Alana Xaviera merasa seperti sosok yang terasing ketika pacarnya, Zergan Alexander, selalu terjebak dalam kesibukan pekerjaan.
Kecewa dan lapar akan perhatian, dia membuat keputusan nekad yang akan mengubah segalanya - menjadikan Zen Regantara, pria berusia tiga tahun lebih muda yang dia temui karena insiden tidak sengaja sebagai pacar cadangan.
"Jadi, statusku ini apa?" tanya Zen.
"Pacar cadangan." jawab Alana, tegas.
Awalnya semua berjalan normal, hingga ketika konflik antara hati dan pikiran Alana memuncak, dia harus membuat pilihan sulit.
📍Membaca novel ini mampu meningkatkan imun dan menggoyahkan iman 😁 bukan area bocil, bijak-bijaklah dalam membaca 🫣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22 : TCB
Alana segera menarik tangannya dari genggaman Zen saat menyadari tatapan Imelda. Sayangnya semua itu sudah terlihat dan terekam dibenak wanita itu, membuatnya bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan oleh Alana dirumah sakit bersama dengan seorang pria yang usianya seperti jauh lebih muda dari putranya, Zergan.
"Tante Imelda," Alana berkata lirih, berusaha menutupi kegugupannya. "Aku habis nengokin anaknya temanku yang sedang dirawat dirumah sakit ini. Tante sendiri, Tante lagi ngapain disini?" tanyanya kemudian.
"Tante juga habis nengokin teman Tante yang kebetulan dirawat dirumah sakit ini juga." Tatapan Imelda beralih ke Zen. "Dia?" tunjuknya dengan dagunya.
Alana menatap sekilas pada Zen yang berdiri disampingnya, "Dia temanku, Tan."
"Oya, maaf banget nih, Tan, aku harus pergi sekarang soalnya mama nungguin dirumah. Aku duluan ya, Tan." pamit Alana, masih berusaha untuk bersikap normal.
Imelda mengangguk, mengusap lembut lengan Alana. "Kamu bawa mobil sendiri kan? Salam ya buat mama kamu, nanti kapan-kapan Tante main kerumah."
"Ya ,Tan, aku bawa mobil sendiri kok." angguk Alana yang terpaksa harus kembali berbohong. "Kalau gitu aku duluan, nanti aku sampaikan salamnya ke mama."
Imelda menatap pada kepergian keduanya, merasa ada yang Alana sembunyikan darinya. Bergandengan tangan dengan pria yang disebut teman, rasanya sangat tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang terjalin diantara mereka berdua.
"Aku harus menemui Zergan, supaya dia bisa secepatnya menyiapkan pernikahannya dengan Alana." gumam Imelda, kemudian berbalik dan kembali keruangan dimana salah seorang temannya sedang dirawat disana.
Sementara itu, Alana yang sudah masuk kedalam mobil pun merasa lega. Walaupun dia tidak yakin jika setelah ini dia tidak akan dapat masalah. Tante Imelda pasti akan menceritakan apa yang dilihatnya tadi pada Zergan.
"Tadi itu siapa?" tanya Zen seraya menyalakan mesin mobilnya.
"Tadi itu Tante Imelda, mamanya Zergan." Alana menghela napas panjang, bersandar pada jok mobil. "Sepertinya aku harus jujur pada Zergan tentang hubungan kita dan merima apapun keputusannya nanti," ungkapnya.
"Ceritakan saja. Pasangan yang akan menikah bukankah harus saling terbuka. Siapa tahu dengan kamu bercerita, Zergan juga akan menceritakan tentang sebuah rahasia padamu." ungkap Zen seraya menyunggingkan senyum tipis.
Alana menoleh, menatap Zen dengan tatapan heran. "Aku heran padamu, kamu bilang kamu mencintaiku tapi kamu seperti mendukung rencana pernikahanku dengan Zergan. Apa kamu tetap mau jadi pacar cadanganku setelah aku menikah dengan Zergan nanti?" tanyanya dengan nada bercanda.
Zen tertawa kecil, mengacak gemas rambut Alana. "Asalkan kamu juga tidak keberatan jika aku jalan berdua dengan Jessica."
"Zen!" Alana melebarkan matanya, mencubit pinggang Zen sedikit keras. "Sudah cepat jalan, Cindy sudah menunggu kita." ucapnya sedikit kesal.
Zen berpura-pura kesakitan, meraih tangan Alana dan menggenggamnya. "Sakit, Sayang. Iya-iya ini jalan."
Mobil mulai melaju perlahan, meninggalkan lorong sunyi menuju ke jalan raya. Alana kembali termenung dengan tatapan menerawang keluar kaca mobil, mengingat wajah Kayla yang terasa akrab baginya. Kenapa anak sekecil Kayla harus mengalami hal seperti itu, tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua yang utuh.
