakai berasal dari brand terkenal.
“Maaf, cari siapa ya?” tanya Owen.
Bukannya menjawab pertanyaan si Tuan Rumah, kedua pria di hadapan Owen malah saling melempar candaan.
“Ternyata Nawra nggak bohong!” Celetuk salah satu pria.
“Iya. Ini sih nggak mungkin salah, dia sudah pasti Owen. Kakunya masih sama, belum berubah,” sahut pria yang satunya lagi di susul tawa keduanya.
Kening Owen mengernyit saat mendengar kedua pria itu menyebut namanya juga nama Nawra. Apalagi suara keduanya terasa tak asing di telinga Owen. Lekat-lekat ia memandang kedua pria yang tertawa di hadapannya, sebelum ia memekik.
“Ben?!”
“Abraham?!”
Kedua pria itu mengangguk pelan. “Yoi, bro. Ini kita berdua,” jawab salah seorang pria yang bernama Ben.
“Sumpah, aku nggak nyangka bisa bertemu kalian lagi,” ucap Owen.
Ketiga pria tampan itu saling berpelukan, bersamaan dengan Tessa yang sudah berdiri tak jauh dari mereka. Khawatir jika makan malam mereka dingin, Tessa akhirnya menyusul Owen. Langkahnya terhenti saat melihat suaminya dan dua pria lain berpelukan. Tessa jadi terbayang salah satu adegan dari film kartun favorit Aya.
“Bang,” panggil Tessa lembut yang akhirnya melerai pelukan ketiganya.
“Bun,” balas Owen. “Sini!” satu tangannya bergerak memanggil istrinya mendekat.
“Bro, kenalin ini istriku. Namanya Tessa,” ucap Owen.
Tessa mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Pria pertama yang menyambutnya adalah Abraham. Sementara Ben bergeming dengan mulut yang sedikit terbuka. Abraham sampai harus menyikut lengan temannya, tak enak hati dengan Tessa yang sudah terlalu lama mengulurkan tangannya.
“Be-Ben,” ucap pria itu dengan tergagap.
Gila! Batin Ben bersorak.
Selebgram cantik yang dulu selalu ia pandangi hanya melalui ponsel, kini berdiri di hadapannya. Dan benar kata orang, wujud idolanya yang asli jauh lebih cantik.
Owen bisa melihat gelagat aneh Ben saat menatap istrinya. Sama seperti saat ia mengajak istrinya ke acara family gathering, tatapan Ben tak jauh berbeda dengan tatapan para dokter muda yang memuji kecantikan istrinya.
“Mereka teman-teman aku saat SMA,” ujar Owen.
Mendengar kata ‘teman SMA’, seketika raut wajah Tessa berubah. Mengapa semua teman SMA suaminya, memiliki kebiasaan yang sama? Datang di saat ia dan Owen hendak makan! Batin Tessa.
Tessa mengangguk lalu melempar senyuman pada Ben dan Abraham. “Nggak diajakin masuk, Bang? Masa tamunya dibiarin berdiri di luar gini,” ucap Tessa.
“Oh iya, sampai lupa. Ayo, silakan masuk!” Owen mempersilakan kedua temannya masuk.
Satu tangannya merengkuh pinggang istrinya dengan posesif, sementara tangan satunya lagi bergerak mempersilakan keduan temannya untuk duduk. “Silakan duduk,” lanjutnya.
“Nah, kan enak ngobrolnya kalau sambil duduk gini. Lebih nyantai,” ucap Tessa.
“Silakan lanjutkan mengobrolnya. Aku pamit buatin minuman ya,” imbuhnya.
Owen tersenyum kemudian melepaskan rengkuhannya di pinggang Tessa. Saat ia duduk berhadapan dengan kedua temannya, Owen bisa melihat pandangan Ben yang mengikuti ke arah punggung istrinya.
“Wah … jadi nggak enak, kita malah ngerepotin istrimu,” ucap Abraham.
“Santai, sudah biasa kok.” Owen masih terus menatap Ben yang sepertinya masih betah menatap ke arah mana Tessa pergi. Bahkan setelah bayangan istrinya telah menghilang, teman lamanya itu masih saja menatap ke arah yang sama.