-
-
-
Imelda masuk kedalam ruangan kerja putranya tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu, membuat Zergan yang sedang fokus pada laptopnya menoleh kearahnya.
"Zergan, Mama ingin bicara. Ini penting." ucap Imelda dengan nada tegas.
Zergan beranjak bangun dan segera menghampiri sang Mama. "Ada apa, Ma? Wajah Mama terlihat serius sekali,"
"Ini tentang Alana, Zergan. Secepatnya kamu atur pertemuan keluarga untuk membahas rencana pernikahan kalian berdua, jika perlu malam ini." Imelda kembali menegaskan, dia khawatir Alana akan benar-benar berpaling jika Zergan terus mengulur waktu pernikahan.
"Sebenarnya ada apa, Ma? Kenapa Mama tiba-tiba datang dan memintaku untuk mengatur pertemuan keluarga nanti malam?" tanya Zergan.
"Aku sedang mempersiapkannya, dan mungkin minggu depan kita---"
"Apalagi yang kamu tunggu, Zergan?!" suara Imelda sedikit meninggi, menatap tajam pada sang putra. "Menunggu sampai Alana berpaling pada pria lain?" tekannya.
"Kamu yang terus mengulur waktu seperti ini bisa membuat Alana merasa bosan, dan akhirnya dia akan lari ke pelukan laki-laki lain yang membuatnya merasa kehadirannya lebih dianggap penting." Imelda menghela napas panjang, berusaha mengontrol emosinya. "Kalau kamu masih ingin bersama dengan Alana, sebaiknya kamu dengarkan saran dari Mama."
Imelda meninggalkan ruangan kerja putranya dengan siratan kekesalan yang jelas terlihat diwajahnya. Kata-kata mamanya membuat Zergan berfikir keras, dia mengusap wajahnya kasar setelah pintu ruangannya tertutup rapat kembali. Pasti ada alasan kuat mengapa mamanya sampai menyuruhnya untuk segera menyiapkan acara pertemuan keluarga untuk membahas mengenai rencana pernikahannya dengan Alana.
-
-
-
Ketika menjelang malam, Cindy mengantarkan Alana pulang kerumahnya. Keduanya pulang dengan membawa barang-barang belanjaan yang tadi dibeli oleh Cindy. Selama menunggu Zen dan Alana, Cindy terpaksa harus jalan-jalan keliling mall sendirian, membeli pakaian dan sepatu untuknya dan Alana juga. Supaya mamanya Alana percaya jika mereka habis pulang dari berbelanja.
"Ini aku punya hadiah buat Tante," Cindy mengulurkan sebuah paperbag yang langsung disambut oleh Amara.
"Wah, makasih sayang. Kamu memang sahabat terbaiknya Alana," puji Amara saat melihat sebuah kotak sepatu didalam paperbag yang berikan oleh Cindy.
"Oh pastinya dong, Tan." ucap Cindy dengan bangganya. "Saking baiknya aku sampai menutupi perselingkuhan anakmu ini loh, Tan."
Amara menoleh ke arah Alana yang berdiri disamping Cindy. "Oya sayang, kamu langsung siap-siap ya sekarang. Soalnya kita mau pergi. Sebentar lagi papa pulang buat jemput kita."
Alana dan Cindy saling menatap bingung.
"Siap-siap? Memangnya kita mau kemana, Ma?" tanya Alana dengan raut bingungnya.
"Tadi Zergan telefon dan ngajakin kita buat makan malam diluar. Kita akan membicarakan tentang rencana pernikahan kalian berdua, orang tuanya Zergan juga ada disana nanti," jawab Amara yang membuat Alana terkejut.
"Rencana pernikahan?" ulang Alana, memastikan. "Tapi kenapa harus mendadak begini sih, Ma. Lagian Zergan juga nggak nelfon aku dan nggak bilang apa-apa."
"Udah nggak apa-apa, kamu siap-siap aja. Namanya juga kejutan, Sayang." ujar Amara, mengusap lembut bahu putrinya.
Alana jelas merasa kesal karena Zergan tidak memberitahunya lebih dulu tentang rencana ini. Atau jangan-jangan Tante Imelda sudah memberitahu Zergan jika tadi wanita itu memergokinya jalan berdua dengan Zen saat dirumah sakit.
"Apa Zergan sudah tahu dari mamanya? Tapi kenapa dia tidak langsung datang menemuiku dan bertanya? Kenapa harus mempercepat acara pertemuan keluarga segala."
-
-
-
Bersambung....
mo komen di paragrap gak bisa,, lagi repisi katanya🤧🤧
gonjang-ganjing hubungan
selamat berpusing ria ya lana 😂
Kalo zergan, Dateng lagi Jan diterima ya rin.dia ngebuang kelean sebegitu enaknya
sory ini ya Alana Mungin agak jahat. tapi Karin cerita aja dech.
biar bisa dapet selotip yang baek