“Sudah jadi kebiasaan istriku yang selalu ramah pada semua orang yang ditemuinya,” ungkap Owen. “Terkadang ada dari mereka yang salah paham,” imbuhnya.
Kedua alis Ben mengerut, ia melirik pada Owen sekilas. Rupanya Owen sadar jika sejak tadi aku memandangi istrinya, batin Ben.
“Nah, itu sudah menjadi risiko memiliki istri yang cantik,” celetuk Ben. Owen yang mendengarnya semakin mengerutkan keningnya.
“Makanya aku belum ingin berkomitmen dulu. Punya pacar cantik saja, kadang buat otak mendidih karena cemburu,” lanjutnya.
“Jadi kau belum nikah, Ben?” tanya Owen.
“Bukan cuma aku. Nih, curut yang satu ini juga belum. Kompak kan kita,” jawab Ben diselingi candaan.
“Aku sih karena memang belum nemu yang cocok aja. Lah kamu, tiap hari gonta ganti cewek mulu. Mana ceweknya nggak ada yang bener,” ujar Abraham.
“Biarin aja, yang penting tetap ada ceweknya. Lebih aneh kau, sekali-kali yang diimpor tuh cewek bule. Lah ini malah buah-buahan yang diimpor dari luar negeri,” celetuk Ben.
“Sudah-sudah, kalian berdua sama saja. Dari dulu nggak pernah serius soal asmara.” Owen menengahi kedua temannya yang mulai saling mengejek.
Abraham, Ben, dan Owen adalah tiga pria idola saat SMA. Ketiganya terkenal memiliki wajah rupawan yang banyak dipuja oleh para siswi.
Selain tampan, Abraham dan Ben juga terkenal berasal dari keluarga kaya raya. Jika Ben merupakan anak dari pemilik perusahaan tambang batu bara, Abraham adalah anak dari pemilik perusahaan ekspor-impor hasil bumi. Keduanya sejak dahulu terkenal dengan kebiasaannya bergonta-ganti pasangan.
Berbeda dengan Owen, siswa tampan yang terkenal cuek dan dingin kepada siswi lain. Walau berasal dari keluarga sederhana, kepintaran Owen menjadikannya idola. Banyak siswi yang penasaran, mengapa Owen hanya bisa tersenyum pada satu siswi di sekolah mereka. Dan siswi itu adalah Nawra.
Kini ketiganya kembali bertemu. Lebih tepatnya Abraham dan Ben yang menemui Owen. Sejak kelulusan, Owen yang merantau ke kota lain tak pernah lagi terdengar kabarnya.
“Wen, bagaimana kau bisa menikahi selebgram itu?” tanya Ben yang sejak tadi penasaran.
Owen cukup terkejut karena pertanyaan Ben. “Kau tahu dari mana jika istriku dulunya selebgram?”
“Istrimu terkenal, Bro. Cantik, seksi, dan yang pasti konten-kontennya selalu menarik. Bukan hanya dari kaum hawa, penggemarnya malah lebih banyak pria,” jelas Ben.
Owen mengangguk, namun dalam hati rasanya kesal juga saat tahu istrinya dikagumi banyak pria lain. “Kami dikenalkan oleh teman. Merasa cocok, akhirnya kami menikah.”
“Kau beruntung, Wen. Seandainya aku yang menikah dengannya, aku rela kehilangan gelarku sebagai pemain wanita,” ujar Ben.
“Ekhem,” Tessa berdeham agar ketiga pria yang asyik mengobrol menyadari kehadirannya.
Ben langsung dibuat salah tingkah melihat Tessa berjalan mendekat dengan nampan di tangannya. Dalam hati ia berdoa, Tessa tak mendengar apa yang ia ucapkan terakhir kali. Jangan sampai image-ku menjadi buruk di mata Tessa, batin Ben.
Tessa meletakkan secangkir kopi di hadapan masing-masing. “Silakan diminum kopinya.”
Tessa hendak kembali ke ruang makan, namun Ben mencegahnya. “Duduk saja di sini, kita kan juga ingin mengenal istri Owen,” ucapnya.
Tessa melirik pada suaminya. Saat dilihatnya Owen mengangguk, ia akhirnya duduk bersampingan dengan suaminya. Satu sudut bibir Ben terangkat saat melihat dengan sinis, Owen menggenggam satu tangan Tessa.
Cih, Owen lebay! Ngapain juga pakai acara pegangan tangan. Memangnya dia pikir mau nyebrang! Gerutu Ben dalam hati.
“Kalian tahu rumahku dari mana?” tanya Owen penasaran.
“Dari Nawra,” jawab Abraham singkat.
Owen dan Tessa saling pandang. Dalam hati Owen menyesalkan dirinya yang tak bisa menduga hal itu. Ia lupa jika selain dirinya, Ben dan Abraham juga cukup akrab dengan Nawra. Tentu saja, kehadiran keduanya di sekitar sini untuk menghadiri acara reuni yang diadakan Nawra.
“Akh, karena asyik ngobrol malah lupa deh tujuan kami ke mari,” celetuk Ben.
“Memangnya ada apa?” tanya Owen.
“Ya tentu saja kami ingin mengajakmu ke rumah Nawra. Ada reuni kecil-kecilan. Kami juga sengaja menyempatkan datang karena kata Nawra kau pasti hadir,” jelas Ben.
“Tapi karena lama menunggu dan batang hidungmu tak terlihat juga, akhirnya kami memutuskan untuk menjemputmu,” ucap Abraham ikut menimpali.
“Oh, reuni itu ya ….”
“Ya sudah, ayo! Ganti baju, gih! Kami tunggu di sini,” desak Abraham.
“Hem, kalian duluan saja. Aku sepertinya tidak akan ke sana,” tolak Owen.
“Loh? Parah kau, Bro! Kita kan sudah lama tak jumpa, ayolah …” bujuk Ben.
“Tapi istriku akan sendirian di rumah.” Owen beralasan.
“Bagaimana kalau Tessa ikut saja? Sekalian kenalin ke teman-teman yang lain. Kalian nikah juga nggak ngundang sih!” Ben terus membujuk agar Owen bersedia untuk hadir. Ia semakin bersemangat saat membayangkan Tessa akan ikut dengan mereka.
“Bener itu usul Ben. Tessa ikut saja, dari pada bosan sendirian di rumah.” Abraham pun terus membujuk Owen.
Tentu saja keduanya harus berhasil memboyong Owen ikut dengan mereka, sebab ini adalah syarat yang diberikan Nawra. Seandainya tawaran dari Nawra tak menarik, mana mungkin Abraham mau buang-buang energi untuk membujuk Owen seperti saat ini.
“Bagaimana Tes, kamu mau ikut kan?” tanya Ben.
Tessa menggeleng. “Terima kasih sudah mengajakku. Tapi maaf, aku nggak bisa. Aku nggak mungkin ninggalin putriku tidur sendirian di rumah.”
“Putri?” Ben membelalak.
“Iya, kami memiliki seorang putri yang sebentar lagi akan berusia dua tahun,” jelas Owen.
“Jadinya gimana dong? Nggak bakalan seru kalau kau nggak ikutan, Wen!” Abraham masih berusaha membujuk Owen.
Godaan akan imbalan yang akan Nawra berikan seandainya mereka berhasil membawa Owen ke acara reuni, terus terbayang di benaknya.
“Pergilah Bang,” suruh Tessa setelah ia menghela napasnya.
“Kasihan Ben dan Abraham yang sudah kemari khusus untuk menjemputmu,” lanjutnya.
“Tapi, kamu …”
“Aku nggak apa-apa. Lagian rumah Nawra juga dekat,” ucap Tessa meyakinkan Owen.
“Tuh, istrimu sudah izinin. Ganti baju, gih! Kita tungguin,” desak Abraham.
Dengan berat hati, Owen beranjak dari sofa di susul dengan Tessa. Keduanya menuju ke kamar, Tessa membantu suaminya bersiap. Sebelum keluar kamar, Owen menyempatkan untuk mencium bibir Tessa cukup lama.
“Aku akan pulang cepat,” ucap Owen dan dibalas Tessa dengan senyuman yang ia paksakan.
...———————...
nawra wanita licik, ben..
wah alfio serius kamu suka ama qanita aunty dari putri mu, takdir cinta seseorang ga ada yang tau sih ya.
kak shasa setelah ini kasih bonchap kak pengen tau momen tessa melahirkan anak kedua nya, pengen tau raut bahagia dari owen, aya dan semua menyambut kelahiran adik nya aya...